TCsD# 02. Andin difitnah

1151 Words
Andin tak bergeming dan masih menatap pria itu memukuli Ghani tanpa ampun. Tubuh Andin masih bergetar hebat karena shok dan tidak pernah terpikir jika hal seperti itu akan terjadi padanya. Andin tetap tak bergeming saat pria itu sudah selesai memukuli sang kakak ipar bejad. Pikiran Andin seperti kosong karena terlalu shok. Pria itu menghampiri Andin lalu menatap Andin yang hanya masih menunduk. "Apa kamu tidak apa-apa? Saya tidak tahu ada masalah apa sebenarnya diantara kalian. Tapi, saya tidak suka pemaksaan," ucap pria bertubuh tinggi besar memakai tindik di telinganya, lalu menoleh pada Ghani. "Dia kekasihmu?" Andin menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong. Pria itu tahu jika mungkin Andin begitu shok. Pria itu mengambil sesuatu dari mobilnya lalu kembali dan hendak memakaikannya pada Andin yang masih hanya terdiam tak bersuara. Andin tersentak saat pria itu mendekatinya. "Jangan! Kamu mau apa?" Andin mundur. "Jangan! Tolong jangan lakukan itu, hiks!" Pria itu menatap Andin yang menunduk dengan iba. "Jangan takut. Saya hanya mau memakaikan ini. Oh, saya lupa jika penampilan saya memang menyeramkan ya, he he." Akhirnya Andin mengambil kain penutup pemberian pria itu dan memakai sendiri karena takut. Gadis malang itu melirik pria bertindik berhati malaikat itu sekilas. Penampilannya sedikit membuat Andin merinding. Namun, nyatanya pria itu jauh lebih baik daripada kakak iparnya yang terlihat begitu baik hati tapi ternyata hatinya busuk. "Baiklah, saya pulang." Pria itu beranjak hendak pergi meninggalkan Andin, tapi kembali menoleh pada Andin yang masih terdiam bingung. "Apa kamu tahu jalan pulang?" Lagi-lagi Andin hanya menggelengkan kepalanya. Pria itu menoleh pada Ghani yang masih meringis kesakitan akibat pukulannya yang tidak main-main. Akhirnya pria itu memutuskan untuk mengantarkan Andin pulang. "Baiklah saya antar." Pria itu menatap Andin cemas. "Kamu tenang saja. Saya memang bukan pria baik-baik, tapi saya bukan tipe orang yang suka memaksa kecuali kamu mau saya sentuh, he he," ucapnya bercanda, membuat deretan gigi putihnya terlihat oleh Andin. Andin berpikir sejenak setelah melihat penampilan pria itu. Namun, Andin yakin jika pria itu pasti bukanlah pria jahat karena nyatanya dia menyelamatkan dirinya dari Ghani. Akhirnya Andin turun dari mobil dengan ragu mengikuti pria itu ke dalam mobil pria itu setelah sebelumnya melirik sekilas pada Ghani yang masih meringis babak belur. Selama perjalanan, Andin tidak mengatakan sepatah kata pun karena hati dan jiwanya tengah bergelut dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Bagaimanapun Andin bingung atas sikap kakak iparnya. Andin merasa kasihan pada sang kakak memiliki suami b******k seperti Ghani. Gadis desa itu juga bingung apa dirinya harus mengatakan apa yang terjadi pada itu pada Freya atau tidak. "Saya antar kamu kemana?" Andin memejamkan mata mendengar pertanyaan yang dicemaskannya dari pria itu. Gadis malang bingung dirinya harus pulang ke rumah sang kakak atau tidak. Karena jika pulang ke rumah Freya, sudah dipastikan Andin akan bertemu kembali dengan Ghani. "Elsa. Mungkin aku pulang ke rumah Elsa aja." Andin akhirnya memberikan alamat rumah Elsa. "Ke sini, Mas." Pria itu mengangguk mengerti saat Andin memberikan alamat rumah Elsa. Entah apa yang saat ini Andin pikirkan tentang pria itu Andin pun bingung. Secara lahiriyah pria itu terlihat seperti orang jahat, tapi nyatanya perilakunya jauh lebih baik dari sang kakak ipar. Untuk saat ini, mungkin Andin hanya harus bersyukur karena Allah masih melindunginya dari kelakuan bejad sang kakak ipar. "Sampai," ujar pria itu karena Andin masih terdiam dalam kekosongan. "Apa kamu tidak ingin turun? Apa kamu ingin ikut sama saya?" ujarnya lagi menyeringai bercanda. Andin sedikit terkesiap. "Oh, iya maaf, Mas." Andin menoleh pada pria itu sebelum turun dari mobilnya. "Mas, terima kasih. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk membalas jasamu. Mungkin suatu hari nanti aku bisa membalasnya." Pria itu menatap Andin sejenak, lalu tersenyum tipis. "Ya, baiklah tidak masalah. Saya hanya tidak suka pada pemaksaan, itu saja." Pria itu pun melesat dan hilang dari pandangan Andin dengan cepat. Andin yang kebetulan tengah berada di luar pun sedikit terkejut karena Andin datang ke rumahnya dengan masih memakai baju yang tadi. "Andin." Andin menatap Elsa sejenak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Elsa." Andin segera menghampiri Nana dan memeluknya dengan deraian air mata. "Na, apa aku boleh nginep di sini untuk sementara waktu?" Elsa menatap Andin sedikit terbingung. "Boleh, Din. Tentu saja boleh. Tapi, apa yang terjadi?" "Elsa, mungkin sebaiknya kamu bawa Andin masuk dulu," ujar ibu dari Elsa. "Ibu yakin ada sesuatu yang terjadi pada Andin." Andin dan Elsa pun masuk ke dalam. Andin masih terus tersedu karena luka di hatinya begitu menggores. Andin tidak menyangka jika nasibnya di kota sedikit mengiris hati. Namun, semua yang terjadi memang selalu ada hikmahnya, dan Andin pun kini tahu siapa kakak iparnya. "Astaghfirullah." Elsa membekap mulutnya begitu tak percaya pada cerita Andin. "Kok dia tega banget sih?" Andin masih terisak. "Aku kasihan sama Mba Freya, Sa. Ternyata suaminya begitu b******k, hiks! Tapi, aku pun bingung harus cerita sama Mba Freya atau tidak tentang hal ini. Karena aku lihat Mba Freya begitu mencintai suaminya." Elsa dan ibunya mengambil napas dalam-dalam. Mereka semakin iba pada nasib Andin. Niat hati, Andin datang ke kota agar dirinya bisa selalu dekat dengan kakaknya. Namun, ternyata itu adalah awal dari petaka pada hidupnya. "Ya sudah, Din. Mungkin sebaiknya kamu istirahat dulu. Nanti kita pikirkan lagi bagaimana kamu bercerita pada kakak kamu." Ratmi, ibu Elsa, mengusap punggung Andin menenangkan. "Elsa mungkin bisa antar kamu besok bertemu Freya. Kamu harus kuat karena hidup di kota memang kadang lebih kejam." Elsa mengangguk. "Iya, Bu. Ayo Din, kamu istirahat dulu di kamarku." Andin memutuskan untuk ke rumah Freya besok pagi. Berharap jika Ghani pun sudah berangkat bekerja sehingga Andin bisa menceritakan tentang keburukan kakak iparnya supaya sang kaka tahu bagaimana kelakuan suaminya. Hari telah berganti. Dengan berat hati Andin mengetuk pintu rumah sang kakak. Andin mungkin hanya ingin mengambil pakaiannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menceritakan tentang kejadian kemarin. Andin tidak akan dengan langsung menceritakan keburukan Ghani pada Freya karena berbagai pertimbangan. Andin bersyukur karena mobil kakak iparnya tidak ada, dan itu artinya Ghani tidak ada dirumah. Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum." Beberapa menit Andin dan Elsa berdiri di depan pintu. Akhirnya pintu itu terbuka juga. Andin terkejut karena sikap Freya di luar dugaannya. "Mba Freya." Freya menatap Andin dengan tajam. "Ngapain kamu ke sini? Mau godain suamiku lagi? Belum puas kamu bikin suamiku di keroyok warga karena ulah mu?" Andin terbebelalak mendengar ucapan Freya. "Astaghfirullah ... apa maksudnya, Mba?" Freya memalingkan wajahnya terlihat muak pada Andin. "Heuh, memang ya. Mana ada maling ngaku," cemoh Freya dengan memalingkan wajahnya dari Andin. Elsa yang sedikit geram pun ikut bicara. "Apa maksudmu, Mba Freya?" Freya menoleh pada Elsa. "Apa? Kamu mau belain adikku yang tidak tahu terima kasih itu, hah? Dia menggoda suamiku, lalu membuat suamimu di keroyok warga karena tidak mau menuruti ajakannya untuk selingkuh dariku." Andin membekap mulutnya dengan gelengan kepala. Andin sungguh terkejut dengan mulut busuk dari kakak iparnya yang begitu pintar memutar balikkan fakta. Dan yang semakin membuat Andin terkejut adalah ... sang kakak begitu percaya pada semua ucapan suaminya tanpa ingin mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD