Chapter 50

1207 Words
"Mr.Jeremy saya permisi dulu." ujar Edward. "Hey mengapa terburu-buru, Edward?" tanya Mr.Jeremy. "Aku ingin menemui istriku. Tadi dia mengobrol bersama Sofia. Saya permisi." Dan Edward segera mencari Grace. Ia melihat Sofia tengah asik mengobrol bersama gadis sebayanya. "Sofia, dimana Grace?" tanya Edward saat menghampiri Sofia.  Seketika teman-teman Sofia menjerit kagum akan Edward yang begitu tampan. Mereka terlihat histeris ketika seorang Edward Jacob datang menghampiri.  "Oh iya. Aku tadi meninggalkannya di bangku itu saat kakakku memanggil. Dan aku belum kembali kesana." Sofia menunjuk kursi tempat ia dan Grace duduk tadi. Namun tidak ada siapapun disana.  "Argh." geram Edward. Ia langsung pergi meninggalkan Sofia tanpa sepatah kata apapun. "Permisi, Mr.Antonio. Apa anda melihat Grace?" tanya Edward.  "Tidak. Bukankah tadi ia mengobrol bersama Sofia."  "Iya benar. Tapi Sofia meninggalkannya duduk sendirian. Dan sekarang aku tidak melihat Grace."  "Mungkin dia pergi mengambil makanan. Atau ke toilet. Aku tidak melihatnya."  "Kalau begitu. Saya permisi, mr.Antonio." Edward melangkah. Ia menatapi tamu undangan yang hadir. Matanya mencari Grace diantara para tamu. "Tetapi disini ada banyak wanita. Mungkin saja dia mendapat teman baru dan asik mengobrol."  Edward memperhatikan setiap kumpulan wanita yang berkumpul di meja bundar.  Matanya terus menjelajah. Edward sangat hafal dengan lekuk tubuh Grace. Bahkan ia juga menatap beberapa wanita yang memunggunginya. Namun itu bukanlah Grace. Dilihat dari bentuk badannya yang berbeda jauh dengan Grace. Edward akhirnya memutuskan untuk menelpon Grace.  Terdengar suara tanda panggilan tersambung.  "Angkatlah Mrs.arogan" gumam Edward.  Telepon tersambung namun tidak ada jawaban. Grace tidak mengangkat teleponnya. "Acara akan segera dimulai, Mr.Edward. Mari silahkan duduk." ujar Mr.Antonio yang tiba-tiba menepuk pundak Edward.  "Ah iya. Aku sedang ada telepon penting. Aku izin mengangkat teleponku dahulu."  "Oh baiklah Mr.Edward." Mr.Antonio kemudian berlalu. Edward kembali menghubungi Grace. Berkali-kali, namun tidak ada satupun yang dijawab oleh Grace. "Kemana perginya dia." Para tamu undangan mulai mengambil posisi duduk berkumpul di meja bundar yang telah disediakan. Sedangkan Edward belum juga bisa menemukan istrinya. Edward menjadi sangat gelisah. "Hai Jackson. Apa kau melihat Grace?" tanya Edward ketika Jackson, rekan baiknya. Menghampiri Edward.                                 ---- "Panas sekali.." keluh Grace. Ia terus mengibaskan tangannya. Berharap angin kecil yang ditimbulkan oleh ayunan tangannya dapat mengurangi rasa panas yang terasa. Namun rasanya percuma saja. Rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuh Grace terasa semakin menjadi. Grace terduduk diatas kasur. Entah mengapa pria yang ia ketahui bernama Marko ini membawanya kemari. Padahal Grace sudah tidak tahan lagi. Sangat panas disini. "Aku akan membantumu menghilangkan rasa panas itu, mrs.Grace." Marko mulai membuka jasnya.  "Cepat lakukankah! Aku sudah tak tahan." Marko terkekeh. Ia mulai membuka kancing kemejanya. Satu persatu. "Apa yang kau lakukan." tanya Grace saat melihat Marko bertelanjang d**a. Marko mulai mendekat ke arah Grace.  "Bukankah kau butuh bantuan untuk menghilangkan rasa panas di tubuhmu." ujar Marko dengan membelai pipi Grace. Grace memejamkan matanya ketika merasakan kulit tangan Marko menyentuh pipinya. Ia ingin lebih. Lebih dari sekedar sentuhan di pipi. Logikanya menuntut.  'Dia orang asing, Grace. Apa yang kau lakukan!' Namun tubuhnya berkata lain. Rasa panasnya ditubuhnya mulai berkurang saat Marko membelai leher Grace. Tubuh Grace menginginkan lebih dari itu. "Singkirkan tanganmu" Grace mengucapkannya dengan keadaan mata terpejam seolah menikmati sentuhan dari Marko.  "Hanya ini cara untuk menghilangkannya."  Marko mendorong tubuh Grace secara perlahan. Sehingga kini posisi Grace tertidur. Marko kini berada diatas Grace. Ia menopang tubuhnya dengan kedua tangan, sehingga tubuh Marko tidak menindih tubuh Grace. "Kau benar-benar seksi dan menggoda." bisik Marko di telinga Grace. "Menyingkirlah. Apa yang kau lakukan. Aku kepanasan." keluh Grace. Ia mulai memukul-mukul d**a Marko. Marko langsung mengunci kedua tangan Grace. Sehingga Grace tidak mampu melakukan pemberontakan. Tanpa menunggu apapun. Marko mencium bibir Grace dengan kasar. Marko ingin melampiaskan segalanya. Nafsunya, gairahnya, kekesalannya, emosinya, dan juga dendamnya. Ia memagut bibir Grace. Tidak peduli apakah Grace akan kehabisan napas atau tidak. Yang ia inginkan hanyalah menikmati tubuh istri seorang Edward Jacob malam ini. Marko tersenyum sinis. Rencananya hampir berhasil. Setelah cukup lama b******u. Kini bibir Marko turun ke leher Grace. Dan meninggalkan bekas di sana. Grace yang bagai di sengat listrik reflek langsung mengalungkan tangannya di leher Marko.  "Kau sangat menggairahkan." bisik Marko sensual. Sedangkan Grace hanya mampu menutup kedua matanya. Marko mulai membelai d**a Grace.  "Jangan.." lirih Grace. "Awww..." Marko meringis. Ia terpental, dan tejatuh dari atas kasur. Marko merasakan pipinya di tinju seseorag.  Saat ia membuka mata, satu pukulan kembali di layangkan ke wajahnya. "b******k!" pekik Edward dengan emosi.  "Edward" Marko terlihat terkejut akan kehadiran Edward.  "Beraninya kau menyentuh istriku!" Bugh.. Kini Edward meninju perut Marko.  "Edward.." pekik Grace panik. Edward memberi bogeman mentah di wajah Marko dan menindihnya. "Kau b******n!"  Edward meninju Marko hingga keluar darah  segar dari ujung bibirnya. Bugh..  Bugh.. Edward memukul Marko berkali-kali. Sedangkan Marko tidak bisa melawan karena tenaga Edward jauh lebih besar dan lebih kuat. Grace yang baru menyadari ada seseorang yang datang bersama Edward segera meminta tolong. "Kau, tolong lerai mereka." ujar Grace pada pria itu yang sedari tadi hanya terdiam. "Biarkan saja Edward melampiaskan emosinya." Grace menggeram.  "Edward, dia bisa mati." Grace berucap.  "Biarkan saja dia mati." ujar Edward tanpa menoleh. Grace tidak tahu harus berbuat apa. Badannya terasa semakin terbakar dan kini di hadapannya Edward sedang menghajar pria yang hampir memperkosanya. Akhirnya Grace memutuskan mencoba melerai mereka. "Edward. Ku mohon hentikan. Lebih baik kita pulang." Grace menyentuh lengan Edward. Ia benar-benar memohon kali ini. Bukan karena kasihan pada Marko. Melainkan karena ia yang sudah tidak kuat menahan rasa panas di tubuhnya. Edward menoleh dan menatap Grace. Grace terlihat sedikit berantakan. Bibirnya terlihat bengkak. Dan Edward membulatkan matanya ketika melihat kissmark di leher Grace. Seketika emosinya kembali memuncak. Edward ingin meninju Marko lagi, lebih tepatnya menghabisi pria itu, namun ucapan Grace menghentikannya. "Ku mohon." lirih Grace. Edward menghela napas. Ia berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah sehabis menghajar Marko. Bugh.. Satu tinjauan terakhir mendarat di pipi Marko.  "Kau akan menyesal!" bentak Edward. Edward berdiri, begitu juga Grace.  "Ayo kita pulang." Edward segera memegang tangan Grace. Ia melangkah. Saat dihadapan Jackson. Edward memberinya sebuah perintah. "Tolong urus dia. Dan jangan beritahukan ini pada siapapun. Atau kau tahu akibatnya." ujar Edward dengan dingin.  "Baik. Kau bisa percaya padaku." Edward mengangguk. "Terimakasih." Lalu setelah itu Edward dan Grace meninggalkan kamar tersebut. Meninggalkan Marko yang menatap mereka dengan tajam. Edward tidak mengatakan apapun. Ia hanya diam sembari menarik tangan Grace akan mensejajarkan langkahnya. "Edward. Pelan-pelan. Tanganku sakit." ujar Grace. Ia kewalahan mengikuti langkah Edward yang sangat cepat. Apalagi tangannya yang ditarik oleh Edward membuat Grace merasa sedikit kesakitan. Mereka berdua memasuki lift. Sedangkan Edward hanya terdiam dan menatap lurus ke depan. Grace merasa semakin risih. "Kau mengenal Marko?" tanya Edward tanpa menoleh. "Edward. Tadi aku ber-" "Apa yang kau lakukan bersama Marko di dalam?" tanya Edward. Kini ia menoleh pada Grace dan menatap Grace penuh emosi.  "Aku merasa kepa-" "Kau berselingkuh dengannya?"  "Dengan si b******n itu?" Edward memojokkan Grace hingga tubuh Grace membentur dinding lift. "Dimana otakmu, Grace? Aku yang suamimu saja bahkan belum menyentuhmu. Dan pria b******n seperti Marko. Kau hampir bersetubuh dengannya di kamar terkutuk itu!" ujar Edward dengan emosi. "Edward, dengarkan dulu. Aku baru mengenalnya tadi." "Lalu apa, kau menggodanya dan dia membawamu ke kamar. Dan kalian bersetubuh?" "Jika aku tidak datang tadi. Mungkin kau sudah...." Edward memejamkan matanya. Ia merasa panas dan sangat emosi saat melihat pria lain menyentuh istrinya. Sedangkan Edward? Edward yang sebagai suami pun belum menyentuh Grace.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD