"Hy mom.Hy dad" valen menyapa kedua orang tuanya yang duduk santai di ruangan keluarga. Ruangan itu sangat nyaman dengan desain klasik. Lukisan mewah terpampang rapi di setiap dinding. Corak ukiran eropa kuno menghiasi setiap sudut atas dinding. Lampu mewah kristal tergantung kokoh diatasnya.
Ruangan itu semakin elegan dengan perapian yang terletak di sudut ruangan. Sofa berwarna merah dengan ukiran yang di cat emas setiap sudutnya mengelilingi meja kaca bundar,yang diatasnya terletak bunga dengan vas kaca kristal.
"Ya sayang. Kau darimana? " jawab ibunya yang biasa dipanggil queen elizabeth.
"Keliling istana. Aku kagum dengan morgan yang membuat istana semegah ini. "
"Kau benar sayang. Tapi kakakmu itu tidak bisa membuat hati kedua orang tuanya bahagia." Ucap Robert yang merupakan ayah dari valen dan Morgan dengan nada sinis
"Robert. Jangan berbicara seperti itu. Kau hanya akan membuat morgan tambah tersinggung"
"Apa aku salah eliz? Semenjak kita datang dia bahkan tak menemui kita. Dia hanya berbicara dengan adiknya. Tidak dengan kita. Inilah sebabnya aku tidak mau datang kesini." jawaban robert jelas menunjukkan penyesalan bercampur kekesalannya, karena menuruti permintaan istrinya yang begitu merindukan putranya.
"Sudahlah. Biar nanti aku yang berbicara dengannya dad" ucap valen menenangkan kekesalan ayahnya
"Tidak perlu sayang. Mom akan menemuinya. Karena mom yang memaksa dadymu untuk datang kesini." elizabet mengusap lembut pucuk kepala valen. Ia bangkit dari duduknya dan pergi keluar dari ruangan itu. Untuk menemui putra yang sudah lama ia rindukan..
***********
Cristof masih diam menyembunyikan dirinya di balik pepohonan. Ia masih memperhatikan harleen dari kejauhan. Ia melakukan itu karena ia ingin menyaksikan secara lansung rencana yang sudah disusunnya sedemikian rupa akankah berjalan mulus
Harleen tidak merasa bahaya sedang mendekatinya. Ia memilih turun dari kereta kudanya untuk melihat sesuatu yang membuatnya berhenti. Harleen hanya menemukan bongkahan batu besar.
Matanya memastikan dengan pasti keadaan disekitarnya. Ia tidak melihat siapapun. Hanya kesunyian. Jalanan yang ia laluipun tidak terjal menurun. Dan entah darimana batu itu datang.
Saat ia yakin tidak ada yang perlu ia cemaskan harleenpun kembali menaiki kereta kudanya. Belum sempat ia memegang tali kendalinya seseorang mendekap mulut harleen dari belakang.
Harleen kaget luar biasa. Ia mencoba melepaskan dekapan tangan itu dari mulutnya. Ingin rasanya ia membalikkan badan untuk melihat siapa yang mendekap mulutnya. Namun sesuatu yang runcing dan ia yakini itu adalah mata pisau, ia rasakan menempel di belakang punggungnya.
"Kalau kau ingin selamat. Sebaiknya kau tidak berteriak dan melawan. Atau belati tajamku ini merenggut nyawamu"
Mata harleen terbelalak mendengar ucapan orang itu. Dari suaranya yang serak dan berat harleen tau kalau yang mendekap mulutnya seorang pemuda. Apapun perlawanannya tidak akan mampu mengalahkan kekuatan pemuda itu. Mengingat harleen hanyalah seorang wanita yang tingkat kekuatannya jauh lebih lemah dari kekuatan seorang pria.
Dengan kasar pemuda itu menurunkan harlenn dari kereta kudanya. Ia masih mendekap erat mulut harleen. Harleen berusaha memberontak. Namun usahanya tetap sia-sia. Mulutnya mulai terasa perih karena pemuda itu mendekap mulutnya sangat keras.
Pemuda itu mendorong kasar kepala harleen agar ia berjalan sesuai ke arah yang pemuda itu inginkan. Harleen berulanga kali mencoba melepaskan dirinya, ia bahkan menggigit telapak tangan pemuda itu.
Pemuda itu berteriak karna rasa sakit di telapak tangannya. Ia melepaskan dekapan harleen. Harleen memanfaatkan situasi itu. Namun sayang pemuda itu jauh lebih cepat darinya.
Rambut harleen kini menjadi sasaran pemuda itu. Ia menarik dengan kasar sehingga membuat kepala harleen mendongak ke atas. Kepalanya begitu perih ia rasakan. Seketika itu juga air mata mengalir dari pelupuk matanya. Ia meringis menahan perih.
" Wanita kurang ajar. Kau memang ingin mati ha?" bentak pemuda itu. Harleen melihat dengan jelas wajah pemuda itu sekarang. Tapi ia tetap tak mengenali pemuda itu. Pemuda itu semakin kasar menyeret harleen menjauh dari kereta kudanya..
"Apa yang kau inginkan dariku? Kemana kau akan membawaku? Lepaskan.....Lepaskann aku" teriak harleen. Pemuda itu tak mempedulikan harleen yang berteriak dan menangis tersedu.
Sepintas harleen mengingat wajah ibunya. Apa yang akan terjadi dengan ibunya jika dirinya tidak pulang. Air mata semakin deras mengalir dipipinya
**********
Satu tamparan mendarat di pipi wanita itu. Meninggalkan bekas warna merah menyala. Wanita itu meringis memegang pipinya. Morgan hampir saja membunuh wanita itu kalau saja Ibunya nya tidak melihat dirinya yang sedang melepaskan emosinya.
Elizabeth menaikan satu alisnya dengan simpul senyum tipis. Ia menemukan putranya menampar seorang gadis yang tampak lemah namun berpakaian mini seperti w*************a pada umumnya.
Elizabeth tau betul ia datang di saat yang tidak tepat. Ingin rasanya ia pergi dan pura-pura tidak melihat apa yang terjadi. Malu rasanya sebagai seorang ibu ia melihat putranya menampar seorang wanita yang entah berapa kali ia tiduri.
"Keluarlah. Aku ingin berbicara dengan putraku" elizabeth memberi perintah yang lansung dilakukan oleh wanita yang ditampar morgan tadi
"Apa yang kau lakukan mom?. Aku bahkan belum sempat memberinya hukuman."
"Kematiannya tetap tidak akan bisa memuaskan amarahmu morgan. Harusnya kau malu menampar seorang wanita di depan Ibumu sendiri"
"Cek.. Dia pantas menerimanya. Dia menggodaku dengan kasar. Aku sedang tidak berselera" balas morgan berdecak kesal
"Well.. Apa yang membuat kau kacau seperti ini?. Kau bahkan tak menemuiku hanya untuk sekedar bertegur sapa. Atau kau sudah lupa memiliki seorang ibu? Aku bahkan datang kesini jauh jauh karena merindukan putraku ini" elizabeth duduk di atas kasur berukuran king size milik morgan. Ia menundukkan kepalanya sebagai isyarat hatinya terluka. Morgan menyadari hal itu. Ia menghela nafas merasa bersalah atas perlakuan tidak sopanya kepada ibunya itu
Morgan sangat menghargai dan menyayangi wanita ini. Kebenciannya hanya membara untuk Ayahnya. Morgan berjongkok di depan elizabeth dengan salah satu lututnya menjadi tumpuan. Ia mendongak kan kepalanya untuk melihat wajah ibunya yang duduk di atas kasurnya
"Maafkan aku mom. Aku tak bermaksud melupakanmu. Hanya saja aku masih belum bisa melihat wajah laki-laki itu" morgan mengusap punggung tangan elizabeth
"Morgan,bagaimanapun juga laki-laki yang kau maksud itu ayahmu. Sampai kapan kau akan seperti ini sayang? "
" Hmmm Dia ayah yang sudah mencampakkanku hanya karena kesalahan kecilku. "
"Ya,Tapi dia memiliki alasan karena melakukan hal itu"
"Lalu kenapa dia tidak menjelaskan alasannya mom. Kau salah mom. Dia melakukannya tanpa alasan"
"Jika kau ingin tau. Cobalah berbicara dengannya."
"Ccek.. Tidak.....Tidak akan pernah" morgan lansung bangkit dari jongkoknya. Ia membelakangi elizabeth dan memandang ke arah luar jendela. Ingin rasanya ia membunuh seseorang sekarang untuk melepaskan amarahnya. Saran dari ibunya hanya memperburuk suasana hatinya.
"Well.. Kalau begitu aku akan tetap tinggal di istana ini. Sampai kau mau berbicara dengannya. Aku yakin kau tidak akan melawanku. Karna aku sangat mengenal putraku" ucap elizabeth dengan nada tegas. Morgan mengernyitkan keningnya mendengar ucapan ibunya.
"Dan sebaiknya mulai hari ini kau biasakan makan satu meja dengannya. Kau tidak perlu lagi menyuruh pelayan mengantarkan makananmu ke sini. Kau harus makan bersama di ruang makan" lanjut elizabeth. Morgan menujukkan ekspresi penolakan. Belum sempat ia menjawab, elizabeth terlebih dahulu pergi dari kamarnya. Morgan berteriak kesal. Teriakannya bahkan terdengar di seluruh penjuru istana.
Elizabeth tersenyum penuh kemenangan mendengar teriakan putranya. Ia lega karna putranya masih sama. Tidak bisa melawan perintahnya seidikitpun. Dan masih menghargai dirinya sebagai seorang ibu meskipun mereka sudah lama tidak pernah bertemu.
**********
Rosalinda menghentikan kereta kudanya ketika ia melihat sebuah kereta kuda berhenti di tengah jalan tampa pemiliknya, sepulangnya ia dari kota. Rosalinda meminta kusir pribadinya untuk memeriksa kereta kuda itu. Rosalinda memang seorang gadis berdarah bangsawan. Orang tuanya mewarisinya kekayaan yang cukuo berlimpah.
Banyak pemuda kalangan atas yang mencoba mendekati rosalinda. Kenapa tidak?. Ia memiliki wajah yang cantik dengan pipi tirus.bibrinya tipis berwarna merah. Kulitnya putih sepadan dengan rambut ikalnya berwarna hitam. Yang membuat setiap pria luluh ialah iris manik nya yang berwarna biru mempertajam tatapan matanya. Namun rosalinda masih belum menemukan laki laki yang cocok untuknya.
"Bagaimana cleo? Apa yang terjadi dengan kereta kuda itu?" rosalinda turun dari kereta kudanya menghampiri kusir pribadinya yang masih kebingungan memeriksa kereta kuda yang ditinggalkan pemiliknya itu. Ia tidak menemukan apa apa selain kantong yang berisikan kotak dan bertuliskan pesanan jahitan untuk seseorang.
Rosalinda membelalakkan matanya ketika ia mulai sadar kalau kereta kuda itu milik harleen. Ia mengenal betul kereta kuda sahabatnya itu. Belum lagi ciri khas tulisan tangan ibu harleen yang ditempel di kotak pesanan itu. Ia mengingatnya karna ia juga sering memesan jahitan baju pada ibu harleen.
"Sesuatu terjadi padanya cleo. Ya tuhan. Apa yang terjadii?. Dimana dia?"
"Dia siapa my lady? Apa kau mengenal pemilik kereta kuda ini?
"Cleo sebaiknya kau memeriksa dengan teliti. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatku" perintah rosalinda tegas. Melihat ekspresi panik majikannya cleopun mengerti kalau pemilik kereta kuda itu sangat berarti untuk majikannya. Iapun memeriksa lebih jauh kereta kuda itu.
Rosalinda menggigit ujung kukunya. Menunggu cleo menemukan petunjuk. Yang ada di fikirannya sekarang hanyalah harleen telah diculik vampir. Karna ia tau betul bagaimana harleen. Tidak mungkin ia meninggalkan kereta kudanya begitu saja di tepi hutan pinus.
"My lady.. Aku tidak menemukan benda lain selain kotak ini. Tapi aku menemukan jejak kaki seperti seseorang yang diseret pergi"
Rosalinda menepuk dahinya. Sudah pasti terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Rosalinda memerintahkan kusir pribadinya itu untuk mengikuti bekas jejak kaki yang ia maksud. Rosalinda bersumpah ia akan sangat menyesal jika mengabaikan sahabatnya. Yang sudah ia anggap adiknya sendiri.
"Harleen kau dimana?????"batinn Rosalinda