"Sudah aku katakan padamu Mas, kita cuma buang-buang waktu saja datang ke tempat kumuh ini, menjijikkan!" ujar Delpina seraya mengusap-usap pundaknya seakan-akan banyak debu yang menempel.
"Diamlah!" bentak Aksa.
Delpina yang sejak tadi mengomel langsung menutup mulutnya sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sedangkan Sekar Ayu, gadis itu bahkan sampai gemetar melihat dua orang dewasa di depannya yang sedang bertengkar.
"Siapa namamu?" tanya Aksa yang masih menahan pintu dengan tangannya yang kokoh.
"Bu-kan urusan Anda, tolong pergilah dari rumah ini," jawab Sekar Ayu.
Aksa terkekeh "Kau persis seperti ibumu,"
Melihat ekspresi pria di hadapannya yang seakan-akan sedang mengejek dirinya membuat Sekar Ayu kesal, ia kembali berusaha menutup pintu.
"Tolong pergilah! atau saya akan teriak!" bentak Sekar Ayu.
Kini Delpina pula yang tertawa "Masih kecil sudah berani melawan orang tua, kau ingin mati ya?" ucap Delpina sembari menarik rambut Sekar Ayu.
"Argh ...sakit, tolong lepaskan!" lirih gadis kecil itu.
Aksa menarik lengan Delpina, ia sadar betul kalau Delpina masih kesal mengetahui dirinya yang memiliki seorang anak haram, dan istrinya itu sepertinya ingin meluapkan amarahnya pada anak haramnya itu.
"Berhentilah Istriku! gadis ini akan sangat berguna untuk kita di masa depan, lihatlah wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih mulus," bisik Aksa berusaha menenangkan istrinya yang sejak tadi tantrum.
Mendengar hal itu, Delpina mendadak tenang.
"Baiklah Mas," jawabnya.
Aksa berlutut lalu menggenggam tangan Sekar Ayu.
"Siapa namamu Putri kecilku?" tanya Aksa dengan suaranya yang pelan.
Sekar Ayu masih diam seribu bahasa, ia ingin menarik tangannya namun sepertinya Aksa menggenggamnya dengan erat seakan-akan memberi isyarat agar dirinya juga tenang.
"Jawablah atau kau ingin aku lempar ke jalanan?" ucap Aksa tersenyum licik.
"Na-maku Sekar Ayu,"
Suara tawa menggelegar keluar dari mulut Delpina, sedangkan Aksa hanya bisa menyeringai.
"Namamu sangat kampungan!" kekeh Delpina tertawa terbahak-bahak hingga ia mengeluarkan air mata di sudut matanya.
"Cukup Delpina!" tegur Aksa.
Sekar Ayu mengepalkan kuat-kuat tangan mungilnya.
"Nama itu adalah nama pemberian Ibuku, tidak satupun orang boleh menghinanya," ujar Sekar Ayu dengan tegas.
"Kau akan ikut bersama kami Putriku, bila menurut, kau akan mendapatkan hak sebagai anakku, daripada kau hidup sendiri seperti ini, apa kau pikir bisa hidup sendiri dengan usiamu yang seharusnya masih bersekolah? ingatlah Ibumu sudah mati, kini waktunya kau bersandar padaku," ujar Aksa dengan tatapan dingin.
Sekar Ayu tidak merasakan sedikit pun ketulusan kata-kata yang keluar dari mulut pria yang mengaku Ayahnya itu, meskipun Ibunya sering menceritakan bagaimana sosok Ayah biologisnya yang tega meninggalkan ia dan ibunya, namun ibunya selalu berkata agar tidak membenci ayah kandungnya sendiri, tetapi tetap saja Sekar Ayu merasa pria yang berdiri di hadapannya ini adalah pria jahat tak memiliki hati.
Tetapi apa yang dikatakan pria ini ada benarnya, bagaimana dirinya bisa bertahan hidup dengan usia yang masih muda seperti ini, menerima tawaran dua orang di hadapannya ini adalah satu-satunya cara agar ia bisa bertahan hidup daripada harus luntang-lantung di jalanan.
"Ba-iklah, saya mau ikut dengan kalian," jawab Sekar Ayu.
Aksa tersenyum lalu berdiri dan langsung mengusap puncak kepala anak haramnya itu.
"Baiklah, sekarang namamu adalah Agrinnia Celestine Darmayudha," ujarnya.
~~~
Sejak saat itu, Aku yang masih tidak bisa menerima mereka mengganti namaku terpaksa mengikuti semua kehendak mereka, bahkan aku kadang tak lagi ingat kalau namaku sejak lahir adalah Ayu, mereka membawaku ke kediaman mereka yang megah dan mewah, Aku diberikan kehidupan yang jauh lebih baik meskipun di rumah itu aku cukup menderita karena harus berhadapan dengan Delpina yang kasar dan cerewet, begitu pula dua adik tiriku Elsa dan Elmand yang suka menganiaya dan mengerjai diriku.
Tetapi aku selalu berusaha tegar setidaknya sampai aku bisa hidup mandiri dan pergi dari rumah yang seperti Neraka ini.
Kekerasan yang sehari-hari aku dapatkan baik berbentuk kekerasan fisik ataupun kata-kata kasar adalah makananku sehari-hari, Aksa Darmayudha yang merupakan Ayahku pun tak pernah memperhatikan diriku, seakan-akan kekerasan yang aku terima dari dua anak sahnya dan juga istrinya tak pernah terjadi. Aku tahu ia selalu menutup mata dan hatinya.
Namun aku bisa makan dan mendapatkan pendidikan Homeschooling sudah cukup membuat diriku berpuas diri, mereka juga mengajarkan diriku bagaimana bersikap menjadi wanita terhormat yang berasal dari kalangan atas.
Hari demi hari aku lalui, ada kalanya aku merasa sedih karena kedua adik tiriku bisa bersekolah diluar, berbeda denganku yang hanya menerima pendidikan di rumah, aku pernah mendengarnya mereka melakukan itu karena takut jati diriku sebagai anak haram Aksa Darmayudha bocor ke Publik dan itu bisa mencoreng nama baik Keluarga mereka.
"Anak haram! pergi dari hadapan kami, sebaiknya kau makan di dapur!" bentak Elsa.
Ibu tiri dan adik tiriku Elmand tertawa terbahak-bahak.
Yah, hari ini Aksa Darmayudha sedang tidak bersama kami, pria itu sedang berada di Amerika untuk melakukan perjalanan bisnis, seperti biasanya mereka akan semakin semena-mena padaku bila Papa mereka sedang tidak berada di rumah.
Dan satu hal yang harus kalian tahu, aku tidak pernah memanggil Aksa Darmayudha 'Papa ', meskipun sudah bertahun-tahun hidup bersama, rasanya mulutku sulit untuk memanggilnya Papa.
Di usiaku yang yang sudah menginjak 22 tahun, aku hanya perlu mengalah dan pergi ke dapur untuk menikmati makan siangku.
Di meja dapur yang sedikit berantakan aku hanya bisa melamun membayangkan nasibku yang malang.
"Kecantikan Ibu menjadi malapetaka untuknya, aku pastikan kalau diriku tidak akan mengalami apa yang terjadi padamu Bu, aku akan hidup lebih baik bersama pria yang biasa-biasa saja, aku benci pada semua pria kaya di dunia ini yang sudah semena-mena pada wanita miskin yang lemah," ucapnya dalam hati.
Sesuap demi sesuap nasi masuk ke dalam mulutnya sambil meneteskan air mata, sudah sepuluh tahun ia tinggal di kediaman Aksa Darmayudha namun rasa sakit akan kehilangan dan penderitaan Ibunya masih begitu terasa.
"Eh Non Agrin kok makan sambil nangis sih?" ujar Bi Lina yang membuyarkan lamunan Agrin.
"Eh gak kok Bi, Agrin cuma kelilipan aja," kekeh Agrin.
Bi Lina yang sebenarnya mengetahui apa yang terjadi pada Agrin hanya bisa tersenyum, di antara semua Pembantu yang ada di kediaman Darmayudha, hanya Bi Lina yang baik dan peduli pada Agrin.
"Sebaiknya Bi Lina jangan disini, nanti Nyonya Delpina yang galak marah loh," kekeh Agrin.
Agrin dan Bi Lina memang sering bersenda gurau dengan menyebut Delpina sebagai Nyonya yang galak.
Begitulah keseharian yang Agrin jalani selama 10 tahun terakhir ini.