Ketakutan Gina

1243 Words
"Siapa kau?" tanya Gina saat melihat ada seorang pria berjas membelakangi dirinya. Pria itu langsung membalikkan badannya saat mendengar suara Gina. Gina tidak percaya saat melihat pria yang ia kenal mendatangi rumahnya, dan ini adalah pertama kalinya pria itu datang ke rumahnya. "Selamat siang, Nyonya Alex!" sapa pria itu dengan penuh penghormatan pada Gina dengan menyebut Gina sebagai Nyonya Alex, membuat Gina yang mendengarnya langsung dengan paniknya mendekati pria tersebut dan menarik pergelangan pria itu menjauh dari rumah karena tidak ingin Mamanya tahu kalau dirinya mengenal pria itu. "Pak Hans, ngapain kesini? Pak Hans lupa, pernikahan ku dengan tuanmu terjadi secara diam-diam." Ujar Gina dengan nada berbisik pada Hans. Yah, orang yang datang menemui Gina itu adalah asisten dari suami Gina, yaitu Hans. Hans dengan tanpa merasa berdosa mengucapkan kata maaf pada Gina, membuat Gina kesal. "Saya hanya ingin menyampaikan pesan Tuan Axel, kalau anda harus segera pulang, karena kalau tidak, Tuan akan marah besar, terlebih anda pergi tanpa sepengetahuan atau seizin dari tuan Axel." Ujar Hans yang membuat Gina terkejut. Gina terkejut karena Gina teringat tentang benih yang baru saja tertanam didalam rahimnya. Gina berharap, semoga dirinya tidak hamil dalam waktu dekat ini, karena Gina tidak ingin Axel tahu kalau di rahimnya tidak hanya ada benih Axel, tapi benih pria lain. Hans yang melihat Gina terbengong langsung menyadarkan Gina dan mengajak Gina untuk segera pergi. "Pak Hans pergi duluan. Saya akan menyusul. Sebentar lagi saya akan pulang. Beritahu tuanmu kalau aku dalam perjalanan." Ujar Gina dengan nada yang terdengar sangat pelan. Hans pun pergi, dan Gina kembali masuk ke dalam rumah. "Gina, siapa pria tadi?" tanya Lina dengan raut wajah yang terlihat sangat datar, terlihat sangat jelas kalau Lina tidak suka Gina berdekatan dengan pria yang tidak disukai oleh Lina. "Hanya teman, Mah." Jawab Gina seraya memperlihatkan senyumnya pada Lina. "Mah, mungkin akhir-akhir ini aku akan jarang pulang. Dan aku minta sama Mama agar Mama tidak perlu mengkhawatirkan aku, karena aku baik-baik saja. Aku janji, kalau terjadi sesuatu atau aku sakit, aku pasti akan menghubungi Mama. Karena mulai sekarang, aku mau jadi anak yang mandiri." Ujar Gina panjang lebar, dan tentunya Gina menggunakan alasan mandiri bukan benar-benar alasan itu, karena Gina pasti akan dilarang keluar dari rumah Axel. Gina sengaja menggunakan alasan mandiri karena selama ini sang Mama memang selalu menganggap dirinya sebagai wanita mandiri, yang artinya, sekalipun dirinya bukan wanita yang mandiri, tapi sang Mama selalu menganggap dirinya sebagai wanita mandiri, itu artinya sang Mama begitu sangat menginginkan dirinya menjadi wanita yang mandiri. Lina yang mendengar ucapan Gina langsung memeluk Gina dengan sangat erat. "Sayang, Mama tidak keberatan kamu jadi wanita yang mandiri, tapi bukan berarti harus jarang pulang ke rumah. Mama pasti akan merindukan kamu." Ujar Lina dengan suara Isak tangisnya, membuat Gina benar-benar merasa ngeri di hatinya karena mendengar suara tangis sang Mama. Kalau bukan karena alasan Axel, Gina juga tidak mau berpisah dengan sang Mama. "Mah, aku kan tidak pergi selamanya. Aku hanya jarang pulang ke rumah." Ujar Gina menahan tangis, mencoba menenangkan sang Mama, namun Lina masih tetap menangis, membuat Revan yang mengerti dengan situasi yang dihadapi sang adik langsung ikut membantunya. "Lebay amat sih, Mah. Padahal di rumah masih ada Revan." Ujar Revan yang sengaja melontarkan kata-kata tersebut agar mamanya kesal, dan menghentikan tangisnya, itu karena Revan ingin mengalihkan kesedihan sang Mama karena Gina. Lina yang mendengar ucapan Revan langsung melepaskan pelukannya dengan Gina, lalu Lina langsung menampol lengan Revan, yang dengan refleknya Revan langsung berjingkrak karena terkejut. "Mengganggu suasana saja." Ujar Lina dengan kesalnya Gina tertawa karena melihat sang Mama menjewer telinga kakanya, namun tidak membuat Revan marah, justru Revan merasa lega karena ia berhasil menghentikan tangis dua wanita yang sama-sama Revan sayangi. "Mah, aku minta anter Kak Revan ya. Ada tugas tambahan dari dosen." Pamit Gina yang langsung disuruh pergi oleh Lina karena Lina memang mengutamakan soal pelajaran. Gina pun langsung memeluk lengan Revan dan mengajaknya pergi. Lina melihat kepergian dua anaknya dengan perasaan bahagia, karena kedua anaknya selalu akur dan saling menyayangi. Memang inilah yang diharapkan oleh Lina dari kedua anaknya. Lina tidak ingin kedua anaknya saling mengalahkan dan memiliki sifat iri, tapi saling menyayangi dan saling mengasihi. "Kakak tidak tahu sebesar apa masalah kamu sampai kamu memilih tinggal di tempat lain daripada pulang ke rumah seperti biasanya." Ujar Revan dengan nada datarnya setelah mereka sudah berada di dalam mobil. Kali ini, Revan sudah memperlihatkan wajah tegas atau memperlihatkan sosok sebagai seorang Kakak. Gina yang mendengar ucapan Revan langsung meminta menghentikan mobilnya di tepi jalan, dan Revan pun menurutinya. Gina langsung memeluk Revan dengan sangat erat, menumpahkan air matanya dalam pelukan sang Kakak, membuat Revan merasa masalah sang adik benar-benar besar. Sudah menjadi kebiasaan Gina, kalau sudah merasa tidak mampu dengan masalah yang ia hadapi, Gina pasti akan menumpahkan air matanya pada Revan. "Kak, sekarang aku sudah bukan seorang gadis lagi!" ujar Gina dengan tangis yang masih tersedu-sedu, membuat Revan yang mendengarnya merasa terkena petir di siang bolong saat mendengar kata bukan gadis lagi. Dengan kasarnya Revan melepaskan pelukan Gina, dan mencengkram cukup kuat kedua pundak Gina. "Katakan dengan jelas, apa maksud kamu." Titah Revan dengan menekan setiap kalimatnya. Gina yang mendengar ucapan Revan langsung membuka tasnya dan menunjukkan buku nikahnya pada Revan, yang dengan cepat langsung diambil oleh Revan, lalu membukanya. Betapa terkejutnya Revan saat melihat foto sang adik berjejer dengan foto Axel, yang menunjukkan kalau Gina sudah resmi menjadi istri Axel. "Gina, apa kamu sudah gila! Kenapa kamu menjalin hubungan dengan dia!" teriak Revan dengan wajah penuh kemarahan, itu karena Revan tau seperti apa Axel pada Gina. Gina yang melihat kemarahan Revan semakin mengencangkan tangisnya. "Aku juga tidak punya pilihan lain Kak. Bukannya Kakak yang menyuruhku untuk meminta bantuan pada Axel." Ujar Gina karena melihat amarah yang tidak biasa dari sang Kakak. "Gina, Kakak menyuruhmu untuk mendapatkan bantuan dari Axel, tapi bukan berarti mau menikah dengan dia. Kamu kan bisa menggoda dia, dan membuat dia jatuh cinta sama kamu, bukan malah langsung menikah seperti ini!" bentak Revan seraya melempar buku nikah tersebut pada Gina, membuat Gina terkejut. "Cuma itu satu-satunya, Kak." Kata Gina lagi karena memang tidak mudah merayu Axel seperti yang diinginkan oleh Kakaknya. "Kakak tidak mau kamu disakiti sama dia. Sekarang kamu sudah terlanjur jadi istri dia. Kakak minta usaha kamu lebih keras lagi. Buat dia jatuh cinta sama kamu, karena kalau dia sudah jatuh cinta sama kamu, dia tidak akan menyakitimu." Ujar Revan dengan penuh kelembutan, karena Revan benar-benar takut Axel menyakiti adiknya yang menurutnya masih polos. Revan tidak tahu kalau Axel sudah menyakiti Gina bahkan kenjal Gina. Andai saja Revan tahu, entah seperti apa reaksinya kalau tahu yang sebenarnya nasi Gina di rumah Axel. Gina yang mendengar ucapan Revan langsung menganggukkan kepalanya, dan akan berusaha membuat Axel jatuh cinta, meski Gina juga tidak tahu apa ia bisa membuat Axel jatuh cinta pada dirinya, terlebih dirinya sudah kotor karena disentuh atau di tiduri oleh pria lain. "Jadi sekarang ini alasan kamu tidak pulang?" tanya Revan yang langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh Gina. Dengan cepat Revan langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah Axel, karena Revan tahu tempat itulah Sekarang yang menjadi tempat Gina untuk merasakan penyiksaan. Sesampainya di rumah Axel, Gina langsung turun dan meminta agar Revan segera pulang, karena takut Axel mengetahui kalau dirinya di antar oleh Revan. Revan mencium kening Gina dengan penuh kasih sayang, dan berdoa agar sang adik tetap baik-baik saja. Ceklek "Jangan memancing amarahku sialan!" Gina masuk ke dalam rumah Axel dan langsung disambut oleh tangan Axel yang mencengkram dan bahkan menekan lehernya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD