21. Rasa Penasaran Daska

1421 Words
DoubleU Corporation, Seoul, Korea Sebuah gedung megah yang didesain oleh arsitek asal Perancis, menjulang dengan gagahnya di area padat perkantoran kawasan jantung bisnis, Jakarta. Gedung ini didesain ala gedung-gedung Eropa. Pemilik dari bangunan ini memang sengaja memperkerjakan warga Perancis itu untuk mendisain kantornya, supaya terlihat beda dari gedung-gedung yang ada di daerah ini. Gaya Eropa klasik jelas kentara dengan pilar-pilar tinggi, serta ukiran-ukiran khas Eropa. Warna emas dan pastel mendominasi bagian luar dari gedung tersebut, dengan area halaman yang sangat luas disertai air mancur mewah di tengah-tengah taman dengan patung cupid mengalirkan air pada ujung panah yang di bawanya. Pada bagian depan gedung terdapat ukiran besar bertuliskan 'DoubleU Corporation'. Bangunan ini merupakan kantor pusat milik keluarga Adhyasta, tempat mereka mengelola semua usaha mereka di berbagai bidang. Beberapa orang hilir mudik memasuki gedung megah tersebut karena memang parkiran pegawai terdapat di samping kiri gedung sedangkan untuk pemilik dan jajaran direksi di tempatkan di tempat khusus pada bagian kanan gedung. Sebuah mobil mewah lamborgini putih memasuki kawasan depan gedung tersebut lalu berhenti tepat di depan pintu. Seorang pria tampan dengan setelan jas Armani warna hitam yang membalut kemeja hitam keluar dari dalam mobil tersebut dengan gaya adonisnya. Pria itu mempunyai aura yang membuat siapapun yang melihatnya terpesona. Hanya pria itu yang memiliki aura semenakjubkan itu. Tidak ada senyum di wajah tampan pria itu, namun siapapun perempuan yang ada di dunia ini pasti akan mempertaruhkan apapun yang mereka miliki hanya untuk berada satu gedung dengan pria itu. Dan beruntunglah, semua pegawai perempuan yang ada di DoubleU Corporation ini. Tanpa di minta seorang petugas valley menghampiri pria tersebut lalu meraih kunci mobil yang disodorkan padanya. Sedangkan si Adonis mulai melangkah memasuki gedung mewah itu dengan gaya elegan bak bangsawan. Langkahnya yang mantap langsung di sambut oleh sapaan dari semua pegawai yang berpapasan dengannya dan seorang pria yang membawa tablet di tangannya. Prasta terus berjalan melewati para pegawainya dengan tenang, pria itu tentu tidak usah repot menjawab sapaan dari mereka seperti biasanya. Pria itu langsung menuju lift khusus CEO dengan dinding yang terbuat dari kaca bening. Memberi perintah pada Asisten yang dari awal mengawalnya untuk memberikan rincian tentang jadwalnya hari ini. "Kiano, apa jadwalku hari ini?" tanya Prasta menoleh ke arah pria yang berdiri di sampingnya. "Jam 08.00 nanti, Anda harus rapat dengan wakil dari perusahaan Han Corporation. Mengecek syuting iklan koleksi baju musim panas, kemudian datang ke acara pembukaan Departemen Store kolaborasi dengan Lotte. Anda akan makan siang bersama Menteri Luar Negeri Indonesia di Kedubes. Setelah itu Anda free sampai nanti jam 7 malam, ada pertemuan dengan klien dari Singapura terkait masalah kerjasama mengenai pembangunan restaurant kita di Seoul,” jelas Asisten Prasta yang bernama Kiano. Denting lift berbunyi saat mereka sudah sampai di lantai teratas gedung. Mereka berdua keluar dari lift dan kemudian berjalan menuju ruang kantor Direktur Utama. 2 sekretaris sementara Prasta menyambut kedatangan mereka berdua. Membalas seadanya, dua pria itu hanya tersenyum tipis melewati meja sekretaris. Prasta berhenti sebentar di depan pintu ruang kerjanya. "Kiano, tolong kau cek persiapan rapat! Aku akan menyusulmu setelah mengecek emailku," perintah Prasta. "Baik, Pak." Kiano berlalu pergi dan Prasta masuk ke dalam ruangan dengan pintu warna hitam yang menjulang. ***** Prasta duduk di ujung meja panjang yang terdapat di aula rapat gedung DoubleU, pria itu berusaha menjaga emosinya paling tidak hingga rapat ini selesai. Tubuhnya dia sandarkan di kursi, kedua tangan dia silangkan di depan d**a dan tatapan matanya menatap bosan ke arah wakil dari perusahaan rekanan yang sedang melakukan presentasi di seberang ruangan. Pria itu terus mengocehkan hal-hal yang membuat Prasta semakin bosan. Tak sabar dengan keadaan ini, Prasta memutuskan untuk menyudahinya. “Kita akhiri saja rapat ini,” interupsi Prasta tiba-tiba. Suara yang tenang namun sarat akan keangkuhan itu membuat suasana yang tercipta setelahnya hanya keheningan tanpa adanya suara lain, bahkan rasanya tidak ada yang berani mengambil nafas saat menghadapi situasi menegangkan seperti ini. "Maksud, Bapak?” Pria dengan setelan jas warna coklat itu terlihat bingung dengan kalimat Prasta barusan. “Apa yang kau ucapkan dan apa yang tertulis di dokumen ini, semuanya sama 100%. Jadi untuk apa mengoceh panjang lebar kalau toh, kita semua sudah tahu inti dari apa yang kau presentasikan. Dan yang paling penting, aku tidak tertarik dengan proposal yang kalian tawarkan. Konsepnya terlalu standar, keuntungan yang kalian tawarkan terlalu berlebihan dan terkesan tidak masuk akal, sasarannya terlalu luas, bahkan dari segi perencanaan pemasarannya kurang detail," oceh Prasta panjang lebar. "Tapi, Pak. Saya―" "Saya memberi waktu Anda 30 menit. Saya berharap Anda bisa menyelamatkan file tidak berguna ini dengan presentasi yang membuat saya puas." Prasta melempar proposal yang dipegangnya ke tengah-tengah meja. “Anda justru membuang-buang waktu saya dengan presentasi membosankan seperti barusan.” Prasta bangkit dari kursinya. "Pak Prasta, tolong beri saya kesempatan untuk presentasi lagi," mohon perwakilan itu mencegat langkah Prasta. Seolah tak mendengar apapun, Prasta melewati pria itu begitu saja. Melangkah dengan gayanya yang angkuh tanpa memandang ke arah si perwakilan. Pria itu langsung berjalan ke pintu keluar aula rapat. Kiano mengikuti atasannya dari belakang. "Kiano, coret Han Corporation dari deretan perusahaan yang bekerja sama dengan kita. Aku tidak ingin DoubleU bekerja sama dengan perusahaan yang tidak serius dengan proyek ini dengan mengirimkan perwakilan mereka yang tidak becus seperti dia. Termasuk proyek besar dengan Jepang dan Korea," perintah Prasta pada Kiano sebelum benar-benar meninggalkan ruang rapat, kepergian Prasta tentunya membuat suasana canggung dari beberapa anggota yang terlibat dalam rapat. Rasa terhina jelas sangat dirasakan oleh perwakilan dari Multi Dimension karena Prasta secara terang-terangan menganggap bahwa dirinya tidak becus. Ditambah lagi rasa takut yang begitu dominan karena tidak bisa memenangkan tender kerjasama dengan perusahaan sekelas DoubleU Corporation. Entah bagaimana nasib pria itu nantinya saat kembali ke perusahaan tempatnya bekerja. Dipecat? Itu mungkin saja terjadi. ****** Daska duduk gelisah di ruang kerjanya, pria itu melirik jendela, meja kerja Jeva masih kosong. Tidak ada perempuan yang seharusnya duduk di sana. Ia tahu dari Naya jika meja kosong itu adalah tempat pegawai bernama Jeva. Ia lalu teringat dengan perempuan yang datang ke ruangan Prasta saat ia kali petama datang ke Korea. “Ck.” Pria itu berdecak pelan, lalu keluar dari ruangannya. Daska berdiri canggung di sebelah meja kerja Jeva. Tangannya mengetuk ngetuk meja tersebut hingga menimbulkan bunyi yang membuat semua orang menoleh ke arahnya. “Ada apa ya, Pak?” tanya Naya yang duduk di depan meja milik Jeva. Daska terlihat gelisah. Bingung harus bertanya atau tidak. “Ehm...” Ia kembali diam. Naya menunggu dengan sabar, walaupun ia heran melihat tingkah atasannya saat ini. “Jeva... dia tidak masuk kantor lagi?” tanya Daska pada akhirnya. “Iya, Pak.” Naya mengangguk membenarkan. “Saya sudah mengatakannya kepada pihak kepegawaian bahwa hari ini Jeva tidak masuk karena sakit,” jelasnya kemudian. “Oh.” Daska menganguk angguk. “Ya sudah.” Pria itu bbalik hendak pergi. Namun baru dua langkah, ia kembali berbalik menghadap Naya. “Kenapa lagi, Pak?” Naya tersenyum sopa ke arah atasannya. “Apa... Apa dia.. ehm...” Daska menggerakkan bibirnya bingung. Naya mengerutkan keningnya karena perkataan Daska yang tidak jelas. “Maksudku, apa Jeva sudah punya... ah, tidak... lupakan saja.” Daska berlalu pergi begitu saja. Pria itu masuk kembali ke ruang kerjanya. Naya semakin heran dengan tingkah laku Daska. Perempuan itu mengamati Daska dari meja kerjanya. “Yak! Ada apa dengan Pak Daska.” Ervan menghampiri meja kerja Naya untuk menanyakan apa yang dibicarakan oleh Daska tadi. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Sikapnya sangat aneh.” Naya mengangkat bahunya tak acuh. “Dia seperti ingin menanyakan tentang Jeva, lalu tiba tiba tidak jadi,” imbuhnya kemudian. “Hehm, kenapa Pak Daska menanyakan tentang Jeva ya? Apa karena dia absen dua hari?” Ervan bertanya tanya. “Hei, tentu saja tidak. Jeva tidak masuk karena sakit. Lagipula Pak Daska tidak bertanya dalam kondisi marah,” celoteh Naya. “Aku justru melihat ekspresi penasaran dan juga.... perasaan tertarik. OMG! Jangan jangan Pak Daska tertarik...” “Ck, tidak mungkin!” Ervan langsung membantah asumsi Naya bahkan saat perempuan itu belum selesai bicara. Naya hanya mengangkat bahunya tak acuh. Mereka berdua mencuri curi pandang ke arah Daska yang duduk di ruang kerja pria itu. Daska menggenggam ponselnya, ia baru saja meminta nomor telfon Jeva dari bagian kepegawaian. Sekarang nomor telfon Jeva sudah tersimpan di ponselnya. Jarinya bermain main di layar ponselnya, ia bingung apakah akan menghubungi Jeva atau tidak. “Ah, apa perduliku jika dia memang bertemu dengan kekasihnya atau tidak? Terserah dia mau bertemu siapa, itu bukan urusanku.” Daska mengomel lalu melempar pelan ponselnya ke atas meja. Membatalkan niatnya untuk menelfon Jeva.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD