7. Little Secret

2128 Words
"Tolong ajari aku cara menghilang tanpa kabar. Sebagai gantinya, akan ku ajari kau cara menunggu dengan sabar." ---- "Kiano Aldrich Winata, akhirnya malam ini aku punya lawan yang sepadan." Edward langsung menyambut kedatangan kakak kandung Kenzie Winata itu ketika menginjakkan kaki di Picadelli Shooting Arena. Semua orang juga tahu di antara mereka berempat, hanya Kiano dan Edward yang memiliki kemampuan mumpuni dalam menggunakan senjata api. Kiano, sedari kecil memang memiliki ketertarikan besar dengan semua olah raga yang memacu adrenaline. Apalagi sekarang ia kerap kali berurusan dengan para mafia besar. Hal ini membuatnya mau tidak mau harus selalu meluangkan waktu untuk mengasah kemampuan serta instingnya dalam mengalahkan musuh. Sedang Edward, ia adalah satu-satunya pria yang mampu mengimbangi keahlian Kiano dalam menembak, berkuda, serta memanah. Mereka berdua kadang sampai lupa waktu kalau sudah terlibat dalam satu permainan bersama. Sampai-sampai Richard selalu menyebut keduanya lebih pantas menjadi saudara kandung karena memiliki kecocokan satu sama lain. "Aku memang datang untuk mengalahkanmu seperti biasanya," ujar Kiano begitu yakin. Edward tergelak. "Jangan percaya diri dulu," sanggahnya. "Malam ini aku yang akan menang." Kiano tersenyum meremehkan. Sejauh ini, ia memang belum pernah terkalahkan. "Kita buktikan saja nanti." Kiano langsung menuju ruang penyimpanan senjata. Memilih pistol jenis apa yang akan ia gunakan malam ini untuk mengalahkan Edward dan lainnya. Sementara itu, Kenzie yang sudah lebih dulu bermain, mengambil posisi santai sambil memperhatikan dari dekat. "Kai, kau datang sendiri?" tanya Kenzie saat Kiano mulai memasukkan satu per satu peluru ke dalam pistol di tangannya. "Tidak ... " pria itu menggelengkan kepala. Matanya masih terpokus pada susunan peluru di depannya. "Aku datang bersama Anne." Kenzie menarik wajahnya dalam. "Lalu di mana wanita itu?" Kiano mengedikkan bahunya cuek. Sebenarnya malas sekali kalau membahas wanita bernama Annastasi itu, "Entahlah. Tadi sebelum masuk arena, ia mengatakan ingin beli es krim terlebih dahulu di cafe depan." Selesai mengatakannya, seperti memang berjodoh, Anne datang menghampiri seraya menyuap es krim yang ia pegang. Wanita itu begitu santai dan langsung mendudukkan dirinya pada kursi tunggu yang memang tersedia khusus untuk menonton. Sementara yang lainnya sibuk bermain, Kenzie sendiri memutuskan untuk berjalan mendekati Anne. Ikut duduk berseberangan dengan wanita itu seraya menyodokan minuman yang ia bawa. "Terima kasih," ujar Anne seraya menunduk dengan sopan. Kenzie mengulas senyum. Netra cokelatnya memindai penampilan Anne dari ujung rambut hingga kaki. Mencoba untuk menebak sosok seperti apa wanita di depannya ini. Yang mana ia menyimpulkand dengan yakin kalau wanita yang mengaku dihamili kakaknya itu bukan sosok sembarangan. "Maaf sebelumnya kalau aku lancang, tapi kalau boleh tahu, sebelum kau dan Kiano melakukan one night stand beberapa waktu silam, apa kalian saling mengenal?" Anne menoleh. Air mukanya terlihat tenang. Wanita cantik berambut ash brown itu melempar senyum sembari menyahut. "Tidak ... " ucapnya. "Kami sebelumnya tidak saling mengenal." Kening Kenzie berkerut dalam. "Dan, kau mau begitu saja menyerahkan tubuhmu untuk pria yang tidak dikenal?" cecar Kenzie. Sebenarnya, bukan hal tabu juga sekarang ini jika seorang wanita memberikan keperawanannya secara cuma-cuma pada pria yang baru dikenal. "Memangnya kau bisa menolak ketika kau sendiri dalam keadaan mabuk?" Kenzie menggelengkan kepalanya. "Ah, Ya. Tentu saja aku pasti akan pasrah begitu saja." Anne mengangguk. "Seperti itu pun yang ku rasakan. Tujuanku saat itu datang ke klab malam untuk bersenang-senang. Sampai salah seorang teman Kiano mengajak kami untuk bergabung di meja mereka. Setelah itu aku tidak begitu ingat apa yang terjadi. Yang ku tahu, saat bangun, kami sudah berada di atas tempat tidur yang sama tanpa mengenakan pakaian." "Lalu siapa yang mengambil foto kalian berdua?" tanya Kenzie keheranan. Seingat Kenzie, waktu pertama kali bertemu dengan Anne, wanita itu menunjukkan beberapa foto ia tengah berada di atas tempat tidur bersama Kiano. Anne juga membawa bukti rekaman CCTV hotel ketika mereka berdua dalam keadaan sempoyongan berjalan bersama menuju kamar. "Aku yang mengambil fotonya beberapa waktu sebelum memutuskan untuk pergi meninggalkan Kiano." Kenzie menautkan kedua belah alisnya. "Dengan tujuan?" "Agar kakakmu tidak lari dari tanggung jawab jika terjadi sesuatu padaku di kemudian hari. Karena jujur, awalnya aku menganggap ini hanya one night stand seperti biasanya. Bersenang-senang dan ketika kau sama-sama mendapatkan kepuasan, kau bebas memilih melanjutkan hubungan atau memutuskan untuk tidak saling kenal," jelas Anne. "Tapi aku sadar diri, kami berdua melakukannya tanpa pengaman. Itu sebabnya aku berinisiatif untuk mengambil foto sebagai bukti kami memang pernah melewatkan satu malam yang intim bersama." Kenzie akhirnya paham untuk apa wanita itu mempersiapkan ini semua. Kalau berada di posisi Anne, ia mungkin saja akan melakukan hal yang sama. "Itu sebabnya tempo hari tiba-tiba kau datang mencari Kiano dan memintanya untuk bertanggung jawab?" Anne mengangguk. "Jujur, aku bahkan tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya sampai hamil seperti ini. Umurku masih muda. Karirku juga sedang bagus-bagusnya." "Apa ini murni hanya meminta tanggung jawab? Bukan ada tujuan lain?" Selidik Kenzie. Ia hanya takut Anne memiliki tujuan lain di balik ini semua. Tidak ada yang tahu kan isi hati wanita itu sebenarnya bagaimana. Sebagai pria yang mapan dan juga tampan, Kenzie sadar memang begitu banyak wanita mencoba untuk mendekati sang kakak. Ada yang tulus mencintai ada pula yang sengaja mendekati karena memiliki maksud lain. Itu sebabnya, kedua orang tua Kiano selalu menekankan anak-anaknya untuk membatasi diri agar tidak sampai meniduri wanita mana pun. Itu semua dilakukan untuk mengindari skandal yang mana akan menghancurkan reputasi besar yang selama ini sudah mereka bangun. "Perjelas saja," balas Anne. "Maksudmu, aku melakukan ini semua karena uang, begitu kan?" Kenzie tidak menjawab. Sebaliknya Anne detik selanjutnya mengeluarkan dompet dari dalam tas yang ia bawa. Membuka benda itu lalu menunjukkan deretan kartu yang sebelumnya tersusun rapi di sana. "Ini kartu namaku," tunjuknya. "Kau seorang model?" Kenzie mengkonfirmasi. Di kartu nama yang baru saja Anne tunjukkan, tertulis nama sebuah agensi model yang memang sangat terkenal. "Iya ... " Anne mengangguk. "Aku memang berprofesi sebagai model fashion brand ternama." Wanita itu kemudian mengeluarkan kartu lain untuk ia tunjukkan. "Ini kartu kredit dan debit milikku. Kau bisa mengecek berapa limit dan saldo yang ada di dalamnya. Bukan sombong, tapi aku cukup mampu kalau untuk urusan materi." Kenzie menghela napasnya pelan. Merasa bersalah karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Tapi memang wajar kalau ia sampai khawatir. Karena Kiano itu berbeda dengan yang lainnya. Terlalu banyak orang ingin menjatuhkan pria itu. Lebih-lebih ketika belakangan ini sering sekali berurusan dengan para mafia. "Jadi, tujuanmu hanya ingin meminta pertanggung jawaban kakakku?" Anne mengangguk lagi. "Aku hanya butuh pengakuan hukum kalau anakku memiliki seorang ayah." Lama Kenzie berbincang. Setelah selesai bertanya-tanya pria itu kembali membaur dengan yang lainnya. Dan ketika permainan selesai, di ruang ganti sebelum mereka semua benar-benar pulang, pria bermata sipit itu mengajak Kiano untuk berbincang. "Sepertinya kau memang harus segera menikahi Anne, Kai." Kiano yang posisinya sedang mengganti baju lalu menoleh. "Itu tidak akan pernah terjadi sampai aku memastikan sendiri wanita itu benar-benar mengandung darah dagingku." "Itu artinya kau akan membiarkannya tanpa kejelasan status sampai anak itu lahir beberapa bulan ke depan?" Kiano mengangguk yakin. Pikirnya, enak saja menikahi wanita yang belum tentu juga hamil anaknya. "Kalau wanita itu benar hamil, hanya tes DNA yang bisa membuktikan anak itu keturunanku atau bukan, Ken." "Lalu kenapa tidak kau nikahi saja untuk sementara waktu. Paling tidak berikan wanita itu kejelasan sampai ia melahirkan. Kalau pada akhirnya setelah bayi itu lahir terbukti bukan anakmu, kau bebas untuk menceraikannya ---" "Dan membiarkan media mencibirku?" potong Kiano cepat. "Mereka pasti akan puas menuliskan berita seorang Kiano Winata baru beberapa bulan menikah tiba-tiba memutuskan untuk bercerai." Edward yang sedari tadi menyimak, merasa gemas juga dan akhirnya ikut bersuara. "Lebih baik diberitakan soal perceraian. Kau bisa beralibi pada media luas tidak ada kecocokan atau terjadi perselisihan. Dari pada dihujat karena tidak bertanggung jawab pada wanita yang jelas-jelas kau hamili. Ingat, Kai, Anne punya bukti-bukti kuat kalau kalian pernah tidur bersama. Kalau wanita itu mau, kapan saja ia bisa mengungkap semua rahasia ini ke media. Tidak ada yang bisa memastikan nasibmu kedepannya bagaimana. Jangan lupakan juga kedua orang tuamu." Edward terus mengingatkan. "Jangan sampai mereka tahu kabar ini dari orang lain, yang mana akan membuatmu semakin berada di posisi yang sulit." Kiano tercenung. Apa yang dikatakan Edward berhasil membuatnya kepikiran. Memang tidak ada yang bisa memastikan rahasia kehamilan Anne akan tetap tersimpan rapi sampai wanita itu melahirkan. Tidak ada yang pernah tahu juga nasib mereka kedepannya bagaimana. Apakah tetap baik-baik saja, atau malah sebaliknya. Kiano memang harus mengantisipasi semua kemungkinan yang akan terjadi. "Pikirkan semuanya, Kai." Kenzie kembali bersuara. "Yang di katakan Edward ada benarnya. Ini semua demi reputasimu sendiri. Jadi pikirkan baik-baik." Kiano hanya mengangguk. Tidak mengucap sepatah kata pun tapi lebih memilih melenggang dengan santai keluar dari ruang ganti. Menghampiri Anne lalu membawa wanita itu untuk segera kembali ke Hotel. **** Kiano terjaga. Melirik jam di atas nakas menunjukkan pukul tiga subuh. Indra pendengarannya menangkap suara nyaring berasal dari arah pintu. Siapa lagi kalau bukan Anne yang mengetuk sambil berteriak merapalkan namanya berulang kali. "Kiano, ku mohon buka pintunya!" Acuh, dari atas tempat tidur pria itu menyahut. "Mau apa kau menyuruhku buka pintu?" Suara pria itu terdengar nyaring. "Lebih baik kembali ke kamarmu. Hari sedang hujan, bukannya ini momen yang tepat untuk mengeratkan selimut?" Di luar sana, memang sedang hujan deras. Bukan itu saja, suara petir juga beberapa kali terdengar memekakan telinga. Padahal kamar hotel tempatnya tinggal sudah kedap suara. Tapi, tetap saja suara menggelegar itu terdengar sampai dalam kamar. "Ku mohon, buka pintunya," pinta Anne. Wanita itu terus mengulang-ulang kalimatnya. "Anne ... " Kiano semakin mengeraskan suaranya. "Aku benar-benar lelah." "Kai, ku mohon ... " Anne terus saja mendesak. "Tidak akan ku buka!" Kiano meraih bantal lalu menutup kepalanya erat-erat. Sengaja ia lakukan agar tidak terganggu dengan ributnya suara Anne atau pun petir di luar sana. Lama ia membiarkan, suara Anne akhirnya hilang tidak terdengar. Mungkin saja wanita itu sudah kembali ke kamarnya. Untuk memastikan, Kiano bangkit dan langsung berjalan menuju pintu. Pelan-pelan pria itu membuka kunci lalu memutar tuas. Pria itu tersentak kaget. Netranya menangkap sosok Anne yang duduk di pinggir pintu sembari menekuk lututnya seraya menangis tersedu-sedu. Kedua tangan wanita itu terlihat menutupi kedua telinganya dengan erat. "Hei, kau kenapa?" Penuh heran Kiano langsung duduk bersimpuh menghampiri Anne. "Kenapa ---" Kiano tidak sempat menyelesaikan pertanyaannya. Ketika Anne mendongak, wanita itu langsung menghambur dalam pelukannya. "Aku takut," ucapnya lirih. "Aku mohon jangan tinggalkan aku sendiri." Kiano jelas saja semakin kebingungan dengan sikap tidak biasa yang ditunjukkan oleh Anne. Tapi anehnya, bukannya berusaha melepas, ia malah balas memeluk dengan erat. "Memangnya kau takut apa?" "Aku takut hujan petir seperti ini." Air mata kembali tumpah membanjiri pipi mulus wanita itu. Sementara Kiano yang tiba-tiba merasa kasihan langsung merenggangkan pelukan. Pria itu berinisiatif untuk menggendong tubuh Anne lalu tanpa pikir panjang membaringkan pelan-pelan di atas kasur miliknya. "Jangan tinggalkan aku." Anne langsung menarik pergelangan tangan Kiano ketika pria itu bermaksud untuk beranjak berdiri. Memaksa agar tetap duduk dan tidak pergi ke mana-mana. "Aku hanya ingin mengambilkanmu minum." Anne langsung menggeleng. "Aku tidak butuh minum. Aku hanya butuh kau menemaniku di sini. Aku benar-benar takut." Bukannya tersentuh, Kiano malah tersenyum mengejek. "Dasar wanita aneh. Tadi, di arena menembak kau seperti biasa saja mendengar suara ledakan atau pun suara tembakan yang berasal dari senjata api. Kenapa mendengar petir saja jadi pucat begini?" Anne menarik napas dalam. Ia berusaha mengusir rasa takut yang masih menyelimuti hatinya. Entah kenapa, ia mau saja bercerita kepada Kiano. "Beberapa tahun silam, aku dan ibuku terjebak dalam hujan petir seperti ini. Saat melintasi jalan pedesaan, tanpa sengaja mobil yang kami kendarai tertimbun oleh reruntuhan pohon yang tumbang akibat angin. Ibuku terluka parah hingga meninggal dunia. Sedang aku sendiri sampai mengalami patah tulang kaki akibat peristiwa ini. Itu sebabnya aku begitu trauma ketika hujan deras di sertai angin seperti sekarang." Kiano akhirnya paham juga apa yang membuat wanita itu ketakutan. Tiba-tiba ia merasa bersalah karena sebelumnya sudah membiarkan wanita itu berteriak berulang kali padahal dalam posisi begitu ketakutan. "Maafkan aku. Sungguh, aku tidak tahu kalau kau memiliki trauma mendalam seperti ini." Pria itu berkata dengan tulus. "Tidak apa-apa." Anne bergumam pelan. "Ya sudah, kalau begitu cepat istirahat. Untuk malam ini ku perbolehkan kau tidur di kasurku." Kiano membantu menarikkan selimut. Ia yang biasanya selalu bersikap ketus, kali ini menunjukkan sisi lemah lembutnya. Pria itu bahkan tidak beranjak sedikit pun dari sisi ranjang sampai Anne benar-benar terlelap dalam tidur. . . (Bersambung) . Aku nggak pernah bosan buat ingatin kalian semua. Semua Visual/Jadwal update/spoiller cerita/atau berita lainnya, aku info di story sss/ig story @novafhe. Silakan follow/add ya. Atau gabung di grup sss khusus pembaca : Fhelicious Grup wa khusus pembaca, bisa klik link nya di profile i********:. . . ====Note=== . Halo, Cerita ini eksklusif tayang/terbit di aplikasi Dreame/innovel dan hanya bisa di baca di sana. Jadi, jika kalian menemukan cerita ini dijual bebas dalam bentuk PDF oleh orang yang tidak bertanggung jawab, mohon bantuannya untuk melapor/memberitahu aku, yah. Karena tindakan tersebut bisa di proses secara hukum dan di tuntut untuk mengganti rugi. . Salam, Fhee.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD