31. Keputusan Katnisha Genadi

1007 Words
Flashback On Daska mengajak Katnish untuk ke rooftop klub. Meninggalkan suara bising dan juga gemerlap lampu disko di dalam ruangan. Memilih mengobrol di bawah selimut semesta dengan jutaan bintang dan bulan sebagai cahaya yang menemani singgah mereka. Mereka duduk di salah satu meja dekat pembatas balkon, mengarah pada gedung gedung pencakar langit yang berdiri kokoh pada singgasananya. Ada beberapa orang yang berada di rooftop bersama mereka, saling memadu kasih atau berteman dengan angin malam tanpa mengatakan sepatah kata. Suasana di meja mereka juga sama. Hening. Tidak ada yang bersuara. Memilih menikmati angin malam yang menyapu lembut kulit wajah mereka. Menikmati jutaan lampu kota Jakarta dari ketinggian. Menerawang jauh hingga melintasi waktu ke masa lalu. Daska melirik ke arah Katnish, ia mengamati wajah perempuan itu secara terang terangan. Dari alis, mata, hidung, bibir penuh perempuan itu, rambut bergelombang yang berkibar karena tertiup angin. Lalu tangannya bergerak tanpa sadar membenarkan helaian rambut Katnish yang menutupi sebagian wajahnya. Katnish menoleh saat tangan Daska menyentuh wajahnya. Kedua mata mereka saling bersitubruk, retina hitam jelaga milik Daska menenggelamkan retina kecoklatan milik Katnish. Daska tersenyum menatap Katnish. Perempuan itu ikut tersenyum. “Apa ini? Kau secara terang terangan memperlihatkan ketertarikanmu padaku. Aku takut kau akan jatuh cinta lagi padaku.” Katnish tersenyum sinis, lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Daska menunduk, menggigit bibirnya lalu mengikuti arah pandang Katnish. “Bagaimana kalau aku memang jatuh cinta lagi denganmu?” tanyanya membuat Katnish menoleh cepat ke arahnya. “Apa? Aku tidak boleh mengatakannya?” Daska merasa heran melihat ekspresi Katnish saat ini. “Heh.” Katnish mendengkus sinis. “s****n! Aku akan membunuhmu untuk lelucon yang tidak penting itu,” omelnya kemudian. Dahi Daska berkerut karena merasa bingung. “Aku tidak pernah membuat hubungan menjadi sebuah lelucon, Kat.” Pria itu berkata dengan jujur. Katnish menatap wajah Daska dengan mata menyipit tajam. Menilai apakah ucapan pria itu memang jujur atau tidak. Oke, perempuan itu tidak menemukan kebohongan di mata Daska. Seharusnya ia juga tahu jika sejak dulu Daska tidak pernah bermain tentang suatu hubungan, meskipun ia punya banyak teman perempuan. “Kenapa? Kau sedang bertengkar dengan jalang itu?” tanya Katnish kemudian. Ia sudah tidak mendengar kabar tentang Daska dan kekasihnya sejak kejadian di Bali beberapa tahun yang lalu. Katnish sanksi jika hubungan mereka berakhir, jadi sudah pasti mereka sedang bertengkar hingga Daska mengucapkan kalimat melantur seperti tadi. “Jalang? Siapa maksudmu?” tanya Daska tak mengerti. Well, ia merasa tidak pernah dekat dengan perempuan lain. Maksudnya berhubungan serius hingga mantan kekasihnya mengetahui hubungan mereka. “Ups, sorry.,” sahut Katnish mengangkat satu tangannya ke udara. “Maksudku, kekasihmu,” imbuhnya kemudian enggan menyebutkan nama Jeva. “Heh, kekasih?” Daska jusru tertawa. “Aku belum memilikinya sejak putus denganmu,” imbuhnya tak acuh. "Hanya sedikit bermain main." Katnish menatap Daska tak percaya. “Das, apa kau sudah hilang akal? Aku tidak sedang ingin bercanda, jadi jangan membuatku menerka nerka,” omelnya karena merasa ada yang tidak beres dengan sikap Daska. “Bagian mana dari dialogku yang berupa candaan, Kat? Aku mengatakan yang sejujurnya tentang hidup sendiri semenjak berpisah denganmu, ah, tidak... maksudku, aku tidak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan lain. Aku hanya sedikit bersenang senang dengan mereka sejak mengalami hilang ingatan dan pergi ke Paris. Jadi kalau kau tany...” “Tunggu! Kau tadi bilang apa?” Katnish memotong ucapan Daska saat mendengar kata yang aneh menurutnya. “Apa? Aku hilang ingatan?” Daska balas bertanya karena tak mengerti. “Kau hilang ingatan? Sejak kapan? Jadi kau tidak ingat apapun?” tanya Katnish bertubi tubi. “Ehm, yeah, aku hilang ingatan, sekitar 3 tahun yang lalu dan aku tidak ingat apapun kejadian selama kurang lebih 5 tahun terakhir,” jawab Daska meskipun ia merasa hera dengan sikap Katnish barusan. Oke, sepertinya perempuan itu cukup terkejut dengan kondisinya yang hilang ingatan. “Berarti kau juga tidak ingat tentang Jeva?” Katnish pada akhirnya menyebutkan nama kekasih Daska. Menelaah ekspresi yang ada di wajah Daska saat ini, ia masih belum percaya dengan apa yang ia dengar dan ingin memastikan bahwa berita itu benar. “Jeva? Maksudmu Jevara?” tanya Daska semakin heran karena Katnish membawa bawa nama Jeva. Darimana perempuan itu tahu tentang Jevara? “Kau mengingatnya?” tanya Katnish, dalam hati ia merasa gelisah dan lega pada waktu yang bersamaan. “Dia sekarang karyawan di kantornya Prasta,” sahut Daska jujur. “Tunggu! Kenapa kau menanyakan Jevara? Kalian saling kenal? Sejak kapan? Apa aku juga mengenalnya sebelum dia bekerja di perusahaan Prasta? Kau tadi sempat bilang kalau Jevara adalah kekasihku? Maksudmu apa?” tanya Daska panjang lebar. “Tidak.” Katnish menggeleng cepat. “Bukan apa apa. Ehm, aku hanya mengetesmu saja, aku tidak tahu jika di kantor Prasta ada karyawan yang bernama Jeva.. Jevara,” imbuhnya kemudian mencoba mengelak. “Benar tidak kenal?” tanya Daska yang masih sanksi dengan ucapan Katnish barusan. “Hehm, tentu saja.” Katnish tersenyum canggung. Perempuan itu mengalihkan pandangannya ke depan, memilih menatap pemandangan yang terhampar di depan mereka dan menghindari tatapan Daska yang menyelidiknya. Daska tidak mengingat tentang Jeva. Apa sekarang waktunya aku berperan sebagai tokoh antagonis di drama ini? Flashback Off “Argh, s**l!” maki Katnish entah pada siapa. Perempuan itu tengah berada di ruang ganti, ada pemotretan dengan perusahaan aplikasi chat di Korea. Project terakhirnya di Negeri Gingseng ini. Sejak mengobrol dengan Daska semalam, fikirannya menjadi kacau, ia tidak menyangka akan segalau ini. “Waktu yang dimaksud Daska saat di pantai dulu,” gumam Katnish menatap pantulan dirinya di kaca ruang ganti. “Apa aku harus menggunakan kesempatan ini untuk merebut Daska dari Jeva? Hati pria itu sedang lemah, jadi mungkin aku ada kesempatan untuk mendapatkan Daska kembali.” Katnish menatap wajahnya sendiri, meneguhkan hati pada keputusan yang akan ia ambil. “Kat, time to work!” Jacob mengetuk pintu ruang ganti, memanggil katnish kaena persiapan pemotretan sudah selesai dan perempuan itu harus keluar ruang ganti. “Hehm, aku sudah siap,” sahut Katnish dari dalam ruang ganti. Katnish kembali menatap penampilannya. “Aku pasti bisa!” ujarnya mencoba menyemangati dirinya sendiri. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD