Chapter 28

989 Words
Alex memasuki pintu kamar Edward. Tidak perlu mengetuk terlebih dahulu, karena Alex sudah biasa melakukannya. Edward sedang fokus memainkan ponselnya sembari bersandar dikursi santai. Alex tersenyum. "Ada apa, Lex? Senyuman lebarmu itu bahkan sampai terlihat dilayar kaca ponselku" ujar Edward. Alex terkekeh. "Tidak. Kau tidak keluar malam ini, waw. Terlihat, aneh." ucap Alex sembari duduk disebelah Edward. "Bermain ponsel sepertinya lebih menarik. Dan ya, bermain ponsel bukanlah hal yang aneh." ujar Edward. "Kau? Edward Jacob mengatakan hal seperti itu? Memangnya ada apa dengan ponselmu? Apanya yang menarik? Bermain permainan barbie?" tanya Alex. Ia pun langsung tertawa. Edward berdecak sebal. "Aku sedang mengagumi kecantikan Grace. Dia benar-benar cantik." "Setiap wanita itu pasti cantik, Ed." "Tidak. Grace tidak hanya cantik. Dia bahkan sangat menarik. Membuatku mengaguminya hanya sejak pertama kali bertemu." "Tapi dia itu sangat sulit didapatkan." ucap Edward. "Kau yang kurang berusaha, Ed. Jika kau benar-benar ingin memiliki Grace. Kau harus menjadikan Grace satu-satunya wanita di hidupmu. Tapi pada kenyataannya. Kau masih saja bermain dengan para jalang." tutur Alex. "Aku hanya ingin memilikinya. Bukan berarti aku harus menjadi munafik."  Alex berdecak. "Itu bukan munafik, Ed. Kau hanya harus memperbaiki diri. Grace adalah wanita yang idealis. Dan dia sangat pemilih dalam hal pasangan. Kau tahu benar bukan, bahwa dia sangat tidak menyukai tipe pria yang bergonta-ganti pasangan." "Besok akan kupikirkan lagi." ujar Edward. Edward bangkit dari duduknya. Ia kemudian melangkah menuju ranjang. Meletakkan ponselnya diatas nakas.  "Kembalilah kekamarmu. Aku ingin istirahat" ucap Edward sebelum ia menutup matanya. ---- "Permisi, Ms.Grace" sapa Alex.  Grace yang sedang asik mengunyah makan siangnya pun menoleh. Dengan sedikit terkejut, ia tersenyum kearah Alex. Sedangkan Devani mendadak terdiam. Raut wajahnya berubah. "Maaf mengganggu. Jika tidak keberatan. Boleh saya minta waktu untuk bicara berdua dengan Devani?" tanya Alex dengan sopan.  Grace yang masih bingung pun menatap dengan tatapan penuh tanda tanya. Ia masih heran dengan kedatangan Alex yang tiba-tiba. Pasalnya, asistan Edward itu sama sekali tidak pernah muncul secara tiba-tiba disaat makan siang seperti ini. Grace menatap Devani yang sedari tadi hanya diam saja. Namun Devani seperti memberi kode yang tak Grace mengerti. Meski merasa bingung, dan penasaran. Akhirnya Grace memutuskan untuk pindah kemeja lain.  Diiringi tatapan tajam Devani, Grace mengangkat piring dan gelasnya untuk pindah kemeja lain. Sama seperti yang biasa Devani lakukan ketika Edward tiba-tiba muncul dan ingin bicara berdua saja dengan Grace. ----- Grace ingin sekali duduk disamping meja mereka agar ia bisa sedikit menguping mengenai apa yang mereka bicarakan. Namun sayang, hanya terdapat satu meja kosong yang letaknya agak sedikit jauh dari meja Devani dan Alex. Sehingga Grace hanya bisa mengamati dari jauh. Sambil mengawasi Devani dan Alex. Grace sesekali menyuapkan makanan ke mulutnya. Grace menoleh ketika ia merasakan ada seseorang yang baru saja duduk di hadapannya. Grace mendongak, rupanya Edward. "Kau?Apa yang kau lakukan disini?" "Menemanimu. Kau terlihat seperti orang bodoh jika makan sendiri seperti itu." jawab Edward. "Dan kau terlihat seperti orang gila, yang tanpa permisi langsung duduk dihadapanku." "Aku memang gila. Gila karena mencintaimu." ujar Edward dengan senyum mautnya.  "Apa yang dilakukan Alex disini ? Maksudku, ini pertama kalinya aku melihat dia disini. Dan dia ingin bicara berdua dengan Devani."  "Lihatlah, mereka berdua terlihat sangat serius." sambung Grace. Ia menunjuk Devani dan Alex. "Mereka berpacaran." ujar Edward santai. "Apa?!" teriak Grace. Beberapa orang pun menoleh pada Grace yang kembali duduk bersama Edward. Sehingga ada beberapa yang langsung berbisik-bisik dan membicarakan hubungan mereka. "Sepertinya aku harus membungkam bibirmu dengan bibirku, Nona. Pelankan sedikit suaramu." ucap Edward. Grace langsung menutup mulutnya "Tidak. Mereka? Maksudku . Tapi Devani tidak pernah memberitahuku." ucap Grace masih tidak percaya. "Berarti kau bukan sahabat yang baik. Kau tahu, mereka sudah berpacaran cukup lama. Bahkan sebelum kita bertemu, dan sebelum aku mencintaimu." ucap Edward. "Tapi, Devani. Dia tidak pernah mengatakan apapun. Kau pasti berbohong." ucap Grace. "Terserah kau percaya atau tidak. Memangnya untuk apalagi Alex kesini jika bukan untuk membicarakan hubungannya dengan Devani." Grace menatap Devani dan Alex. Mereka benar-benar terlihat sangat serius. Bahkan Alex menggenggam tangan Devani, dan mengatakan sesuatu dengan bersungguh-sungguh. Tapi mengapa Devani tidak pernah mengatakan apapun. Bahkan mereka sudah sangat lama berpacaran.  "Kau sebenarnya ada hubungan apa dengan Alex? Kalian tinggal bersama. Dan dia memanggil ibumu dengan sebutan Mommy. Seolah ibumu adalah ibunya. Tapi kau anak tunggal, dan tidak mungkin kan Alex itu saudaramu." tanya Grace. Ia baru ingat, jika ia masih penasaran dengan Alex yang terkesan misterius. Edward menatap Grace. Akhirnya, Grace mau berbicara dengan santai. Rasa penasaran Grace yang tinggi, membuat wajahnya terlihat sangat polos. Jika mereka berada diruang privat. Edward berani jamin, ia sudah langsung mencium Grace sepuasnya. "Dia itu sudah kuanggap lebih dari saudaraku."  "Edward, aku bertanya apa hubunganmu dengan Alex. Bukan anggapanmu mengenai dirinya." ujar Grace yang terlihat sangat penasaran. "Aku akan menceritakannya. Tapi tidak disini." "Lalu?" Grace menaikkan satu alisnya. "Mungkin jika kita makan malam romantis, aku bisa menceritakannya." Edward menyeringai. "Huh. Jika begitu. Aku akan menanyakannya pada Devani saja." keluh Grace. "Kau tidak lihat. Devani sedang marah pada Alex. Aku yakin dia tidak akan mau membicarakan tentang Alex padamu. Jika kau ingin jawaban cepat. Kau harus makan malam romantis bersamaku. Nanti akan kujemput." ucap Edward . Grace terlihat berpikir dan menimang-nimang keputusannya. Grace menghela napas. "Baiklah" akhirnya Grace menurut. Ia sangat penasaran dengan sosok Alex. Baginya Alex adalah pria yang baik. Dan pria bertanggung jawab. Ia yakin, Alex adalah sepupu dari Edward. Jika tidak, mana mungkin ia tinggal bersama Edward dan diperlakukan layaknya saudara. ---- Grace sudah selesai berias dan memakai gaun hitam selutut tanpa lengan yang membalut tubuh indahnya. Ia semakin terlihat cantik dengan rambutnya yang digerai indah. Sangat cantik, dan sempurna. "Tuan Edward sudah tiba, Nona." ujar seorang pelayan yang mendatangi kamar Grace.  Grace kemudian keluar kamarnya dan menuju ruang tamu. ---- Dengan anggun Grace melangkah mendekati ruang tamu. Disana terlihat Federico dan Angelina dengan senyum sumringahnya berbincang ria bersama Edward. Edward menoleh ketika Grace datang.  Seketika ia terbius akan pesona Grace. Sempurna. Entah kata apalagi yang sanggup menggambarkan betapa cantiknya Grace malam ini dimata Edward.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD