“Kamu baru pulang, Bee?” sambut Lenny sembari tersenyum manis, lalu senyumnya menghilang saat menemukan sesuatu yang salah pada ponakannya, “Kamu kenapa, Sayang?” Lenny memperhatikan mata Bintang yang terlihat sembab.
“Kemasukan debu, Tan. Bintang mau istirahat ya, Tan.” Bintang tersenyum kecil
“Ya udah kamu istirahat ya, Sayang.” Lenny mengelus puncak kepala Bintang dan mengecup keningnya. Hatinya dipenuhi sejuta pertanyaan saat ini, ia ingin bertanya apa yang membuat keponakkannya itu menangis, Bintang adalah anak yang kuat dan sangat jarang menangis, pada saat ia menjemput Bintang delapan tahun yang lalu di sebuah panti asuhan, Bintang tidak menunjukkan rasa sedihnya pada Lenny dan suaminya, ia tersenyum bahagia dan mengatakan ia suka tinggal di panti asuhan itu, ia tidak merasa sedih karena kepergian kedua orang tuanya, karena Bintang tahu walaupun jasad kedua orang tuanya sudah tidak ada di dunia ini, mereka berdua selalu hidup di dalam hatinya.
Bintang duduk di tepi tempat tidurnya, air matanya seakan tidak bisa di kontrolnya, ia selalu membayangkan ciuman pertamanya itu akan indah, ia berharap ciuman pertamanya dapat membuatnya merasa melayang dan mengangkat sebelah kakinya seperti adegan ciuman yang ada di film princess dairy, film yang disukainya itu. ia tidak tahu bahwa ciuman itu rasanya begitu menjijikkan dan menyakitkan. Ia melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi, dan menyikat giginya berulang kali, ia berkumur dengan cairan pembersih mulut berulang kali, apapun yang di lakukannya tidak dapat menghilangkan sensasi ciuman yang dianggapnya sangat menjijikkan itu.
“Apa itu namanya ciuman?rasanya menjijikkan, pake lidah-lidah segala, dasar cowok gila, dia benar-benar sudah gila, impian ciuman romantis yang bisa buat aku mengangkat sebelah kakiku itu sudah hancur berkeping-keping” Bintang berkata dengan bayangan dirinya sendiri yang terpantul di cermin yang ada di hadapannya.
“Bastian Hendrawan, aku benci kamu” Bintang berkata dengan penuh amarah.
“Bee..nak Adi datang nih.”Lenny berteriak di depan kamar Bintang.
“Aduh… bodohnya aku, sampai lupa sama kak Adi” Bintang menepuk jidatnya.
“Bee..kamu ngapain?” Lenny mendengus kesal saat tidak mendengarkan jawaban dari Bintang
“Maaf tan.. bilang aku lagi siap-siap, tolong suruh kak Adi tunggu sepuluh menit ya tan” Bintang berteriak dari dalam kamar mandi, dan segera menutup pintu berwarna putih yang berada di sampingnya itu, ia segera membersihkan dirinya, ia tidak menyangka Bastian dapat membuatnya lupa dengan Adi, lelaki pujaannya itu.
“Maaf kak nunggunya lama ya”Bintang berkata dengan nafas yang terengah-engah. Adi tidak mengatakan apa pun, ia terpaku memandang Bintang yang terlihat cantik malam ini, Bintang menggunakan rok selutut berwarna biru tua dengan blouse tanpa lengan berwarna biru muda.
“Kak Adi?” Bintang menggerak-gerakkan tangannya di hadapan wajah Adi.
“Maaf Bee.. nggak pa-pa kok, kamu cantik banget Bee” Adi tersenyum manis kepada Bintang
“Kak Adi bisa aja”Bintang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Kita jalan yuk Bee”Adi mengulurkan tangannya kepada Bintang, Bintang menerima tangan Adi dan tersenyum manis, ini bagaikan mimpi indah yang menjadi kenyataan bagi Bintang.
“Tante saya permisi mau bawa Bintang jalan ya” Adi berpamitan dengan Lenny yang berjalan mendekati mereka
“Iya hati-hati ya Di. Bintang jangan kemalaman pulangnya”
“Iya tante cantik” Bintang mencium kedua pipi Lenny dan pergi meninggalkan wanita separuh baya itu, Lenny menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengerti dengan Bintang, tadi ia pulang dengan mata yang sembab dan sekarang ia sudah kembali ceria dengan senyuman yang tidak pernah hilang dari wajahnya itu. ‘Anak muda zaman sekarang’ Lenny bergumam kecil dan tersenyum lebar saat melihat Bintang yang terlihat bahagia dengan memegang tangan Adi.
***
“Silahkan duduk my princess” Adi menarik sebuah bangku dan mempersilahkan Bintang untuk duduk di kursi itu.
“Makasih kak” Bintang tersenyum manis.
“Kamu mau pesan apa Bee?”Adi mengambil menu di hadapannya.
“Restoran ini udah mau bangkrut ya kak?kok sepi banget ya”Bintang berkata setengah berbisik, Adi terkekeh pelan mendengarkan pertanyaan Bintang.
“Mungkin juga Bee..mungkin makanan di sini nggak enak ya” Adi berkata setengah berbisik kepada Bintang
“Kita makan nasi goreng di pinggir jalan aja kak”
“Di sini aja Bee.. kasihan kan kalau memang restoran ini udah mau bangkrut, pemiliknya jadi kehilangan satu pelanggan terakhir” Adi menyengir kuda, ‘jangan donk Bee.. nanti rencana yang sudah aku persiapkan akan sia-sia’ gumam Adi dalam hati.
“Iya juga ya kak..kakak aja yang pesanin buat aku, aku bisa makan apapun”Bintang tersenyum lebar dan meletakkan menu yang sedari tadi dipeganginya.
“Ok ... aku pesanin buat kita ya?” Adi memanggil seorang pramusaji untuk memesan. Setelah menyebutkan nama beberapa makanan dan minuman Adi mempersilahkan pramusaji tersebut untuk meninggalkan meja mereka.
“Kamu ingat nggak Bee waktu kita SMA? Saat kelas kamu mengadakan drama snow white? Kamu yang terpilih jadi snow whitenya saat itu.”
“Ingat, Kak. Aneh ya yang milih aku buat jadi snow white? Aku ‘kan demam panggung, Kak dan aku udah nolak beribu kali loh.” Bintang mengerucutkan bibirnya.
“Maaf ya, Bee. Sebenarnya aku yang minta bu Siska buat milih kamu jadi snow white dan aku mau jadi pangerannya. Sayangnya, kita beda kelas.” Adi tersenyum kecil.
“Iiihh ... kakak jahat ... masa aku yang dinominasikan jadi snow white? Aku sampai demam dua hari karena mikirin harus naik ke panggung loh.”
“Ohh … kamu nggak masuk karena demam? Maaf ya, Bee. Aku benar-benar nggak tahu kalau kamu itu demam panggung.” Adi terkekeh pelan.
“Malah diketawain.” Bintang mengerucutkan bibirnya untuk yang kesekian kalinya.
“Aku ‘kan pengen dekat denganmu, Bee. Aku yang diminta untuk mendokumentasikan acara itu, makanya aku sering ada saat kamu latihan.” Adi tersenyum manis, Bintang menautkan kedua alisnya, ia tidak tahu Adi ingin dekat dengannya, selama ini ia hanya menganggap Adi itu bagaikan bulan dilangit, terlihat begitu dekat tapi sangat sulit untuk digapai. Ia selalu menganggap Adi sebagai mimpi yang tidak akan ingin dicapainya, ia sudah cukup puas bisa selalu mengamati Adi dari kejauhan dan tidak pernah bermimpi mendapatkan Adi.
“Apel ini nggak beracun, aku sudah mencobanya untukmu.” Adi mengigit sebuah apel yang berada di depan mereka dan memberikan apel itu kepada Bintang.
“Apel?” Bintang tampak bepikir dalam, “kak Adi yang meninggalkan apel yang sudah digigit itu di atas tasku?” Bintang melanjutkan perkataannya, ia merasa jantungnya terhenti saat ini juga, jika memang ini mimpi, ia berharap tidak pernah bangun dari mimpi ini, ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
“Iya … Bee ... aku.” kata-kata Adi terhenti saat ia merasakan sebuah tangan besar menepuk pelan pundaknya, ia membalikkan kepalanya untuk melihat siapa yang berhasil mengganggu acaranya.