Chapter 52

1485 Words
Setelah cukup lama terdiam setelah ucapan Edward mengenai perasaannya pada Grace. Kini Grace membuka bicara. "Terimakasih." ujar Grace. Edward terdiam menanti ucapan Grace selanjutnya. "Kau sudah menolongku kemarin." "Kau istriku, Grace. Aku pasti akan melindungi wanita yang ku cintai." Ponsel Edward berdering. Edward menoleh dan mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas. Edward melirik layar ponselnya yang menampilkan id caller sang penelpon. Ia kemudian berdecak kesal. "Ya" "Bagaimana keadaan Grace? Apa dia baik-baik saja setelah kejadian di pesta mr.Antonio?"  "Dia baik. Bagaimana kau tahu?" "Jackson memberitahuku. Sebaiknya kau segera kembali ke New York." Edward menatap Grace yang ternyata memperhatikannya. "Akan kupikirkan." dan Edward segera memutus sambungan teleponnya.  'pengganggu.' batin Edward. "Siapa?" tanya Grace. "Alex." "Mengapa dia menelpon?"  "Dia merindukanku" Grace mengerutkan keningnya.  "Pasti masalah pekerjaan." Grace baru teringat. "Ayo kita kembali ke New York. Aku memiliki banyak pekerjaan." ucap Grace. Grace bangkit dan menuruni kasur. Bruakkk.. "Aw..." Grace merintih bersamaan dengan badannya yang tersungkur di lantai.  Grace membulatkan matanya saat  sadar ia terjatuh dalam keadaan tanpa sehelai benang yang menutupi tubuhnya. "Astaga, Grace. Ada apa?" tanya Edward.  Grace segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. "Terasa nyeri."  Grace merasakan nyeri di bagian pangkal pahanya. Ia sedikit terkejut saat ingin berdiri, justru rasa nyerinya semakin menyerang. Edward turun dari kasur dan menghampiri Grace.  "Kau memangnya mau kemana? Mengapa terburu-buru?" tanya Edward yang mendekat.  "Aku mau mandi. Kita harus segera kembali ke New York." "Astagaaaa, Edward!" pekik Grace. Ia langsung memejamkan mata dan menutup matanya dengan tangan. "Kenapa mesti malu, Grace. Bukankah semalam kau sudah melihatnya." Grace menggelengkan kepalanya.  "Pakai celanamu!"  "Tidak. Aku akan mandi. Mengapa harus memakai celana lagi."  "Edward" geram Grace.  "Bukalah matamu, Grace. Aku tahu kau sebenarnya menyukainya." ujar Edward. Ia menarik tangan Grace yang menutupi matanya. Namun nyatanya, Grace masih tidak mau melihat dengan menutup matanya. "Ya sudah. Ayo kita mandi bersama." Edward langsung menggendong Grace ala bridal style.  "Edward! Apa yang kau lakukan!" Grace seketika membuka mata ketika merasa tubuhnya melayang. Ia langsung mengalungkan tangan kanannya di leher Edward. Sedangkan tangan kirinya menahan selimut yang hampir terjatuh. "Aku mau membawamu ke kamar mandi. Aku tahu kau kesulitan berjalan. Dan itu juga karena aku, maaf aku terlalu bersemangat semalam. Sampai-sampai..." Grace memukul bahu Edward.  "Tidak usah. Aku akan kekamar mandi sendiri."  "Jangan keras kepala, Grace. Kau tidak bisa berjalan. Bukankah kau merasa nyeri dan perih. Lebih baik kau berendam air hangat agar kau merasa lebih baik." "Edward" Grace hanya memukul-mukul d**a Edward.  "Lakukan terus, Grace. Aku sangat menikmatinya..Ah" ujar Edward membuat Grace segera terdiam. Edward menggendong Grace ke kamar mandi.                 ---- Setelah kejadian tadi pagi, Grace dan Edward akhirnya mandi bersama. Hal tersebut membuat Grace merasa malu dan terus terdiam. Suasana menjadi canggung. Sedangkan Edward sedari tadi tersenyum sumringah. Grace dan Edward memasuki jet pribadi milik Edward. "Kenapa kau menjauh?" tanya Edward saat melihat Grace duduk dengan jarak yang lumayan jauh darinya.  "Tidak. Aku bukan menjauh. Aku hanya ingin duduk di sini." ujar Grace. Edward bangkit dari duduknya. Lalu duduk di sebelah Grace. "Kenapa kau pindah?" tanya Grace. "Aku hanya ingin duduk di sini."  Grace menghela napas. Ia bangkit dari duduknya. Di luar dugaan Grace, Edward menarik tangan Grace hingga Grace terduduk di pangkuan Edward. Tangan Edward dengan segera melingkar di pinggang ramping Grace. Agar Grace tidak melarikan diri. "Edward. Lepaskan aku." ujar Grace. "Melepaskanmu? Supaya kau bisa menjauh dariku, begitu?" tanya Edward. "Aku tahu aku berat. Kau tidak usah berlagak kuat dengan memangkuku seperti ini." "Kata siapa kau berat. Aku sanggup memangkumu seperti ini. Asalkan kau tidak memberontak. Karena itu bisa membangunkan juniorku." Edward tersenyum menggoda. Grace menghela napas. "Edward, biarkan aku duduk." "Ini kau sudah duduk, sayang."  "Edward.."  "Setelah kita mandi bersama. Kau menjadi pendiam. Apa kau marah denganku?" tanya Edward.  Grace tidak menjawab, pipinya seketika merona ketika Edward membicarakan kejadian tadi pagi. Ia memilih bungkam. "Apa kau menyesal melakukannya denganku?" tanya Edward lagi. Grace masih memilih bungkam. Bungkam karena merasa malu. Edward kini mengelus dagu Grace. "Aku minta maaf. Tapi aku tidak menyesal melakukannya. Lagipula kurasa kau tidak menyesal. Aku masih ingat bagaimana kau begitu agresif di ranjang. Dan kau meminta padaku untuk melakukannya lagi." "Edward."  "Yes, Baby. Apa kau ingin kita melakukannya lagi di sini?" tanya Edward dengan seringaiannya yang membuat Grace bergidik ngeri dan semakin merona. "Terserah kau mau bicara apa. Aku ingin tidur saja." ujar Grace.  Grace terpaksa menyenderkan kepalanya di bahu Edward. Ia menatap kulit leher dan jakun Edward yang terlihat menggoda.  Grace berusaha menepis pikiran itu dengan memejamkan matanya. Ia merasakan tangan Edward membelai rambutnya. Lalu Edward mengecup ujung kepala Grace. "Tidurlah di pangkuanku , Grace." ucap Edward dengan lembut.                ---- Edward menggendong Grace hingga ke kamarnya. Grace tertidur dengan sangat pulas di pangkuan Edward. Edward yang tidak tega membangunkan Grace, menggendong Grace menuju mobil saat jet pribadinya telah mendarat. Dan ia juga menggendong Grace dari mobil menuju kamar. Edward menidurkan Grace diatas kasur dengan perlahan. Ia tidak ingin wanitanya terbangun karena pergerakan Edward.  Setelah Grace terlihat nyaman dengan posisinya. Edward menyampirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Grace.  "Kau sepertinya kelelahan karena memuaskanku, ya?" ucap Edward. Edward berdecak.  "Aku sangat marah pada b******n itu. Beraninya dia menyentuhmu. Sepertinya dia belum jera mendapat pembalasan dariku. Tapi aku juga sedikit berterimakasih padanya. Karena dia, aku bisa merasakan malam penuh kenikmatan bersamamu. Grace, kapan kau akan luluh?" Edward mengecup singkat bibir Grace. Kemudian keluar dari kamar. Edward melangkah menuju ruang tamu. Ia segera menelpon Alex. Ada hal yang perlu Edward bereskan sekarang. "Halo, Ed. Kau sudah tiba di New York. Supir bilang kau menggendong Grace yang sedang tertidur. Beberapa bodyguard juga melihat kau tersenyum terus-menerus. Sepertinya ada sesuatu yang belum ku ketahui. Dan bagaimana keadaan Grace?" ujar Alex di seberang sana.  Edward terkekeh.  "Aku akan menceritakannya setelah masalahku beres. Aku harus memberi pelajaran pada si b******n, Marko. Sepertinya dia belum puas mendapat pengajaran dariku." "Aku menunggu perintahmu , Edward."  "Buat perusahaan Marko mengalami kebangkrutan. Dia harus miskin. Bagaimanapun caranya!" titah Edward. Nada bicaranya menjadi serius. Tak terdengar kekehan lagi. "Ia tidak memiliki perusahaan lagi, Ed. Terakhir kita telah membuatnya bangkrut karena peristiwa itu. Dan sekarang dia hanya bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah perusahaan." "Kalau begitu buat dia dipecat dari pekerjaannya. Dia harus tahu apa akibat jika berani berhadapan denganku. Akan ku buat dia menderita! Sepertinya dia tidak puas hanya dengan w************n itu. Aku yakin dia juga ingin merebut Grace. Cuiihh. Dia pikir pria b******n seperti dia bisa melawanku." ujar Edward emosi. "Tenang, Ed. Tenang. Aku akan segera membuatnya dipecat. Aku juga akan membuat ia tidak diterima bekerja di tempat manapun."  "Bagus. Buat dia menyesal. Dia sudah berani menyentuh Grace. Aku bisa saja membunuhnya. Tapi itu terlalu mudah. Aku ingin membuat dia tersiksa dalam hidupnya!" "Baik, Ed. Perintahmu akan segera ku lakukan."  "Aku akan menemani Grace, dia sedang tertidur. Kau tangani masalah kantor. Kami habis bercinta. Dan aku cukup lelah setelah perjalanan tadi. Aku ingin tidur." "Wow. Apa kau bilang, bercinta? Bagaimana rasanya, Ed? Setelah kau puasa selama beberapa minggu." ledek Alex.  "Diam kau. Atau ku buat kau terpental juga seperti Marko. Cepat lanjutkan pekerjaanmu." "Santai, Ed. Aku hanya bercanda. Ka-" Tut tut tut..  Edward langsung memutus sambungan telepon.                  ---- Alex tertawa saat Edward mematikan telepon. Alex merasa bahagia sekaligus kesal disaat bersamaan. Bahagia karena ia tahu Edward akan menceritakan kabar gembira yang ia nantikan. Dan kesal karena perbuatan b***t Marko. "Bagaimana keadaan Grace?" tanya Devani.  Alex bahkan hampir lupa jika saat ini ia tengah makan siang bersama Devani jika saja wanita itu tidak bersuara. "Ah iya. Edward belum menjawab pertanyaanku yang satu itu. Tapi sepertinya keadaan Grace baik. Edward bilang Grace sedang tertidur. Dan Edward akan menemaninya."  "Kabar darimu itu membuatku hampir mati terkejut kemarin. Jika saja kau tidak memberitahu bahwa Edward telah menyelamatkannya, mungkin aku akan langsung pergi ke Washington untuk memastikan apakah Grace baik-baik saja. Dan aku pasti akan mencabik-cabik pria yang berani memperkosa Grace!" ujar Devani dengan menyesal. "Sabarlah Dev. Sebelum kau mencabiknya, Edward sudah lebih dulu mengantar nyawanya ke neraka." "Benar juga. Kalau begitu, nanti sore aku akan datang ke apartment Grace untuk mengunjunginya."  "Jangan dulu." "Mengapa?" tanya Devani. "Edward bilang dia akan menemani Grace. Sepertinya ini saat terbaik mereka untuk berdua. Tadi Edward juga mengatakan mereka sudah bercinta. Jadi sebaiknya kita jangan merusak moment mereka dengan mengunjunginya."  Devani membulatkan matanya. "Bercinta? Kau yakin? Grace, ah. Akhirnya, sepertinya si arogan itu di tampar oleh kenyataan." ujar Devani. "Kau menyebut sahabatmu arogan?" Alex menaikkan satu alisnya. "yah. Habis dia selalu saja memperlakukan Edward seenak hatinya. Dia juga pernah mengatakan dia tidak akan sudi disentuh oleh pria seperti Edward. Nyatanya, mereka sudah bercinta." "Itu karena Grace tanpa sengaja meminum obat perangsang. Beruntung Edward datang sebelum terlambat. Jika tidak, bisa dipastikan Marko beserta keluarganya akan merasakan hal yang lebih buruk daripada neraka!" "Tapi ada keuntungan di kejadian ini. Dan Edward bisa mengambil keuntungan itu." "Benar. Dev, kapan kita akan menikah? Aku juga ingin merasakan rasanya bercinta. Denganmu. Tanpa obat perangsang tentunya." ujar Alex menyeringai. Devani segera memukul lengan Alex. "Apa yang kau katakan. Astaga, Alex."

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD