Tabitha terganggu dalam tidurnya saat mendengar seseorang bercakap dengan menaikkan suaranya. Ia terbangun dari tidur nyenyaknya dan mendapati diri dalam sebuah ruangan asing. Ia panik, dalam pikirannya hanya ada satu pertanyaan, dimana dirinya sekarang? Tabitha mendekati suara orang tersebut namun ia sedikit terkejut karena seseorang yang sedang berteriak adalah suaminya, Arthur.
"BAGAIMANA BISA GUDANG TERBAKAR! DAN BAGAIMANA SI BREN*SEK ITU BISA MEMBAKARNYA! BUKANYA KALIAN SUDAH MENJAGANYA! JAWAB AKU ALEXANDER!" teriak Arthur sembari menghajar orang di depannya.
"Maafkan kami bos, Damian menyamar jadi kami kurang waspada," ujar orang tersebut.
Tabitha hanya bisa menutup mulutnya saat mendapati Arthur menodongkan sebuah pistol tepat dikening orang itu.
"Hancurkan gudang si bed*bah itu sekarang! Jangan sampai dia menyelamatkan apapun dari gudang itu! Jika tidak akan kupastikan kepala semua anak buahmu yang jadi gantinya," final Arthur sembari mengeluarkan seringaian nya.
Arthur berbalik dan mendapati istrinya berdiri diambang pintu ruang rahasianya dan sepertinya tengah terkejut. Arthur yakin Tabitha sudah mendengar pembicaraanya dengan Alex.
"Keluar sekarang Alex!" suruh Arthur.
"Saya permisi bos," ucap Alex.
Setelah kepergian Alex, Arthur melangkahkan kakinya menuju istrinya yang tampak mematung. Arthur berdiri tepat di hadapan Tabitha ia menyentuh kepala Tabitha dan mengelus lembut rambutnya. "Kenapa Om bentak orang itu? Dan gudang apa maksudnya?"
"Bukan apa-apa Ta, mereka tau konsekuensinya bekerja padaku. Kau tak usah memikirkan masalah pekerjaanku. Pikirkan saja masalah ujian mu yang akan datang."
"Itu artinya kalau Tata kerja sama Om berarti Tata juga bakal di bentak gitu? Terus di todong pake pistol segala lagi."
"Kamu hanya perlu diam di rumah Tabitha aku yang akan bekerja, lagi pula kau tak ku perbolehkan bekerja."
"Kita pulang sekarang? Ini sudah jam 9 malam," lanjut Arthur.
"Okey."
Arthur menelepon seseorang. "Lisa kau urus semua di ruangan ku. Bereskan apapun yang perlu dibereskan aku akan pulang cepat."
"..."
"Baiklah," ujar Arthur menutup telepon nya.
Tabitha dan Arthur pun keluar dari perusahaan dan masuk ke mobil Arthur. Dalam perjalanan Tabitha masih memikirkan maksud dari 'gudang' dalam pembicaraan Arthur kilasan ingatannya mengenai pistol yang ia temukan dalam ruang kerja Arthur pun kembali lagi memaksanya untuk menanyakan hal itu pada Arthur.
"Om, tadi pas Tata ke ruang kerja Om Arthur nggak sengaja ngejatuhin pistol. Terus di pistol itu ada ukirannya, kalau nggak salah namanya Regnarok apa itu Om?"
Arthur sedikit kaget saat mendengar pertanyaan Tabitha. Ia menatap iris coklat Tabitha. Dadanya bergemuruh saat perlahan tabirnya dikuak oleh istrinya. Namun ia tak bisa membiarkan itu terjadi belum saatnya Tabitha mengetahui sisi lain dari dirinya.
"Regnarok itu hanya ukiran biasa Ta. Aku tertarik mengukirnya dengan nama itu karna kurasa itu cukup mengesankan. Jadi aku mengukirnya. Dan masalah pistol itu, aku sengaja menyimpannya di mansion kau tau banyak dari pesaing ku yang punya niat jahat pada kita jadi aku menyimpannya untuk jadi pegangan ku saja."
"Owh, gitu," ucap Tabitha.
***
Tabitha bersiap untuk berangkat sekolah. Ia menuruni anak tangga dengan semangat yang tinggi pasalnya hari ini adalah hari ulang tahun dari Amel, sahabatnya. Ia mendudukkan badannya di meja makan berhadapan dengan Arthur. "Om, Tata mau minta izin, kayaknya Tata bakal pulang telat soalnya mau party sama temen di club deket sini," ujarnya sembari memasukkan makanan ke mulutnya.
"Tidak!" putus Arthur.
"Apa? Tapi kenapa om??"
"Club bukan tempat yang pantas untuk seorang siswi Ta."
"Tapi__"
"Tak usah membantah Tabitha."
Tata mengerucutkan bibirnya kesal. Ia pun beranjak dari meja makan tanpa menghabiskan makanannya. Ia berjalan cepat keluar Mansion dan memasuki mobil yang akan mengantarkannya ke sekolah.
Disisi lain Arthur menghubungi seseorang.
"I need your help Brian,” ujar Arthur.
"Katakan apa masalah mu bos?"
"Tabitha akan ke Club malam ini. Awasi dia jangan sampai kehilangan jejak aku yakin ia tak akan menyerah begitu saja Brian."
"Baiklah bos, kau tau kau dan istrimu itu sepertinya berjodoh sama-sama keras kepala. Baiklah aku akan mengawasinya dengan mataku sendiri."
"Lakukan dengan bersih Brian."
"Yes sir."
Arthur mematikan sambungan teleponnya.Dan bersiap untuk bekerja.
***
Kring... Kring... Kring...
Tabitha keluar bersama tiga sahabatnya dan berjalan ke arah kantin, ia pun duduk di salah satu meja kosong di kantin. "Guys, pokoknya gue nggak mau tau kalian harus ikut party sama gue ntar malem," ujar Amel.
"Gue ikut dong kapan lagi sih kita Party, waktu nikahan Tata aja kita nggak diundang," ujar Fitri.
"Iya jahat banget sih lo Ta, nggak ngajak kita-kita."
"Sorry guys itu juga mepet gue kalang kabut waktu itu."
Di tengah pembicaraan itu Tabitha selintas melihat Brian duduk di sekitar kantin. Walaupun dia memakai kacamata ia yakin itu Brian, dan pasti Arthur yang sudah menyuruhnya.
"Guys kalian harus tolongin gue, kalian liat nggak cowok diujung itu. Itu suruhan laki gue, dia pasti ngawasin gue. Pokoknya kalian harus bantuin gue buat lepas dari dia," ujar Tabitha.
"Oke gue ada ide___" ujar Diana sembari membisikan rencana yang mereka buat.
"Ekhm... Gue boleh gabung nggak?"
"Clark, silahkan duduk aja," ujar Amel.
Tabitha yang gugup langsung meminum jus apel yang dia pesan. Saat ia mengambil tissue Clark memegang tangannya yang sontak membuat Tabitha tersedak minumannya. Clark menepuk pelan punggung Tabitha. "Calm down Ta, gue nggak gigit ko. Nggak usah gugup gitu lah."
"Nggak ko."
Ketiga sahabat Tabitha saling berpandangan namun seruan Diana mengintruksi ketiga sahabat itu. "Ta, kita ke perpus dulu yah."
"Hah, buat apa kita ke perpus. Lo tobat Di?" tanya Fitri yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Amel.
Mereka pun akhirnya meninggalkan Tabitha dengan Clark. "Ta, lo tau kan kalo gue itu jomblo, gue juga tau lo jomblo."
"..."
"Gue tau dari temen-temen kalo lo itu suka sama gue," ucap Clark.
“Clark gue__"
"Gue suka sama lo Tabitha. Be my girl Tabitha."
"Clark gue nggak bisa, gue udah nggak sendiri."
"Lo bohong Ta, gue tau lo nggak punya pacar."
"Clark please gue emang suka sama lo tapi kita nggak bisa nyatu."
"Kenapa? Jawab gue Tabitha."
"Karna__"
"Apa? Lo masih suka kan sama gue?"
"Gue udah nikah," ujar Tabitha sembari menundukkan kepalanya.
"Kalo kayak gitu gue bakal ngerebut lo dari suami lo Ta."
"Clark are you crazy?"
"Yes im crazy because you."
"Clark kita nggak bisa nyatu, gue udah nikah dan lo, lo nggak bisa maksa gue buat nerima lo," final Tabitha meninggalkan Clark.
"I can do it," gumam Clark.
***
"We'll Party Now!" teriak Diana dalam mobil yang dikendarai Amel.
"You know im very happy, thank you Diana because you I’m free," ujar Tata. Mereka menaikkan volume musik keras dalam mobil yang sedang melaju membelah jalanan.
Tak berselang lama mereka pun sampai di depan Club. Mereka duduk di salah satu sofa yang sudah dipesan Amel. Mereka meminta beberapa botol wine, mereka pun meminumnya.
"Cheers for the birthday of Amel," ujar Diana.
Mereka pun sama-sama bersulang. Namun perhatian mereka teralihkan saat Fitri membuka suaranya. "Ta, itu laki lo bukan sih?" tanya Fitri.
"Mana ada sih Arthur ke sini," ucap Tabitha.
"Itu lo liat ke samping kanan lo!" Tabitha pun menuruti perintah Fitri yang diikuti juga oleh Amel, dan Diana.
"Eh iya Ta, itu emang laki lo," ucap Amel, tak berselang lama seorang wanita menghampiri Arthur, Tata sedikit terganggu dengan pemandangan itu entah mengapa dadanya bergemuruh melihat adegan di depannya
Apalagi sekarang dengan beraninya wanita itu memberikan minuman pada Arthur. Tata berusaha untuk mengacuhkannya namun, Amel bersuara.
"Ta, gue rasa lo harus ke sana deh, secara kan kalo cowok udah di goda gue takut bakal kejadian. Emang lo mau badan suami lo yang pelukable itu diambil ama cewek yang kek gitu?"
"Gue setuju ama Amel Ta, lo datengin tuh cewek."
"Dan gue juga mau lo ngasih tau ke cewek itu siapa lo Tabitha, you is his wife."
Mendengar apa yang dikatakan ketiga sahabatnya Tabitha dengan berani mendekati Arthur. Terlihat sepertinya Arthur kurang terkendali.
Tabitha mendekati Arthur dan langsung duduk di sampingnya. Hal itu tak luput dari pandangan wanita yang mengganggu Arthur.
"Why are you bothering him?" tanya Tabitha.
"Dia mangsaku, kau carilah yang lain," ujar si wanita diikuti kekehan dari Tabitha, ia pun mendekati si wanita dan mencengkeram pipinya.
"I'm sorry you fault, he is my husband and you do not think to bother him, or you will regret. I am Tabitha De Lavega you know me, bi*ch?" tanya Tabitha.
"Telepon Brian dengan ponsel ku Ta!" suruh Arthur.
"Okey." Tata mengambil Handphone Arthur dari saku jas nya.
"And you go away from here!" titah Tabitha, wanita itu pun pergi dari sana.
"Yes sir, why you call me?"
"Brian ini aku, bisa kau menjemput ku dan Arthur di club. Sepertinya Arthur mabuk."
"Tabitha? Tapi aku tengah mengikuti mu. Aku tepat di belakang mobil mu."
"Lupakan itu Brian ceritanya panjang, akan kuceritakan padamu nanti, datanglah dengan cepat ke sini!"
"As you wish Mam."
"Thank you Brian." Tabitha pun menutup teleponnya.
Ketiga sahabat Tata pun menghampirinya. "Ta, gue rasa cewek itu nyampurin sesuatu deh ke laki lo," ujar Amel.
“Maksudnya?"
Di tengah pembicaraan mereka Brian datang. Dan memapah Arthur keluar dari Club dan diikuti Tata di belakangnya. Tata menyenderkan kepala Arthur di pelukannya. Sesekali Arthur seperti bergumam namun Tabitha tak bisa mendengarnya. Hingga mereka pun sampai di Mansion. Arthur kembali dipapah oleh Brian dan beberapa bodyguard nya masuk ke kamar Arthur.
Di sana Tabitha agak cemas karena ia melihat keringat yang bercucuran deras di wajah Arthur ia mendekati Arthur. Dan mengusap lembut pelipis Arthur. Namun Arthur mencegah tangannya. “Brian, bawa Tabitha sejauh mungkin dariku, kunci pintu kamar ini sekarang." Tabitha kaget mendengar perkataan Arthur, marah kah sang suami pada Tabitha? Tak terasa air mata Tabitha membentuk sungai kecil di pipinya.
"Tapi Arthur-" ujar Brian
"Do it now Brian!!" sentak Arthur.
Brian pun menarik tangan Tabitha untuk keluar dari kamar Arthur. Dan mendudukkannya di sofa ruang tengah. "Kau tak usah cemas Ta, Arthur hanya takut tak bisa mengendalikan tubuhnya," ujar Brian.
"Kenapa? Memangnya ada apa?"
"Wanita sialan itu mencampurkan obat perangsang pada Arthur. Tanyakan lebih lanjut padanya nanti sekarang kau masuklah ke kamarmu Ta," ujar Brian pergi meninggalkan Tata yang termenung sendiri.
*****
TO BE CONTINUE