5. The Fully Booked Woman

1039 Words
Percakapan, percakapan dan percakapan melalui pesanlah satu-satunya hal yang mereka punya. Tidak lebih. Tapi kenapa Kama merasa sakit dan kehilangan yang lebih besar dibandingkan saat bersama wanita-wanita lainnya? Kama pernah mendengar Dhika menjelaskan mengenai bahaya atas rasa bersalah yang berlarut-larut, rasa itu bisa menghancurkan diri kita lebih parah dari patah hati terhadap apapun. Jadi, mungkin inilah yang Dhika maksud dengan bahaya dari rasa bersalah. Kama merasakannya sekarang, sebuah neraka yang tak bisa dia hindari. Neraka kejam rasa bersalah. Kama cinta. Kama marah. Kama kehilangan. Kama merasa bersalah. Keempat hal itu menjadi rumus yang mengacaukan hidupnya sekarang. Rumus tidak masuk akal nan konyol jika dikaitkan dengan fakta tidak adanya hubungan apa-apa antara Kama dengan wanita itu. kenal secara langsung pun tidak, bertemu pun tidak, tapi kenapa sesakit ini? Lelaki itu tidak berbohong ketika memberitahu Dhika bahwa setidaknya kini ia merasa sedikit tenang setelah tahu bahwa perempuan itu masih hidup dan ada dibumi yang sama dengannya. Kama merasakan kelegaan yang luar biasa saat melihatnya berdiri kikuk di toilet malam itu. Bahkan saking lega dan terkejutnya, ia  telah sukses mengalihkan perhatiannya dari fakta bahwa perempuan itu berdiri disana dengan pakaian yang sangat minim dan tampilan yang akan membuat otak lelaki manapun konslet tiba-tiba. Setelah sekian lama, akhirnya Kama merasakan kedamaian saat mata mereka bertemu melalui kaca. Rasa tenang nan damai yang ia rindukan selama ini. Kama mulai berfikir bahwa Tuhan telah begitu baik padanya, bahwa inilah saatnya dia mendapatkan kembali apa yang selama ini hilang, bahwa akhirnya dia bisa menyampaikan segala amarah, cinta dan kekhawatiranya pada wanita itu. Malam itu semuanya terasa begitu tidak nyata dan tidak masuk akal, dari semua skenario pertemuan yang Kama ciptakan dalam khayalnya, tidak pernah sekalipun ia membayangkan untuk bertemu dengannya di toilet umum seperti ini, tepat setelah ia hampir kehilangan akal di dalam bilik toilet bersama seorang wanita dengan kecantikan bak dewi khayangan seperti Devina Jo. “Berapa lama lagi aku harus menunggu dan mencarimu…” Kama mengelus poto yang dia letakkan diatas rerumputan tepat di sisinya. “siapa lelaki itu, apa dia suami mu?”. Potongan-potongan gambar yang diambil dari rekaman kamera CCTV di dalam club itu menampilkan sesosok wanita yang Kama temui di bilik toilet, wanita itu berjalan keluar sambil merangkul dan menanggung beban tubuh seorang pria yang sedang mabuk dengan seluruh kekuatan tubuhnya. Mereka berdua keluar dari dalam gedung dan terseok-seok menuju mobil dengan susah payah. Hingga akhirnya mobil itu keluar dari area parkir dan tidak bisa ditelusuri lagi jejaknya. Di dunia yang modern ini, yang semua informasinya bisa didapatkan dengan mudah, yang kesemuanya bisa didapat dengan hanya satu sentuhan pada layar gawai, yang merupakan dunia minim privasi dengan adanya media sosial yang digandrungi banyak kalangan dan usia, di dunia yang seperti ini Kama selalu berfikir bahwa mustahil untuk seseorang bisa relevan dengan kalimat “bagai hilang ditelan bumi”, tidak ada manusia manapun yang bisa menghilang begitu saja. Kecuali orang tersebut benar-benar tidak pernah bersinggungan dengan internet sama sekali, menghilang dari pendataan penduduk atau meninggal (the worst case Kama doesn’t want to even think about). (Kemungkinan terburuk yang bahkan tidak pernah ingin Kama fikirkan). TAPI dia bisa melakukannya. Wanita itu mampu menjauhkan dirinya dari internet, dari hal yang dulu adalah candunya dan sangat mustahil untuk dia tinggalkan! Dia menghilang tanpa sedikitpun tanda-tanda kehidupan. Dia tak bisa ditemukan dimana-mana, bahkan oleh detektif yang telah Kama rekrut. Kenyataan tersebut membuat Kama sempat meragukan kewarasannya, membuat Kama bertanya-tanya, apakah yang terjadi padanya hanyalah imajinasinya. Mungkinkah semua interaksi itu, semua tawa dan percakapan mereka hanya terjadi didalam kepalanya alias tidak benar-benar pernah terjadi. Kama menggeleng pada pemikiran mengerikan yang mampir dalam benaknya itu. Malam itu, Dia muncul tanpa sepatah kata lalu menghilang begitu saja. Walau kalimat tersebut terkesan kejam dan menyakitkan, tapi ada rasa syukur luar biasa yang Kama rasakan, setidaknya semua ini bukan hanya imajinasinya, setidaknya wanita itu nyata dan benar-benar ada, setidaknya Kama masih jatuh cinta bahkan semakin jatuh cinta setelah berjumpa di dunia nyata untuk pertama kalinya. Kama membuka sebuah amplop coklat terbaru yang berisi laporan dari detektifnya, beberapa gambar CCTV menampilkan dua orang pria yang mendekati wanita itu ketika berjalan ke sisi kemudi setelah dengan susah payah berhasil memasukan pria mabuk ke dalam kursi penumpang mobilnya. Beberapa hari yang lalu ketika pertama kali menerima poto-poto ini, Kama tidak bisa menebak pembicaraan macam apa yang telah terjadi disana dan tidak pernah ingin tahu sedikitpun. Tapi kini, detektifnya kembali dengan nama dan identitas dua pria asing yang merupakan pengunjung setia di club malam itu sehingga cukup mudah bagi detektifnya untuk menemukan mereka berdua. Kama memandang nanar pada langit yang semakin mendung. Ia meremas kertas putih yang berada dalam genggamannya sejak beberapa menit yang lalu. Kertas yang berisi percakapan hasil investigasi detektif professional yang telah dia pekerjakan selama dua tahun terakhir itu. Dimas (25 tahun), menawarkan uang tunai untuk menemani selama beberapa jam. Soni (33 tahun), menawarkan transaksi banking untuk menemani sepanjang malam. Target menolak tawaran dengan alasan fully booked (sudah terpesan semua waktunya). “Parah sih, bro. Sexy banget dia, galak tapi sexy. Pasti bakal seru kalau booking dia!” “Sayang, ya, udah full booked. Andai aja punya contactnya, udah gue sewa setiap hari buat muasin si o***g gue” “Jadi kalian tidak punya contact nya?” tanya Ferdian dengan nada serius dan penuh antisipasi. Detektifnya itu pasti sudah merasa berada diujung tanduk. Dua tahun pencariannya selalu tidak menghasilkan apa-apa. “Boro, nama tu cewe aja kita gak tahu. Lo tahu dan punya contact dia emang?” Soni balik bertanya penasaran dan merasa cukup heran karena dirinya harus menjawab pertanyaan tentang seorang wanita asing yang sekilas dia temui beberapa waktu yang lalu. “Tidak, itulah kenapa saya bertanya pada kalian” Kama meremas alat perekam yang mengeluarkan semua suara percakapan itu dengan seluruh hasratnya untuk menghancurkan, mengaplikasikan seluruh kemarahannya pada kotak kecil berwarna silver yang ada di dalam genggamannya. Otot-otot tangannya menegang, membuat tubuhnya gemetar dan memusatkan seluruh kekuatannya pada lemparan yang sangat jauh hingga membuat alat perekam itu berhasil mendarat diatas permukaan air dan tenggelam tak berdaya di tengah danau yang dalam. Kalau Kama bisa, ia pasti sudah menenggelamkan ingatannya berbarengan dengan alat perekam nan malang itu juga. Ia gemetar, air dimatanya menggenang. Ia terlambat. Enam tahun, Kama. Kamu terlambat enam tahun lamanya! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD