BAB 8 || CEMAS

1179 Words
Keesokannya Arthur terbangun dari tidurnya ia merasa sangat pusing tapi dia tetap memaksa untuk pergi bekerja. Arthur menuruni tangga dan berakhir di meja makan. Di sana sudah ada Tabitha yang menekuk wajahnya. "Hai, What Happen with my little wife?" tanya Arthur. "Kenapa Om usir Tata kemaren? Apa karna Tata udah ngelanggar omongan om Arthur buat nggak pergi ke club?" "Kamu salah, aku tak pernah marah padamu hanya___" "Dia takut tak bisa mengendalikan nafsunya saat dibawah obat perangsang Ta," lanjut Brian yang tiba-tiba datang. "Brian benar aku tak bermaksud mengusirmu kemarin, aku tak ingin menyakiti mu Ta," terang Arthur. Mendengar perkataan Arthur, Tabitha merasa tersentuh karena Arthur rela tersiksa kemarin daripada menyakiti dirinya. Ia pun berjalan ke arah Arthur dan memeluknya. “Makasih Om." "Okey Tabitha sepertinya kamu harus pergi sekolah jika tidak kau akan terlambat," "Okey." Sebelum mereka pergi tiba-tiba seorang maid menghampiri mereka. "Maaf nyonya, ada yang mencari nyonya di depan," ujarnya. "Siapa?" "Temui saja mungkin sahabatmu," ujar Arthur. Tabitha pun berjalan ke arah pintu rumahnya. Ia membeku melihat seseorang yang dimaksud maid tadi, seorang pria bertubuh tegap, berdiri membelakanginya. "Clark?" panggil Tabitha "Morning Princess, bareng yuk." "Dari mana lo tau gue tinggal disini?" "Sebenernya gue cari tau sendiri sih, soalnya gue pernah ngikutin lo sampe sini." "Apa?" "Sorry, lo mau kan berangkat sama gue?" Di tengah perbincangan mereka supir Tata datang. "Mari nyonya saya antar." “Nggak usah pak, Nyonya bapak mau saya antar sama saya." "Tapi__" "Tak apa ya pak," ujar Tabitha. Karena merasa keinginannya mendapat persetujuan Tabitha. Clark pun menarik tangan Tabitha dan menghidupkan motornya, Tabitha pun menaikinya, mereka pun pergi. Di balkon Arthur menggenggam erat tangannya sampai memperlihatkan buku-buku jarinya. Ia mengeraskan rahangnya melihat istrinya bersama dengan pria itu lagi. “Clark Adderson tunggu saja apa yang akan kulakukan padamu," gumam Arthur *** Tabitha hanya diam di perjalanan berbeda dengan Clark yang selalu saja menggodanya. Ia memikirkan bagaimana reaksi Arthur saat melihatnya dijemput oleh Clark. Ia harus memilih sekarang. Karena terlalu larut dengan pikiranya Tabitha tak sadar kalau sekarang ia sudah sampai. "Ta, ayo masuk lo bengong terus sih? Ada apa?" "Gue nggak papa," "Lo tau Ta, ada satu lagu yang bener-bener mencerminkan situasi kita sekarang." "Lagu apa?" tanya Tabitha. "Rewrite The Stars, lo tau lagu itu?" "Iya, gue tau." "Gue harap kita bisa kek lagu itu happy ending dimana lo juga mau usaha buat sama-sama berjuang sama gue," ujar Clark. "Clark, gue mohon sama lo jangan kayak ini yah," ujar Tabitha. "Kenapa?" "Karena gue nggak mau suami gue mikir yang nggak-nggak tentang kita." "Yaudah kita affair aja Ta, jadi kan kita tetep ada hubungan selama suami lo nggak tau." "Lo gila Clark, nggak mungkin gue ngelakuin itu. Suami gue udah baik banget selama ini sama gue Clark, tolong lah lo mau kan ngertiin gue?" "Sorry Ta, gue nggak bisa," ujar Clark meninggalkan Tabitha. *** Tabitha memasuki kelasnya dengan pikiran yang kalut. Dia harus bisa membuat Clark mengerti kalau mereka tak bisa bersatu lagi. Hanya itu keputusannya. Tabitha duduk di bangkunya dan mulai mendapat teror pertanyaan dari ketiga sahabatnya tentang kejadian kemarin malam. "Dia nggak papa," jawab Tabitha singkat. "Ta, gue rasa lo lagi ada masalah ya? Cerita dong sama kita," ujar Dian. "Gue bingung kalian tau Clark udah berani datengin mansion gue dan parahnya dia batu banget gue udah minta dia buat ngejauhin gue tapi dianya kek gitu," ujar Tabitha. "What? Gila Clark berani banget," komen Amel. "Terus laki lo tau nggak?" tanya Fitry. "Ya itu masalahnya, gue pernah di kasih tau sama dia kalau semua yang terjadi di mansion dia bisa terlihat di HP dia, jadi gue... Arghh nggak tau lah!" "Mati lo Tabitha, kalau Arthur sampe tau Clark jemput lo. Kemungkinan nya ada dua kalo nggak berhentiin lo nya, pasti dia bakal berhentiin Clark," ujar Amel. "Gue udah berusaha ngomong sama Clark, tapi dia nggak mau dengerin." "Gue takut Ta, kalo misalnya Arthur tau Clark ngejer-ngejer lo terus bisa aja Arthur marah dan malah berbuat yang nggak-nggak sama Clark," ujar Fitry. "Gue juga takutnya gitu," ucap Tata. Tak lama seorang guru datang mereka pun kembali fokus untuk belajar. *** Tabitha pulang dengan wajah yang masam jantungnya berdetak lebih cepat memikirkan bagaimana ia menghadapi Arthur. Ia mengangkat sudut bibirnya kala bodyguard Arthur membuka pintu mansion untuknya dan seorang maid menyambutnya serta membawakan tasnya. “Kemana tuan?" tanya Tabitha. "Tuan ada di ruang kerja nyonya, sejak tadi siang beliau tidak turun untuk makan siang." "Baiklah terimakasih." Tabitha berjalan menaiki tangga dan berakhir tepat di depan pintu ruang kerja Arthur dengan ragu ia memutar knop pintu dan nampaklah Arthur yang sedang berkutat dengan berkas-berkasnya. "Om? Tata ganggu?" tanyanya. "Tidak, masuklah!" Dengan langkah pelan Tabitha melangkah mendekati Arthur dan duduk di hadapan suaminya itu. "Om, kenapa nggak makan siang?" "Saya tidak lapar." Tabitha membeku di tempatnya saat Arthur kembali dengan nada formalnya, tadi sebelum Clark ke sini Arthur menggunakan 'aku' dan sekarang berganti 'saya' Tabitha merasa kalau Arthur sudah melihat kejadian tadi pagi, ia menelan salivanya, dan mencoba berani menyerukan isi hatinya. "Maafin Tata Om, Tata nggak maksud bikin Om marah tapi jujur Tata juga nggak tau kalo Clark bakal jemput Tata." "..." "Tapi Tata janji nggak bakalan deketin Clark lagi, disekolah juga Tata udah mulai jauhin Clark kok. Jadi Om nggak usah khawatir." Arthur masih dalam mode dingin nya walaupun matanya menatap layar laptopnya tapi ia bisa dengan mudah menebak ekpresi yang Tabitha berikan, penyesalan. Hanya itu yang ia tangkap dari raut wajah Tabitha. Arthur tetap diam menunggu apa lagi yang akan dibicarakan Tabitha namun ponselnya berbunyi tertera nama ajudannya, Brian. "Iya Brian ada apa?" "Bos sepertinya kau harus ke Maldives sekarang, karena setelah membakar gudang nampaknya Damian berusaha untuk membobol sistem kita untuk mengetahui dimana pusat gudang kita. Jika Damian tau pusat kita di New York maka dia akan menguasai dunia Bos. Karena seluruh aset kita disimpan di sana. Jadi lebih baik kita bicarakan semuanya di Maldives agar Damian mengira kita hanya punya gudang terbesar di Maldives bukan di New York." "Maksudnya kau berusaha mengecohnya Brian?" "Iya bos, hanya itu yang bisa kita lakukan selama kita belum membereskan bed*bah itu." "Aku akan menuruti mu. Sekarang juga aku akan ke Maldives siapkan jet pribadi ku sekarang." "10 menit bos." "Bagus." Arthur menutup teleponnya. Ia berbalik dan mendapati Tabitha menatapnya dengan sedih. "Om mau pergi?" "Iya, mungkin sedikit lama. Tapi aku akan kembali." "Tata nungguin om." "Love you sweetheart." ujar Arthur sembari mencium puncak kepala Tabitha. Tak lama setelah kepergian Arthur, Tata keluar dan duduk di sofa ruang tengah ia termenung memikirkan cara agar Clark berhenti mengganggunya. Tak lama terdengar suara gaduh dari rooftop mansionnya, ia mendengar suara sepatu yang berjalan cepat ke arahnya. "Aku akan pergi, kau jangan berbuat macam-macam Ta." "Berapa lama?" "Ntahlah." "Take care," "Yes, wait me sweetheart." "I'll wait you husband," ujar Tabitha menggenggam tangan Arthur. "Bye" "Bye," ujar Tata diikuti Arthur yang berlalu terburu-buru menaiki tangga. Tabitha mengekori Arthur dan melihat kepergian suaminya itu dengan jet pribadinya. Ia sempat terkejut saat melihat jet di rooftop mansionnya. Setelah Jet itu hilang ia kembali turun dan memasuki kamarnya memikirkan apa yang terjadi esok pagi hingga ia pun terlelap. ***** TO BE CONTINUE
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD