Pergi ke kondangan tanpa gandengan tidaklah semenyedihkan itu. Dunia nggak akan kiamat kalau datangnya sendirian. Nih, tengok aja Saira. Dia pergi tuh sendirian ke acara nikahan Sindi, nggak ada gandengan. Masih bisa tuh dia ber-haha-hihi sama teman segengnya, sambil makan pula. Boleh juga tuh berfoto-foto santuy.
"Mana nih si Mas Ganteng? katanya diajakin ke kondangan."
Kiran langsung merengut ketik mendengar jawaban Sindi. Masih ingat kan siapa Mas Ganteng di sini? Itu loh barista yang jadi gebetan Kiran. Dia nggak berhasil mengajak cowok ganteng itu ke kondangan, jadilah dia pergi sendirian tanpa gandengan.
"Katanya bakalan si mas bakalan mau lakuin apa aja buat lo, mana buktinya?" Saira ikut-ikutan.
"Apa sih! Rese! Jambak nih."
Aknes dan Saira auto menghindar ketika Kiran sudah berancang-ancang mau menjambak keduanya. Kiran tuh kadang emang suka main tangan, bar-bar sekali.
"Saira?" Tiba-tiba suara lain menyapa indera pendengar ketiganya dari belakang. Spontan Saira menoleh ke belakang, dan terkejut ketika mendapat sosok yang dikenalnya dulu. "Saira kan?" Orang itu bertanya untuk memastikan kalau dia tak salah orang. Ditambah lagi bodi Saira yang sudah berubah, dan make up yang membuat penampilan cewek itu agak berbeda ketimbang dulu. Namun masih bisa dikenali.
Saira mengangguk. Detik itu pula, perempuan yang memanggilnya tadi langsung memeluk Saira erat.
"Kangen banget. Lama kita nggak ketemu," kata wanita itu begitu ia melepas pelukannya. Namun kemudian tersenyum canggung kala mendapati dua pasang mata lain yang menatapnya penasaran.
"Apa kabar, Nad?" tanya Saira dengan sedikit canggung. Maklumlah, teman lama nggak pernah ketemu bertahun-tahun, sekalinya ketemu malah bingung mau ngomong apa. Teman lamanya itu bernama Nadia.
"Baik. Makin cantik aja lo, ya." Nadia terkekeh berusaha untuk tidak canggung amat.
Saira cuma bisa tersenyum tipis. "Oh ya, kenalin ini teman-teman aku. Kiran dan Aknes."
Nadia pun berkenalan dengan Aknes dan Kiran.
"Oh iya, lo udah ketemu Gara, belom? Dia juga datang ke sini." Nadia mengedarkan pandangannya ke sekitar berharap menemukan orang yang ia cari. Sementara Saira, jantungnya mulai deg-degan begitu tahu kalau mantannya itu juga datang.
Sejak perkataan Gara seminggu lalu yang mengajaknya untuk balikan lagi, Saira langsung menolaknya dan menghindari cowok itu. Sampai saat ini mereka tak juga salah sapa, meskipun dua hari lalu Saira datang ke rumahnya untuk mengajar Gemi.
"Gara! Oi, Gara!" Nadia melambaikan tangannya pada seorang cowok yang lagi asik nelepon di sudut ruangan.
Mampus sudah. Saira menundukkan kepalanya agar dirinya tak kelihatan. Tapi percuma, Gara sudah berjalan ke arah mereka dan berdiri di samping Nadia.
"Saira, nih. Akhirnya nih anak nongol juga setelah sekian lama ngilang." Nadia menunjuk Saira seakan-akan dia buronan.
"Gue udah ketemu Saira kali sebelum ini," tanggap Gara, lantas menyapa Saira seraya menaik-turunkan alisnya. "Hai, Ra!" Gara tersenyum, ia memandangi penampilan Saira dari atas ke bawah yang tampak cantik sekali.
"Kok lo nggak pernah bilang udah pernah ketemu Saira? Wah, kebangetan lo ya."
"Nggak sempet bilang waktu itu. Lo sama gue kan sama-sama sibuk sih."
"Ya kan, lo bisa we-a gue kalo lo ketemu Saira, 'nad, saira ketemu nih' gitu. Ah, kesel gue."
"Ya udah sih, sekarang kan udah ketemu."
Nadia dan Gara terus berdebat, seperti berada di dunia mereka sendiri. Saira udah nggak tertarik sama pembicaraan mereka, dan memilih menengok ke arah lain, tepatnya ke arah pengantin yang sibuk bersalam-salaman dengan tamu undangan.
"Ya ampun, ternyata kamu di sini, sayang. Aku cariin loh tadi."
Tiba-tiba suara asing menghampiri tempat mereka, spontan Saira menoleh tepat ke arah Gara dan seorang cewek yang nggak dia kenal tengah bergelayutan di tangan Gara.
Gara yang seperti kedapatan selingkuh, seketika mencoba untuk melepas tangannya yang digandeng cewek di sebelahnya, namun cewek itu malah semakin mengeratkan pegangannya. Mata Gara tertuju pada Saira, mendadak ia merasa gelisah di tempatnya.
Nadia melirik Gara dan Saira bergantian, ia menyadari suasana seketika aneh. Ia tahu, tatapan mata Gara ke Saira seperti ingin menjelaskan bahwa tak ada apa-apa di antara dia dan cewek seksi yang bermanja-manja di lengannya. Dasar playboy!
"Cewek baru lo, Ga?" tanya Nadia. Sebenarnya ia sudah tahu siapa yang dibawa Gara itu sejak masuk ke dalam ruangan, tapi Nadia bertanya lagi karena diam-diam ingin mewakilkan rasa penasaran Saira. Nadia tahu kalau Saira pasti pengen tahu siapa tuh cewek.
Gara memelototi Nadia yang keliatannya rese banget. Udah tahu nanya lagi. Gara lantas menoleh pada Saira yang justru kembali memandangi para pengantin yang terlihat bahagia.
"Eh, dipanggil tante Dini tuh. Ke sana, yuk!" Tiba-tiba Aknes bersuara, lalu mengajak Kiran dan Saira menuju ke mamanya Sindi. Mereka pun pamit pergi dari tempat mereka.
Saira seketika merasa berterima kasih kepada Aknes yang secara nggak langsung menyelamatkannya dari suasana yang canggung tadi. Aknes tuh peka banget emang, tahu kalau Saira tadi kelihatan nggak nyaman.
***
Saira berdadah-dadah ria dengan teman-temannya begitu mau pulang. Ia lantas menuju motornya di parkiran. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik dan diseret menuju ke tempat lain. Saira menjerit kecil, lalu kaget ketika melihat punggung cowok yang ia kenal.
Cowok itu membawanya ke sebuah lorong kecil di gedung pernikahan itu. Saira langsung melepaskan cekalan tangannya. Tempat itu remang-remang, dan Saira bisa melihat cowok itu menatapnya tajam.
"Apaan sih pake nyeret-nyeret!" protes Saira, sambil menatap Gara yang justru diam selama beberapa detik kemudian.
"Yang tadi itu, bukan pacar aku."
Hah? Jadi Gara menyeretnya ke sini cuma mau bilang itu? Ya elah, kirain apa.
"Terus?"
"Jangan mikir yang macam-macam."
"Kenapa juga aku harus mikir gitu?"
Gara terdiam. Matanya justru memandangi Saira dalam. Bahkan dalam keremangan, wajah Saira nampak sangat cantik sekali. Gara akui, ia terpukau akan penampilan Saira malam ini. Pakaiannya tidak terlalu terbuka, namun potongan gaunnya menunjukkan dengan jelas lekuk tubuh cewek cantik itu.
"Udah, kan? Gitu aja? Aku mau pulang."
Jujur Saira merasa sekujur tubuhnya memanas kala mendapati bola mata Gara memandanginya terus.
"Bilang dulu kalau kamu mau balikan sama aku, baru aku bolehin pulang."
Nih cowok bener-bener aneh ya. Dih, apa lagi itu senyumnya dibikin miring segala.
"Lucu ya, udah punya pacar malah mau nambah lagi. Mikir nggak kamu itu?"
"Ck. Kan udah kubilang, yang tadi itu bukan siapa-siapa."
"Bukan siapa-siapa apanya, manggilnya sayang begitu."
"Kamu cemburu?"
"Dih, amit-amit."
Gara tersenyum melihat wajah ketus Saira. Nah ini yang bikin kangen cewek ini, kalau lagi marah bikin pengen cubit.
"Plis balikan sama aku, ya?" mohon Gara lagi. "Atau nggak--" cowok itu menggantung kalimatnya, dan tersenyum miring pada Saira. "Atau nggak aku cium, nih."
Saira spontan melotot. Nih cowok bener-bener, ya.
Bersambung…