Chapter 26

1174 Words
Grace terkejut saat ia tiba dilobi kantornya, beberapa wartawan terlihat berkumpul seolah menunggunya. Dan para wartawan itu tersenyum ketika melihat orang yang di nantinya telah tiba.  Dengan cepat Grace dikelilingi oleh beberapa wartawan. Sehingga membuat Grace serasa mati kutu dan kebingungan. "Nona Grace, bagaimana hubungan anda dengan Mr.Edward. anda terlihat dekat dengannya?" tanya seorang wartawan. "Apakah kalian sepasang kekasih?" tanya wartawan lainnya.  Dan banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang lain dari beberapa wartawan. Lalu disertai mikrofon yang mengarah ke Grace, dan kilatan lampu kamera yang mengabadikan wajah Grace. Yang mungkin saat ini terlihat seperti orang bodoh.  Namun Grace berusaha berwajah datar. Ia ingat saat menonton acara infotainment dimana saat itu sang artis tetap berjalan dengan wajah datar dan mengabaikan para wartawan dan kamera yang terus memfoto dirinya. Grace berusaha seperti itu. Ia mulai menerobos kerumunan wartawan dan melangkah menuju lift. Dengan susah payah, akhirnya Grace berhasil menuju lift. Tentunya dengan bantuan beberapa security kantornya. Grace berusaha menormalkan hembusan napasnya setelah tadi sedikit berlari untuk menghindari wartawan. "Edward sialan!" pekik Grace. Baginya ini semua terjadi karena Edward. Suara ponsel terdengar. Grace mengambil ponselnya dari dompetnya lalu membulatkan mata ketika melihat id caller 'Mr.Ludwig' "Mati." ucap Grace.  "Apa Mr.Ludwig akan membicarakan berita itu juga. Oh Tuhan. Jangan sampai Mr.Ludwig memakiku dan memarahiku karena aku pergi makan siang bersama putranya." ucap Grace Dengan sedikit berdebar, Grace mengangkat telepon dari Ludwig tersebut. "Halo, Mr.Ludwig" ujar Grace dengan sedikit suara gemetar. " Halo Grace. Aku dengar , kedekatanmu dengan Edward tercium hingga ke media."  Grace tercekat. Tebakannya benar. Ia tidak tahu ia harus menjawab apa.. "Emh itu-" "Aku sangat mendukung hubungan kalian. Tapi sepertinya media telah lancang memanfaatkan kedekatan kalian untuk menghasilkan uang." ujar Ludwig  "Sebenarnya aku dan Edward hanya-" "Sepertinya lain kali, Edward harus membawamu ketempat yang lebih pribadi, jadi tidak akan ada wartawan yang mengetahui jika kalian makan berdua romantis." Grace tergelak. Kenapa bisa Ayahnya dan Ludwig berpikiran seperti itu.  "Tapi aku dan Edward hanya makan siang biasa, Mr. Kami hanya sebatas rekan kerja."  Terdengar kekehan dari seberang sana.  "Baiklah. Tapi ingat, Grace. Aku selalu mengharapkan wanita sepertimu kelak akan menjadi menantuku."  Lidah Grace menjadi kelu. Entah ia harus menjawab apa. Namun terdengar nada telepon diputus secara sepihak. Grace menghela napas. "Kenapa semua orang menjadi gila hari ini."  ----- "Bagus. Pria itu melarikan diri setelah berita itu menyebar dan merusak pencitraanku." ucap Grace menghela napas. Ketika pulang dari kantor, Grace memutuskan singgah di sebuah mall. Grace baru saja selesai berbelanja, ia berniat mencari makan dan saat ini sedang berada di eskalator serta mengobrol melalui telepon dengan Devani.  Dua hari berlalu, dan Grace selalu berusaha menghindar dari incaran para wartawan yang berniat mewawancarainya. Dan yang paling parah, Grace harus menyamar dengan menggunakan pakaian cleaning service agar tidak kenali.  Dua hari berlalu. Perlahan kabar itu mulai surut dan tak segempar hari pertama. Namun tetap saja, dampaknya masih merebak dikantor Grace dan dibeberapa pengusaha muda. Padahal bagi Grace, itu hanya berita basi yang sangat membosankan. "Dia tidak kabur, Grace. Mungkin dia hanya sibuk mengurusi pekerjaannya." ucap Devani. "Ah sudahlah, dia itu memang pria yang playboy dan tidak bertanggung jawab." ucap Grace. Ia kemudian masuk kesebuah restoran dimall. Dan duduk disalah satu sofa. "Bisa saja dia sibuk, Grace. Sudahlah, lagi pula beritanya sudah berlalu. Itu hanya gosip sesaat." "Tapi tetap saja itu sangat berdampak bagiku. Ayahku, Ibuku, bahkan Mr.Ludwig sampai menelponku. Yah kau tahulah. Aku merasa malu dan merasa tak enak. Lagipula Ed-" "Grace." suara seseorang membuat Grace terpaksa menghentikan ucapannya. Grace kemudian menoleh. "Mrs. Stefani?" ucap Grace terkejut. Dengan sigap Grace mematikan sambungan teleponnya dengan Devani. "Wah, kebetulan sekali kita bertemu disini. Kau sendiri?" tanya Stefani, Ibunda Edward. "Iya, Mrs.." ujar Grace tersenyum kikuk. "Panggil saja Mommy, Grace. Kalau begitu Mommy duduk disini ya. Mommy juga sendiri" ucap Stefani yang tanpa menanti balasan Grace langsung duduk dihadapannya. Grace hanya tersenyum. "Emh.. Mommy darimana?" tanya Grace. "Baru saja berbelanja. Sebenarnya Mommy baru kembali dari Paris. Dari bandara langsung menuju kemari." Stefani lantas meletakkan beberapa kantong belanjanya di bagian sofa yang lain. "Mommy berlibur?" tanya Grace. Seorang waiters datang dan Grace serta Stefani memesan menu masing-masing . Kemudian setelah sang waiters pergi, mereka melanjutkan perbincangan nya. "Tidak. Ada fashion show disana. Mommy sangat tertarik. Jadi dua hari yang lalu Mommy langsung pergi ke Paris." "Oh, iya kau kenapa pergi sendiri? Kenapa tidak bersama Edward?" tanya Stefani kemudian. Grace terdiam, dan mengerutkan kening. Jangan-jangan Stefani akan membahas mengenai Edward lagi. Sejujurnya Grace sangat bosan dan muak. "Emh, sepertinya Edward sibuk. Dan aku juga tidak berhak memintanya untuk mengantarku belanja." hanya itu yang mampu Grace ucapkan. "Ah iya. Dia ada di Korea. Bagaimana mungkin Mommy lupa." "Korea?" Grace tercengang.  "Kau tidak tahu? Wah sepertinya Mommy harus memarahi Edward karena pergi keluar negeri tanpa mengabari kekasihnya." ujar Stefani, Grace menoleh. "Kekasihnya? Maksud Mommy?" Grace bertanya. Ah, Grace lupa jika pria itu adalah pria  playboy. "Iya. Kekasih Edward kan kau, Grace." Grace membulatkan matanya.  Pasti Stefani sudah terpengaruh berita hoax yang belakangan ini selalu ditayangkan di televisi.  Grace pun tidak tahu harus berkata apalagi, namun ia tetap berusaha menampis asumsi Stefani. "Tapi aku bukan kekasihnya Edward."  "Tidak usah malu-malu Grace. Edward sendiri yang mengatakan padaku jika kalian menjalin hubungan spesial." ucap Stefani. Grace semakin membulatkan matanya. Itu artinya bisa saja Stefani tidak mengetahui berita itu. Ataupun mungkin Stefani sudah mengetahuinya. Namun ditambah pengakuan palsu dari Edward. Dan Edward mengaku-ngaku bahwa dia dan Grace menjalin hubungan? Grace tak habis pikir. "Tapi aku dan Ed-"  "Ayo kita makan dulu" ujar Stefani ketika waiters datang membawakan pesanan mereka.                                 ---- "Seharusnya Mommy meminta Daddy untuk menjemput. Aku sangat lelah jika harus masuk ke mall dan mencari keberadaannya" ujar Edward.  "Jangan begitu, Ed. Mommy adalah satu-satunya wanita di keluargamu bukan. Sudah kewajibanmu untuk menjemputnya." ucap Alex. "Hari sudah hampir malam, Lex. Dan Mommy masih saja sibuk berbelanja. Sepertinya dia tidak sempat berbelanja saat di Paris"  Edward menghembuskan napas kasar.  "Sudahlah. Biarkan Mommymu bahagia." Edward menoleh. "Apa ada info terbaru dari si wanita arogan?" tanya Edward.  "Wah sepertinya kau sangat menyukai Grace, hingga ada panggilan khusus seperti itu." Alex tersenyum. "Aku memang sangat menyukainya. Cepat katakan!" ucap Edward dingin. "Ya baiklah. Dia selalu saja membicarakan tentangmu. Seperti mengatakanmu pengecut karena beberapa hari ini tidak muncul di hadapannya. Ataupun mengeluarkan banyak sumpah serapah karena akibat ulahmu , dia harus memutar otak untuk menghindari para wartawan." tutur Alex. "Kenapa dia jadi menyalahkan aku. Dia pikir aku nyaman dengan pemberitaan itu. Nyatanya berita itu sama sekali tidak membuatnya merubah keputusan untuk menerimaku. Grace yang keras kepala, ck" ucap Edward berdecak. "Wanita memang seperti itu. Merasa selalu benar" Alex menghela napas.  Edward menoleh dan memandang Alex tajam. "Ada apa, Lex? Kau bertengkar dengan pacarmu itu? Tumben sekali kau membelaku" tanya Edward "Kita sudah sampai. Ayo turun." ajak Alex.  "Mengalihkan pembicaraan, hem?" "Sudahlah, Ed. Kau tahu aku dengan baik. Ayo sebaiknya kita cepat. Sebelum Mommy menceramahimu." ucap Alex "Memangnya kau tahu dimana keberadaan Mommy sekarang?" tanya Edward dengan menatap tajam Alex.  "Itu mudah. Ayo. Sebelum Mommy memarahimu dan melarangmu untuk keluar malam ini." ajak Alex. Edward lalu menuruti Alex untuk ikut turun mencari Stefani. Sekaligus untuk makan malam.                                     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD