“Tahu nggak, Bas?” Bastian menoleh. “Pasti nggak tahu ‘kan? Kemarin gue jemput Bintang di tempat kerjanya, terus semua temen kerjanya bilang kalau kita itu pasangan yang cocok loh.” Adi menyengir kuda, membuat Bastian jengah melihat kelainan jiwa sahabatnya itu. Akhir-akhir ini Adi tidak henti-hentinya bercerita tentang Bintang. Bintang inilah—Bintang itulah—dan selalu tentang Bintang.
“Dibilang gitu aja lo senengnya bukan main? Otak lo udah nggak waras, Di?” Bastian berkata sarkastis.
“Lo memang nggak bisa lihat sahabat lo bahagia ya? Menurut lo gimana, Bas? Gue mau nembak Bintang malam ini.” Adi tersenyum lebar, Bastian menaikkan sebelah alisnya, ia merasa heran melihat sahabatnya yang meminta pendapatnya.
“Tinggal tembak aja ngapain nanya-nanya pendapat gue?”
“Sensi banget sih lo sama Bintang! Jutek mulu kalau gue lagi ngomongin Bintang.”
“Lo tahu nggak, setiap hari lo tuh bicarain cewek itu tanpa henti, kuping gue sakit!” Bastian menutup kedua telinga dan menghela nafas panjang.
“Wajar kali, Bas. Namanya juga orang lagi jatuh cinta, makanya lo jatuh cinta, biar tahu gimana indahnya perasaan jatuh cinta.” Adi mengedipkan sebelah matanya, Bastian tersenyum masam.
“Kak Adi.” Adi membalikkan wajahnya saat seseorang menepuk pelan pundaknya.
“Hey Pat … Bintang ... mau makan ya? Sini gabung sama kami.” Adi tersenyum manis dan mempersilahkan Bintang dan Patricia untuk duduk di bangku yang sama dengan mereka.
“Bee ... kamu tuh niat makan atau baca buku?” Adi mengerutkan kening menatap Bintang yang sedari tadi sedang asyik dengan bukunya.
“Niatnya sih mau makan, tapi nanggung.” Bintang menyengir kuda dan kembali memandang buku yang ada di hadapannya.
“Baca bukunya nanti aja, kita makan dulu ya”Adi mengambil paksa buku yang tengah berada di tangan Bintang. Bintang menghela nafas panjang dan mau tidak mau ia menuruti kehendak Adi.
“Bintang malam ini ada acara? Kerja nggak?” Adi menatap lembut ke arah Bintang.
“Hari ini aku libur, Kak dan nggak ada acara sih, tapi aku mau belajar.”
“Belajar mulu, Bee. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat, mau ya? Cuma sebentar.” Adi memandang Bintang dengan wajah memelas.
“Hmm ...”
“Gimana?”
“Hmmm ...”
“Bintang ... jangan hmm ... hmm mulu, dijawab dong pertanyaan aku.”
Bintang tergelak. “Maaf, Kak. Aku ‘kan lagi berpikir.” Bintang tersenyum lebar, “Ok deh, tapi janji jangan lama-lama ya?” Bintang melanjutkan perkataannya.
“Nanti malam aku jemput ke rumah kamu ya, Bee. Jam tujuh.” Adi tersenyum penuh kebahagian mendengarkan jawaban dari Bintang, Bastian mendengus kesal, ia tidak tahu apa yang membuatnya begitu marah saat Bintang menerima ajakan Adi, ia tidak suka melihat Bintang dekat dengan Adi, ‘bukan..ini pasti bukan cemburu, aku cuma nggak mau Adi dipermainkan sama cewek ini, aku nggak mau cewek ini memberikan Adi harapan palsu’ Bastian mencoba meyakinkan dirinya bahwa amarah yang di rasakannya saat ini bukanlah rasa cemburu. Di sisi lain, Patricia memandang sedih lelaki yang sedang duduk di hadapannya, ia tersenyum masam memperhatikan Adi dan Bintang yang tengah tersenyum bahagia, mereka seakan larut dalam dunia mereka berdua. Perasaan di hatinya tidak pernah hilang sedikitpun, waktu yang selalu merubah segalanya tidak dapat merubah perasaan Patricia kepada Adi. Patricia dengan cepat merubah raut wajahnya saat Bintang melihat ke arahnya, ia tidak mau Bintang menjadi khawatir dengan melihat kesedihan di wajahnya.
“Pat.. lo dari tadi diam aja, Bastian juga..kalian berdua lagi puasa ngomong ya?”Bintang menaikkan sebelah alisnya, memandang kedua orang yang duduk di hadapannya, Patricia dan Bastian selama ini termasuk orang-orang yang tidak bisa diam dan tidak tahu mengapa ia merasa ada yang aneh dengan mereka berdua.
“Lo berdua dari tadi udah kayak radio rusak yang nggak bisa diem, jadi lebih baik kita dengerin aja” Bastian melotot ke arah Bintang, ingin rasanya ia menarik Bintang menjauh dari sahabatnya.
“Lo lebih bagus diem ya, lebih enak di pandang, kalau mulut lo udah mulai terbuka, gue jadi pusing” Bintang membuka lebar kedua matanya dan meleletkan lidahnya ke arah Bastian.
‘Drrtt..ddrrtt..’ Getaran dari ponsel Bintang menghentikan adegan perang yang baru akan di mulainya dengan Bastian. Bintang menekan tombol hijau pada ponselnya setelah melihat caller ID yang tertera pada layar ponselnya.
“Halo”Sapa suara lembut di seberang sana
“Ada apa Nit?”
“Gue mau kembaliin buku lo, gue di depan kelas nih”
“OK..gue ke sana tunggu bentar ya” Bintang segera memutuskan panggilan telfon dari Nita. “Maaf semuanya aku duluan ya.”Bintang melambaikan tangannya kepada mereka bertiga.
“Jangan lupa nanti malam Bee”Adi berteriak mengingatkan Bintang kencan mereka, Bintang mengacungkan jempolnya dan tersenyum meninggalkan mereka bertiga. Tanpa ia sadari sepasang mata elang milik Bastian terus mengawasi punggungnya yang semakin lama menghilang dari pandangan lelaki itu.
***
Bintang melihat jam yang melingkar di tangannya, jam sudah menunjukkan pukul tiga, tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu, ia berlari kecil menuruni anak tangga, langkah kakinya terhenti saat ada sebuah tangan besar yang menarik tangannya, wajah Bintang mendarat dengan sempurna pada d**a bidang seorang lelaki, lelaki itu memeluk tubuh kecilnya dengan erat, Bintang mendorong dengan kasar tubuh lelaki itu, ia melebarkan kedua matanya saat menyadari siapa yang memeluk tubuhnya.
“Lo gila ya”Bintang berkata dengan ketus
“Lo nggak boleh pergi berdua sama Adi” Bastian menarik tangan Bintang, dan menyudutkan tubuh Bintang pada tembok di belakang yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Kenapa? apa urusannya sama lo?” Bintang mengerutkan keningnya
“Karena gue nggak suka, jangan pergi sama Adi” Bastian berkata dengan wajah yang datar
“Lo bener-bener gila ya, ngapain gue harus dengerin lo”Bintang dengan sekuat tenaganya mendorong tubuh kekar Bastian, tapi usahanya seakan sia-sia, tubuh kekar itu masih saja tetap berdiri dengan tegak di hadapannya. Bastian tersenyum kecil melihat Bintang yang seakan menyerah dengan perlawanan yang tidak bisa di menangkannya. Bastian mendekatkan wajahnya dengan Bintang, Bintang melebarkan kedua matanya dan mendorong menjauh wajah Bastian, Bastian memegang tangan Bintang dan menempatkan kedua tangan Bintang pada bagian belakang tubuh kecilnya.
“Mau ngapain lo? lepasin gue!” Bintang berteriak histeris, Bastian dengan wajah datar membungkam mulut Bintang dengan bibirnya, ia melumat bibir Bintang dengan liar, Bintang menutup kedua matanya dan menutup mulutnya serapat mungkin, Bastian memainkan lidahnya pada bibir kecil Bintang dan melumat bibir Bintang dengan liar, Bintang yang seakan kehabisan nafas karena ciuman liar itu tidak dapat merapatkan mulutnya, Bastian tidak menyia-nyiakan kesempatan yang di dapatnya, ia memainkan lidahnya ke dalam mulut Bintang, setelah ia merasa puas menciumi bibir Bintang ia melepaskan ciumannya dan memandang wanita di hadapannya, ia terkejut melihat air mata yang mengalir di sudut mata Bintang, membuatnya merasa menjadi lelaki paling b******k di dunia ini. Ia melonggarkan pegangannya pada tangan Bintang.
“Gue benci lo..sampai kapanpun gue akan terus benci sama lo” Bintang mendorong dengan kasar tubuh Bastian dan menginjak kaki Bastian, ia berlari sambil menangis meninggalkan Bastian yang meringis memegangi kakinya. Bastian memandang sedih punggung Bintang yang terlihat bergetar, ia tidak tahu apa yang merasukinya, walaupun ia tampak tak acuh, ia tidak ingin Bintang dekat dengan Adi, ‘Gue udah ketularan gila nya Adi’ Bastian bergumam kecil, ia memijat pelipisnya dan memukul tembok di hadapannya.