Bab 3 - Wawancara

1107 Words
Saat ini Ruby berada di luar ruangan meeting karyawan, tempat wawancara dilangsungkan. Di sana bukan hanya dirinya sendiri, tetapi ada beberapa wanita yang tidak kalah cantik darinya bahkan berpakaian lebih bagus darinya. Para wanita itu rata-rata memakai pakaian branded dan aksesoris yang cukup mencolok mata. Berbeda dengan Ruby yang hanya memakai stelan jas berwarna hitam dengan rok selutut berwarna senada dan kemeja putih di balik jas hitamnya itu. Ia sudah seperti karyawan magang dengan pakaian seperti itu. Tidak ada aksesoris yang dipakai Ruby, kecuali jam 'antik' yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Ruby melirik ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat duduk di depan ruang meeting itu. Namun, naas bagi dirinya semua tempat duduk telah terisi. "Ya ampun, ternyata banyak juga yang datang melamar ya," gumamnya pelan. Matanya mencari sosok pria arogan yang ia temui di lift tadi, tetapi sayangnya ia tidak menemukannya. Namun, Ruby menangkap sesosok wanita yang cukup cantik dengan pakaian yang cukup rapi, tetapi sedikit terbuka di bagian dadanya. Wanita itu terus menatap Ruby dengan tatapan merendahkan. Ruby tidak menyadari hal itu. Ia malah tersenyum lebar kepadanya, tetapi wanita itu dengan angkuhnya memalingkan wajahnya dari Ruby. 'Astaga, malah dicuekin. Dia pikir dia siapa, cih!' batin Ruby kesal. Ruby menarik nafasnya kuat dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan dirinya. 'Sabar, Ruby. Orang sabar senyumnya lebar. Tenanglah,' batinnya seraya memasang senyuman manis khasnya dengan kedua lesung di pipinya yang sedikit chubby. Ruby tidak mendapatkan tempat duduk karena terlambat. Ia terpaksa berdiri sambil menyenderkan punggungnya ke dinding. Kakinya terasa pegal karena sejak tadi ia belum mengistirahatkan kakinya, tetapi bukan waktunya bersantai. Ia harus memfokuskan dirinya untuk mendapatkan pekerjaan hari ini. Satu per satu peserta dipanggil masuk. Ruby menunggu gilirannya dipanggil dengan gugup karena ini pertama kalinya ia melakukan wawancara resmi setelah tiga tahun menganggur. Saat ini ia hanya melakukan beberapa pekerjaan sambilan saja. Oleh karena itu, ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Apalagi di pengumuman lowongan pekerjaan untuk posisi yang dilamarnya saat ini sama sekali tidak memerlukan pengalaman apapun. Selain itu juga dijanjikan penghasilan yang cukup besar. Cukup aneh menurutnya, tetapi ia tidak peduli. Yang penting hari ini ia harus mendapatkan pekerjaan itu. Sementara itu, Wilson sedang berjalan menuju ke ruang meeting karyawan yang berada di lantai yang sama dengan ruangannya, hanya berbeda sisi. Seperti biasa, Alvin mengikuti Wilson dari belakang. Langkah Wilson terhenti. Pandangannya tertuju kepada seorang gadis cantik yang sedang berdiri sendirian di depan ruang meeting, sementara yang lain duduk dengan santai di tempat duduk. Ya, sempat terbesit di benak Wilson kalau gadis itu cantik. Kecantikan natural terpancar dari gadis itu, tetapi pria itu dengan cepat menepis pikirannya itu. Ruby sedang menundukkan wajahnya, sehingga tidak menyadari kehadiran Wilson. 'Ternyata dia benar datang mengikuti wawancara ini,' batin Wilson tersenyum sinis. Wilson pun berjalan mendekati Ruby yang masih tidak menyadari kehadirannya. Langkah Wilson dengan sengaja terhenti di depan gadis itu. Ruby melihat sepatu hitam mengkilap yang berhenti tepat di depannya. Ia pun mendongak untuk melihat si pemilik sepatu itu. Alangkah kagetnya gadis itu melihat pria arogan yang ia temui di lift sedang berdiri di hadapannya. "Kamu!" Kekesalan Ruby yang hampir ia lupakan tadi, kembali meluap. Sesaat ruangan menjadi ramai dengan bisikan para calon karyawan baru atas kehadiran Wilson. Mereka terpesona dengan ketampanan pria itu, kecuali Ruby yang sudah memasang wajah permusuhan kepadanya. "Ya ampun, pria itu tampan sekali." "Apa dia titisan Dewa Yunani? Oh My God. Aku ingin berkenalan dengannya." Semua peserta bergunjing akan ketampanan Wilson Xia. Wajah dan tubuhnya memang seperti pahatan patung Dewa Yunani yang sangat memukau para kaum hawa, kecuali Ruby yang sekarang rasanya mau memuntahkan sarapannya pagi tadi sekarang juga. Memang Ruby tidak memungkiri apa yang dikatakan mereka itu benar, hanya saja gadis itu sudah mengetahui kejelekan sikap pria itu di balik ketampanannya. Jadi Ruby tidak akan mengagung-agungkan Wilson seperti para wanita itu. 'Cih, ganteng dari mananya! Kalian semua sudah buta dengan cover depannya saja!' protes Ruby di dalam hati. Ia tidak ingin mengungkapkannya kepada mereka karena tahu percuma juga diberitahu kepada wanita yang sudah kesengsem seperti mereka. Wilson tersenyum miring mendengar pujian dari para kaum hawa. Ia menoleh ke arah Ruby yang tidak menunjukkan minat sama sekali terhadapnya. Gadis itu malah menatap tajam ke arahnya. Namun, Wilson tidak menggubrisnya, ia hanya melayangkan senyuman sinis ke arah Ruby. Alvin yang berada di belakang Wilson pun tidak ketinggalan mendapatkan pujian dari kaum hawa di sana. Walau ketampanan Alvin tidak dapat mengalahkan atasannya, tetapi Alvin termasuk kategori pria hangat yang manis. Ia seakan menjadi pelengkap di samping Wilson yang dingin. Kedua alis Alvin bertaut melihat sikap atasannya yang menatap Ruby. 'Sepertinya mereka saling mengenal,' batinnya curiga, tetapi ia tidak berani menanyakan hal itu kepada atasannya langsung. Apalagi Wilson jarang menceritakan masalah pribadinya, kecuali tentang cinta masa kecilnya dulu. Wilson berjalan meninggalkan Ruby yang kesal dan peserta lain yang masih memuji ketampanannya. Ia masuk ke dalam ruang meeting diikuti asistennya. 'Lho? Kok dia bisa begitu saja masuk ke dalam?' batin Ruby terheran-heran. Belum sempat Ruby menebak pertanyaan itu, salah satu peserta wawancara yang tadi bersikap sombong terhadap Ruby datang mendekatinya dan bersikap sok akrab. "Hei, apa kamu kenal dengan pria tampan tadi?" tanya wanita itu kepada Ruby. Ruby menoleh dan memasang wajah malas menatap wanita itu. 'Tadi nyuekin aku, sekarang malah sok akrab. Ck ... ck … ck ….' batinnya. "Memangnya kenapa?" balas Ruby dengan ketus. Wanita itu tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya. "Kita kan sama-sama karyawan baru. Perkenalkan aku Tiffany. Bisa kamu kenalkan aku padanya?" Ruby mendengus pelan dan tidak menyambut uluran tangan wanita itu. "Maaf tidak bisa. Dia sudah ada yang punya!" jawab Ruby asal. Tiffany mengeratkan giginya kesal karena sikap Ruby yang acuh. "Kamu!" 'Rasain. Siapa suruh cuekin aku tadi. Lagian aku juga gak kenal itu orang. hihihi ....' batin Ruby cengengesan. Ia bukanlah gadis sembarangan yang bisa ditindas oleh siapapun. Tiffany tidak ingin bertengkar dengan Ruby di tempat itu. Oleh karena itu, ia hanya mendengus kesal dan mengalah, kemudian kembali ke tempat duduknya. Ruby menyeringai penuh kemenangan. Pikirannya saat ini tertuju kepada kedua pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan meeting. Ia tidak habis pikir apa yang sedang dilakukan mereka berdua di dalam. Beberapa saat kemudian, calon peserta yang sedang melakukan wawancara keluar dengan wajah masam. Ruby mendengar pembicaraan calon peserta itu dengan calon lainnya. Dia mengatakan bahwa dirinya diusir keluar dari ruangan itu. Hal itu semakin memicu rasa penasaran Ruby. Tidak berapa lama, seorang karyawan King Group keluar dan mengumumkan pembatalan wawancara saat itu. Para peserta wawancara termasuk Ruby mengajukan protes akan hal itu, tetapi sayangnya mereka tidak dapat berbuat banyak. Satu per satu dari mereka terpaksa pulang dengan harapan kosong, tetapi tidak dengan Ruby. Gadis itu masih menunggu di depan ruang meeting dengan pikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD