Chapter 15

1374 Words
Brug.. Edward membanting bunga mawar merah diatas meja. Meskipun tidak menimbulkan suara cukup keras namun kini Alex menatapnya heran. Edward memijit pelipisnya sambil bersandar pada kursi kebesaran. "Ada apa? Bagaimana dengan kencanmu?" tanya Alex lalu mendekati Edward. Edward tetap terdiam. "Apa dia menyukainya?" tanya Alex lagi. Kini tatapannya beralih pada mawar merah diatas meja Edward. "Mengapa bunga itu ada disini. Kau membawanya kesini? Apa Grace tidak menyukainya. Setahuku dia sangat suka mawar merah" tanya Alex yang penasaran. Edward merasa muak. "Bisakah kau diam!" bentak Edward. Alex tertegun. Meskipun Edward sudah sering membentaknya saat dia emosi. Dan Alex akan dengan sukarela menjadi bahan pelampiasan emosinya.  Namun ini adalah bentuk kemarahan Edward yang berbeda. "Dan berhenti membicarakan wanita itu!" ucap Edward lagi, kini ia berdiri dari bangku kebesarannya. "Dan satu hal lagi" Edward mengambil bunga mawar merahnya. "Pengetahuanmu itu sangat tidak berguna!" Edward menginjak dengan kasar bunga mawar merah yang dilemparkan kelantai. Alex bangkit dan berusaha menenangkan Edward. "Hey, apa yang kau lakukan." ujar Alex menghentikan perbuatan Edward. "Dia! Aku datang padanya seperti orang bodoh. Mengatakan bahwa aku sangat merindukannya. Memberikan benda-benda konyol. Tapi dia justru menjelek-jelekkanku dibelakang. Dia membicarakan keburukanku dengan temannya itu. Dan dengan angkuhnya. Dia ingin mengembalikan barang pemberianku." ucap Edward penuh emosi. "Dia bilang jika aku adalah pria yang tidak bisa menghargai wanita! Jika saja dia itu pria. Sudah kubunuh dia tadi" ucapnya lagi. "Tenanglah, Ed. Tenangkan dirimu. Para wanita memang begitu. Mereka suka bergosip" ujar Alex menyuruh Edward duduk kembali, berusaha menenangkan Edward. "Semua wanita sama saja." pekik Edward. Alex menghembuskan napas kasar. Ia sangat mendukung Grace dengan Edward. Setidaknya dapat memberikan sedikit perubahan bagi Edward. Namun ternyata Grace tidak sepenuhnya baik untuk mendampingi Edward. "Lalu bagaimana? Bukankah kau sangat ingin memiliki Grace?" tanya Alex. Edward kini menatapnya tajam. "Apa?" tanya Alex polos. Edward justru mengambil teleponnya. Menelpon seseorang. "Halo Lisa-" "...." "Oh ya maaf. Olive datanglah ke apartment ku sekarang juga."  "....." "Baiklah kutunggu" ucap Edward mengakhiri perbincangannya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Alex menatap tajam Edward. "Apalagi? Ya bersenang-senang. Sudah lama aku tidak membelai wanita. Mengejar wanita sombong itu hanya membuang waktuku saja" ujar Edward lalu berdiri. Alex menahan lengannya. "Kau sudah berhenti melakukannya sejak mengenal Grace, Ed." ucap Alex. Edward menyeringai. "Siapa bilang aku berhenti?" Edward terkekeh. "Sudah lepaskan. Aku ingin mengistirahatkan otak. Perempuan itu mencuci otakku, hingga aku kini terlalu memujanya." ucap Edward "Ed. Berhentilah melakukannya. Kau harus membuktikan pada Grace jika kau bukan pria b******n. Jika kau seperti ini. Sama saja kau membenarkan pemikiran Grace tentangmu." ucap Alex. "Ah sudahlah. Membuktikannya lain kali saja. Aku lelah saat ini. Aku malas berdebat denganmu" Edward menghempas tangan Alex, lalu ia melangkah meninggalkan ruangannya. Meninggalkan Alex yang menatapnya tajam. ----- Grace mengemudikan mobilnya dengan perasaan jengkel.  Bagaimana tidak. Baru saja tadi pagi ia berbahagia ketika terbangun mendapati seekor anjing lucu diatas ranjangnya. Dan lagi ia mendapatkan bunga mawar merah. Namun kenyataan pahit menghancurkan mood nya kini. Pria playboy yang beberapa hari tidak jumpai justru mengaku bahwa dirinyalah yang memberikan hadiah pada Grace. Dan dengan tidak rela, Grace mengutamakan gengsinya untuk mengatakan bahwa ia akan mengembalikan anak anjing itu. Oh, Grace sungguh tidak rela. Anjing yang ia namai Barbie itu bahkan belum genap 24 jam tinggal dirumahnya. "Kukira Ayah yang memberinya. Bagaimana bisa playboy itu tahu aku ingin anak anjing. Huh!" ucap Grace pada dirinya sendiri. Setidaknya ia masih waras saat ini dengan tidak mengendarai mobil berkecepatan tinggi hanya untuk melampiaskan emosinya. "Bisa saja dia hanya mengaku!" ucapnya lagi. "Tapi.." Grace menghela napas kasar.  Ia hanya berharap ia segera tiba dimansionnya dan bertemu dengan Ayahnya.                                ---- Grace membuka pintu mansion dengan terburu-buru.  Ia tahu betul ini sudah jam makan malam keluarganya. Dan ia sangat berharap sang kepala keluarga turut hadir dimeja makan. Grace bergegas menuju meja makan. "Ayah" pekiknya sedikit kegirangan. Semua yang ada dimeja makan menoleh. Mereka sudah tak heran akan sikap Grace yang terkadang berlebihan jika Federico sudah pulang dari bepergian jauh. Setelah memeluk singkat ayahnya, Grace segera duduk di kursinya. "Ayah. Aku sangat senang dengan oleh-olehnya. Rupanya sikap Ayah sangat manis. Aku jadi semakin sayang padamu." ucap Grace . Ia benar-benar ingin tahu apakah Barbie memang pemberian ayahnya atau pemberian si pria playboy. "Benarkah?" Federico terkekeh. "Kau baru saja tiba. Bagaimana kau tahu apa yang Ayah bawakan. Sedangkan bendanya ada dikamarmu. Dan kau langsung kemari bukan." ucap Federico Grace harap-harap cemas.  "Em, maksudku. Seekor anjing yang tadi pagi tiba-tiba ada dikamarku. Dan bunga mawar. Anjing itu kunamai Barbie. Itu Ayah kan yang memberinya?" tanya Grace. Akhirnya Grace merasa lega setelah melontarkan pertanyaan tersebut. Federico tertawa. "Itu bukan Ayah yang berikan." ucapan Federico membuat Grace mematung seketika. "Lalu siapa?" tanya Grace  "Itu Edward yang berikan." ujar Federico dengan tenangnya. "Edward Jacob?" tanya Grace lagi kini dengan raut wajah bodoh. Federico mengangguk. "Tadi pagi Ibu kan sudah mengatakan bahwa bukan Ayahmu yang mengirimnya." kini Angelina bersuara setelah dari tadi ia hanya menyaksikan acara interview antara ayah dan anak. Sedangkan Gabriella tetap saja asik dengan menikmati makanannya. Ia tidak peduli siapa yang mengirimkan anjing lucu menggemaskan itu. Yang penting ia sudah puas bermain seharian bersama anjing kakaknya yang bernama Barbie itu. "Em. Aku kekamar" ujar Grace.  "Makan dulu, Grace." ucap Angelina . "Nanti saja, Bu" Grace lantas berdiri. Ia bergegas menuju kamarnya. "Baru sebentar saja kau tergila-gila pada Grace. Tapi kini kau sikapmu sudah kembali, Ed. Sepertinya aku harus lebih keras membantumu" ucap Alex pada dirinya sendiri. ----- Dilihatnya Barbie sedang tertidur pulas diatas kasur khusus anjing yang berwarna pink.  Namun Grace tidak menyadarai sejak kapan ada kamar anjing disana. Seingat Grace tadi pagi belum ada.  Grace menajamkan matanya bahkan sempat beberapa berkedip hanya untuk memastikan ia tidak salah lihat. Barbie memang tidur disana. Grace melangkah mendekat. Apalagi ini. Apa ini juga ulah pria playboy itu.  "Oh, Barbie. Kau sangat menggemaskan saat tidur" ucap Grace pelan sambil membelai Barbie sehingga kini anjing itu sedikit menggeliat ketika merasa disentuh. "Aku tidak rela mengembalikanmu. Seandainya saja bukan pria playboy itu yang memberimu. Pasti kau akan selamanya tinggal disini. Menikah dengan Puppy. Membangun keluarga dan memiliki banyak anak" ujar Grace. Ia menghela napas. Gengsinya sangat tinggi. Namun tetap saja rasa tidak relanya lebih tinggi. "Sepertinya aku harus mengembalikanmu pada Edward." ucap Grace. "Mengapa dikembalikan." ucap Federico yang tiba-tiba muncul. Grace menoleh, dilihatnya sang Ayah yang melangkah mendekat dengan penuh ketenangan. "Grace, harusnya kau menerima niat baik dari Edward. Dia sudah berbaik hati memberikanmu hadiah. Tidak baik jika kau mengembalikannya." ucap Federico lalu mengambil posisi duduk disebelah Grace. "Tapi Ayah. Untuk apa dia tiba-tiba memberikan semua ini. Dan aku tidak bisa begitu saja menerima pemberian orang asing." ujar Grace. Federico tersenyum. Sikap putrinya masih sama. Mirip seperti dirinya. Dan jika saja Edward bukan anak Ludwig. Pasti Federico sendiri yang sudah mendatangi kediaman Edward dan mengembalikan pemberiannya. Hanya saja, situasinya berbeda dan Federico sangat mengetahui niat dibalik perlakuan Edward kali ini. "Edward bukan orang asing, Grace. Kau sudah cukup mengenalnya dengan baik." 'ya cukup mengenal dengan baik bahwa dia adalah seorang playboy' batin Grace. "Iya, Yah. Aku tau. Tapi tetap saja ini mencurigakan. Darimana dia tahu jika aku sangat menginginkan anjing." ucap Grace. Federico terkekeh. "Apa dia sudah mengatakan padamu jika kami bertemu di Las Vegas? Dia hanya ingin mengucapkan selamat untuk keberhasilanmu memenangkan kontrak, Grace." ucap Federico  Benar, Edward memang telah mengatakan bahwa ia tahu dari Federico jika Grace memenangkan kontrak. Ah bagaimana Grace melupakan itu. "Jadi Ayah yang memberitahunya jika aku sangat ingin memiliki anjing." ujar Grace . Federico mengangguk mantap. Grace menghembuskan napas kasar. "Oh my God. Mengapa Ayah melakukannya?" tanya Grace dengan nada mengeluh. "Ayah menerima telponmu ketika bersama Edward. Jadi Ayah menceritakan dengan jujur keinginanmu itu. Dan ayah tidak menyangka justru dia memiliki niat baik seperti itu." ucap Federico "Tapi Ayah. Aku akan tetap mengembalikannya." ucap Grace meskipun hatinya berkata lain. "Itu tidak sopan, Grace. Kita harus tetap menghargai pemberian orang lain. Kau tidak boleh mengembalikannya." Federico beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu. "Kau boleh saja mengembalikan anjing itu pada Edward. Tapi Ayah tidak akan mengizinkanmu memelihara anjing selain Puppy." ucap Federico membuat Grace membulatkan matanya. "Jadi esok temui Edward dan ucapkan terimakasih padanya." ucap Federico yang membuat Grace makin membulatkan matanya. Federico kemudian melangkah meninggalkan kamar Grace. "Pria Playboy!" Grace lantas menghela napas kasar. "Kenapa untuk masalah anjing seperti ini saja harus melibatkan si playboy." ucap Grace frustasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD