Chapter 20

1002 Words
Detak jantung Grace terpacu dengan cepat. Jantungnya bisa saja loncat dari tubuhnya saat ini, atau mungkin ia hanya akan mematung karena gugup dan canggung. Sehingga Grace memutuskan menarik paksa tangannya dari genggaman Edward. "Akan kuambilkan obat untuk meredakan panasnya." ucap Edward. "Tidak perlu. Sudah baikan. Terimakasih" ucap Grace dengan sedikit mengibaskan tangannya. "Jangan keras kepala. Tanganmu bisa bengkak dan meledak." ucap Edward. Grace menatap Edward heran.  Grace menatap Edward heran.  "Ayolah, Ed, ini hanya kepanasan biasa. Nanti juga hilang. Kau, kau terlalu teoritis." "Tapi tanga-" "Tidak usah" potong Grace cepat. "Kau sepertinya tidak terbiasa meminum kopi. Hingga menyentuh cangkirnya saja sampai kepanasan. Apa mau kubuatkan minuman lain?" tanya Edward. Grace membenarkan pernyataan Edward, dia memang tidak terbiasa meminum kopi. "Tidak usah. Aku akan pulang." ucap Grace. "Pulang? Duduklah dulu disini. Dan lagipula aku tidak akan membiarkanmu menyetir dengan keadaan seperti itu." ucap Edward menunjuk tangan Grace dengan dagunya. "Aku masih banyak pekerjaan, Edward. Dan untuk apa aku disini. Bukannya kau belum memaafkanku." ujar Grace memasang wajah malasnya. "Baiklah, aku memaafkanmu. Tapi aku sendiri yang akan mengantarmu kembali kekantor." "Tapi aku membawa mobil" ucap Grace. "Aku yang akan menyetir mobilmu. Sudah kubilang aku tidak akan membiarkanmu menyetir dengan keadaan seperti itu."  "Astaga, Edward. Tanganku baik-baik saja. Sudahlah jangan berlebihan." Grace tetap berusaha menolak. Karena baginya Edward memang sangat berlebihan. "Aku akan mengantarmu. Aku tidak ingin kau kenapa-napa" Edward mulai berdiri. Ia berucap jujur. Ia tidak ingin Grace menahan sakit saat menyetir. "Edward, tanganku baik baik saja." Grace tetap bersikeras. Tangannya memang sudah tidak merasakan panas seperti tadi, hanya warnanya saja yang sedikit merah. "Kau bilang kau banyak pekerjaan. Ayo kuantar." ujar Edward. "Aku tidak menerima perintah, Ed"  "Dan aku tidak menerima penolakan." Edward bangkit dan memberi kode agar Grace mengikutinya. "Kau ini keras kepala." ucap Grace "Itu karena kau melawanku." "Tapi sikapmu itu berlebihan." "Kau ingin kembali ke kantormu. Atau masih ingin berdebat disini denganku?" tanya Edward. Dengan malas Grace berdiri dan melangkah menuju pintu.  Baginya Edward sangat sangat sangat berlebihan.  Dan tidak mungkin Grace akan terus berdebat dengan sang playboy. Jadi lebih baik, Grace mengalah agar bisa segera menjauh dari Edward dan menetralkan detak jantungnya. ------- Mereka melangkah menuju lift. Namun suara sang sekretaris menginterupsi. "Maaf, Mr.Edward . Saya hanya mengingatkan bahwa mr.Ludwig akan kembali lagi untuk membicarakan hal penting."  Edward hanya mengangguk lalu menuju ke lift. "Kau itu sibuk. Sudahlah, aku bisa pulang sendiri." ucap Grace didalam lift. "Aku akan mengantarmu." "Tapi kau ada pertemuan penting." "Hanya Daddyku. Dan aku masih bisa membicarakannya di mansion nanti." Grace menghembuskan napas kasar. Ia malas jika sudah beradu mulut seperti ini. "Tunggu, kau menyetir mobilku, Lalu nanti bagaimana kau kembali kekantor?" tanya Grace . "Itu mudah. Aku akan dijemput supir." jawab Edward  "Nah kalau begitu, suruh supirmu saja yang mengantarku." tawar Grace. "Tidak. Aku yang akan mengantar" ucap Edward tak terbantahkan. Grace akhirnya mengalah. ----- Mereka keluar dari lift dan langsung menjadi pusat perhatian. Semua orang menyapa Edward dengan hormat. Sedangkan beberapa karyawati tampak memandang sinis kearah Grace, namun Grace mengacuhkannya. "Pegawaimu menatapku terus." bisik Grace. Langkah Edward terhenti tepat didepan meja resepsionis. Grace pun menanti apa yang akan dilakukan Edward. "Berhentilah memandang wanitaku seperti itu. Atau kau akan kehilangan pekerjaan!" ujar Edward dengan nada datar , dingin menusuk. Semua pegawainya tertunduk takut. Terutama resepsionis yang tadi telah memandang Grace dengan jijik. "Ayo." kini Edward menggandeng tangan Grace. Grace ingin tertawa. Akhirnya ia bisa melihat wajah takut dari resepsionis yang sangat angkuh itu. ----- Grace baru menyadari Edward menggandeng tangannya. "Edward tanganku sudah tidak apa-apa. Lihatlah." Grace menunjukkan tangannya pada Edward. Edward pun memperhatikan sekilas tangan Grace. "Sudah kubilang aku akan mengantarmu."  "Tapi ini terlalu berleb-" "Mana kunci mobilmu?" Edward menagih kunci mobil Grace. Mereka berdua pun masuk mobil. "Anggap saja ini permintaan maafku karena seminggu ini membuatmu tersiksa dengan terus memikirkanku setiap malam." ucap Edward membuat Grace menoleh dengan tatapan tidak percaya. 'Bagaimana kau tahu, Ed?' batin Grace. ---- "Dia itu pria yang aneh. Tiba-tiba bersikap dingin. Tiba-tiba baik padaku. Dan tiba-tiba sangat berlebihan " ucap Grace pada Devani. Kejadian tadi masih terbekas di ingatan Grace. Bagaimana saat Edward dengan manisnya mengantar Grace kembali kekantor. Dan beberapa menit kemudianya, sebuah mobil mewah datang menjemput Edward. Tidak terlalu banyak yang mereka bicarakan selama diperjalanan. Hanya perbincangan singkat yang cukup hangat. Satu hal yang baru Grace ketahui. Ternyata Edward adalah pria yang menyenangkan. Tidak seburuk perkiraan Grace selama ini.  Rupanya Edward bisa membuatnya tertawa. Dan Grace benar-benar mengakui kali ini jika Edward sangat tampan. Ia mendeklarasikan fakta ini karena tadi ia memandang wajah Edward dari samping. Pahatan wajah yang sangat sempurna dengan hidung mancung, rahang kokoh, dagu yang cukup tajam. Dan bibir merah yang menggoda. Grace akui ia sampai melongo menatap Edward seperti itu, dan untungnya Edward tidak menyadari. Benar apa yang diucapkan Devani. Setelah dianalisa, Edward adalah tipe pria manis dan romantis. Kesempurnaan Edward hampir melengkapi daftar kriteria pria idaman Grace. Namun tetap saja, Edward tidak bisa menyanggupi poin utama . Yaitu, setia. "Dan dia sangat romantis Grace. Dia sangat mengkhawatirkanmu" ujar Devani. "Tapi itu sangat sangat berlebihan, Dev. Huh, kau tahu . Sebenarnya tadi aku hampir mati berdiri saat tau ada Mr.Ludwig diruangan itu. Tapi untungnya, Mr.Ludwig pergi tak lama kemudian." Devani tersenyum. "Untungnya dia mengerti maksud kedatanganmu" "Ha? Maksudmu dia tahu aku kesana untuk meminta maaf karena perbuatan bodohku?" tanya Grace panik. "Bukan.. Maksudku, dia mengerti jika kau membutuhkan waktu untuk bicara berdua saja dengan Edward." ucap Devani. "Huh kukira dia tahu." ucap Grace. "Omong-omong apa saja yang kau bicarakan dengan Edward?" tanya Devani antusias. "Dan apa saja yang kalian lakukan? Maksudku, kau kan hanya berdua saja dengan Edward."  Devani tersenyum menggoda dan menaik turunkan alisnya. "Ish, memangnya apalagi yang kulakukan? Seperti yang kau tahu. Aku hanya akan berdebat jika bertemu dengannya." ujar Grace. "Berdebat? Setahuku kau bukan orang yang pandai berdebat Grace. Apalagi jika berdebat nya dengan pria tampan seperti Edward." ucap Devani. "Dan pastinya kau akan hanya diam dan menunduk. Iya kan" sambung Devani. Grace mengangguk membenarkan. "Ah sudahlah, Dev. Kita melanjutkan pekerjaan saja." ujar Grace berusaha mengakhiri pembicaraan tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD