Chapter 33

1003 Words
"Ayo , Dev. Kita harus cepat." ajak Grace. Setelah membereskan pekerjaan yang tertunda karena acara curhat-curhatan. Mereka bergegas untuk mencari Leo. Sesuai dengan yang Grace inginkan. Dan jam makan siang tiba, Grace dengan tidak sabar ingin segera menemukan Leo. "tunggu sebentar, Grace. Owh ya, kita tidak makan siang dulu? Aku lapar.." keluh Devani. "kita akan pergi ke kafe tempat kau pertama bertemu dengan Leo. Jadi kita akan makan siang disana." ucap Grace. "Lalu apa yang akan kita cari di kafe itu?" tanya Devani. "Apapun. Yang jelas informasi mengenai Leo. Siapa tahu, beberapa pelayan di kafe itu mengenalnya." sahut Grace. "Ayo, Dev." Grace kemudian melangkah menuju pintu. Ia harus menemukan Leo secepatnya.  Grace baru ingin menyentuh knop pintu, namun gerakannya terhenti karena ia terkejut melihat pintu terbuka secara tiba-tiba. "Kenapa kau kesini?" tanya Grace dengan tidak terima ketika melihat Edward berdiri tepat dihadapannya. Edward lah yang tadi membuka pintu. Grace terkadang heran dengan resepsionisnya yang mengizinkan Edward masuk begitu saja. Sepertinya lain kali Grace harus mengingatkan resepsionis nya itu, atau mungkin langsung memecatnya. "Ada yang ingin kubicarakan, mrs.Dominica." ujar Edward berusaha formal. "Aku sudah bilang, tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan!" Grace merasa muak dengan Edward yang selalu mengejarnya. "Ehm. Maaf mrs.Dominica, tapi kedatangan saya kemari untuk membicarakan bisnis" ujar Edward dengan nada sedatar dan tatapan sedingin mungkin. Grace mencelos, ia merasa malu. Tentu saja. Setelah menghembuskan napas kasar ia mempersilahkan Edward masuk. "Baiklah, kalau begitu silahkan duduk mr.Edward" ucap Grace dengan senyum yang dipaksakan. Edward langsung duduk di sofa khusus untuk menerima tamu.  "Permisi mr. Apa anda ingin dibuatkan sesuatu. Teh atau kopi?" tawar Devani dengan sopan.  Grace langsung menatap tajam Devani. Grace tidak ingin membuang waktu terlalu lama untuk menjamu kedatangan Edward. Edward yang menatap Grace langsung berdehem. "Ehm. Tidak perlu. Terima kasih mrs.Devani atas tawarannya." Delano mengangguk dan tersenyum. "Baiklah. Kalau begitu saya per-" "Dev, kau duduk saja di-" potong Grace. "Biarkan mrs.Devani melanjutkan aktivitasnya." ujar Edward memotong ucapan Grace. Dan Grace langsung menoleh dengan tatapan tajamnya. Grace langsung bungkam. "Saya permisi" ujar Devani lalu keluar ruangan. Setelah Devani keluar, Grace langsung menoleh pada Edward yang ternyata sudah memperhatikannya dengan tersenyum sinis. "Katakan" ucap Grace.  "Ada apa? Kau terlihat sangat tidak sabar." tanya Edward. "Benar. Aku terburu-buru. Ada hal penting. Jadi kumohon padamu, tolong persingkat apapun hal yang ingin kau bicarakan." ucap Grace. "Benarkah?" Edward menaikkan satu alisnya. "Sepenting apakah hal itu? Apa lebih penting dari masa depanmu?"  Grace menoleh, menatap Edward yang tersenyum sinis. Ia masih mencerna Kata-kata Edward yang terkesan penuh penekanan. "Setidaknya jauh lebih penting daripada berbicara denganmu sekarang!" "Kalau begitu, hal apa yang yang jauh lebih penting daripada bicara denganku?" tanya Edward dengan nada datar. Grace menatap Edward namun hanya sekejap. "Kau tidak perlu tau." sahutnya. "berarti hal tersebut tidak penting." "cepat katakan saja apa yang ingin kau katakan." ucap Grace. "Katakan dulu hal apa yang membuatmu terburu-buru" ucap Edward. "Aku tidak menerima perintah."  "Dan aku tidak menerima penolakan." balas Edward. Grace menghembuskan napas kasar.  "Aku ingin menemui kekasihku." ujar Grace jujur sejujur-jujurnya. Edward membulatkan matanya.  "Aku tidak akan membiarkannya." ujar Edward. "Hey, anda siapa? Kau tidak berhak melarangku!" ujar Grace.  "tentu saja berhak. Kita harus membicarakan bisnis."  "Ya sudah cepat katakan! arah pembicaraan ini hanya berputar-putar saja sejak tadi." keluh Grace. "Kau yang memulainya." ucap Edward. Grace menatap Edward dengan tatapan tajam. Grace merasa kesal. Pria itu tiba-tiba datang dan membuang waktunya hanya untuk membicarakan hal yang menurutnya tidak penting. "Cepat katakan!" perintah Grace. Bukannya bicara, Edward justru menatap Grace sambil tersenyum. Senyuman yang mungkin akan membuat siapapun jatuh cinta. Kecuali, Grace mungkin. "Aku mengundangmu untuk hadir di acara launching restoranku. Acaranya dua hari lagi. Di Ecob's hotel." ujar Edward. "Dan kau harus datang! Itu permintaan aku dan Daddyku." tambahnya. "Hanya itu?" Grace mengerutkan keningnya. Edward menganggukkan kepalanya.  "Ya sudah." sahut Grace . Ia kemudian berdiri, berniat meninggalkan Edward. Baginya pembicaraan ini telah usai. Edward yang tidak terima diperlakukan tidak sopan, langsung berdiri dan menarik lengan Grace.  "Apa lagi?" tanya Grace membalikkan tubuhnya dan berusaha melepas tangan Edward yang mencengkram lengannya.  " begitukah cara CEO perusahaan Dominic memperlakukan CEO perusahaan Jacob?" tanya Edward sinis. glekk... Grace merasa tertohok. Pernyataan Edward sukses membuatnya memikirkan kembali apa itu tata krama dan sopan santun. "Em. Sudah kubilang aku buru-buru" ucap Grace.  "Kalau begitu aku ikut. Aku ikut untuk menemui kekasihmu itu." ujar Edward semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Grace. "Kau, kau.. Untuk apa kau ikut. Apa kau gila." Edward menyeringai. "Aku hanya ingin memastikan bahwa 'kekasih' yang selama ini kau sebut ketika kau menolakku, bukanlah imajinasimu saja." ucap Edward. Grace membulatkan matanya. Bagaimana ini. Jika Edward ikut, justru hanya akan mengacaukan rencananya saja.  Tidak mungkin Grace berkata jujur bahwa ia akan pergi mencari orang yang dicintainya. Mencari seseorang yang bahkan sudah sepuluh tahun belum ia temui. Mencari seseorang yang ia tidak ketahui keberadaannya dimana.  Jika Grace mengatakan itu. Jatuhlah sudah harga dirinya dihadapan Edwardd Jacob, pria yang selama ini tolak. "kau hanya membuang waktumu saja. Lebih baik kau kembali kekantormu dan melanjutkan pekerjaanmu. Atau melanjutkan aktivitas diatas ranjang bersama para jalang." ujar Grace. Edward langsung tersenyum sinis.  "Aku tidak ada pekerjaan dikantor. Dan mengenai opsi terakhirmu. Aku akan melakukannya jika bersamamu." Ujar Edward dengan seringaiannya yang membuat Grace kesulitan menelan ludah. "Ed, lepaskan aku. Aku harus segera pergi." pinta Grace . "Ayo. Dan aku akan ikut bersamamu." Grace terdiam. Jika bisa , Ia ingin sekali mencakar wajah Edward yang saat ini hanya berada beberapa sentimeter di hadapannya. "aku tidak jadi pergi." ujar Grace akhirnya. Ia sangat yakin, Edward pasti akan mengikutinya. "pilihan yang bijak." Grace hanya menghembuskan napas kasar. "Kau puas?" tanya Grace. "Belum. Ayo kita makan siang bersama." ajak Edward. Secercah harapan muncul. Mungkin setelah makan siang bersama, Edward akan pergi dan Grace bisa melancarkan aksinya mencari Leo. Setidaknya itu yang ada dipikiran Grace saat ini. "baiklah ayo. Tapi tolong lepaskan aku." ujar Grace dengan semangat. Edward menaikkan alisnya, ini pertama kalinya wanita arogan itu mau menurutinya dengan mudah. Edward langsung melepas cengkramannya pada lengan Grace. Dan kali ini ia langsung menggenggam telapak tangan Grace. "Ayo" ajaknya..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD