Seluruh karyawan Kalelard pagi ini disuruh berkumpul di lobi untuk menyambut kedatangan CEO baru.
Para staf perempuan bergegas merapikan penampilannya agar terlihat cantik ketika bertemu dengan pimpinan
baru yang konon katanya berwajah tampan dan seksi.
Hanya Kalila yang tidak penasaran dan tidak mempersiapkan diri seperti teman-temannya. Gadis itu bahkan berlari ke arah kamar mandi karena perutnya terasa mulas. Gara-gara terlalu banyak makan sambal saat sarapan membuatnya harus bolak-balik ke toilet.
Elard turun dari mobil setelah dibukakan pintu oleh supirnya. Pria itu berjalan melewati lobi dengan wajah datar dan berlalu begitu saja tanpa menyapa para karyawan yang sedang menyambutnya.
“Lak kok sombong gitu sih?”
“Ya, wajar kalau sombong orang gantengnya kelewatan begitu.”
“Mana seksi abis lagi. d**a bidangnya— uhhh, pengen aku buat sandaran ketika lelah.”
“Ngayal terus!” seru Kalila yang tiba-tiba datang dibelakang para sahabatnya.
Mereka berlima tergabung dalam grup rempong Kalelard. Anggotanya ada Nawa, Keysya, Dina dan Daniel. Kelakuannya mereka sama persis seperti Kalila.
“Heh, kamu dari mana saja?” tanya Daniel dengan berdecak kesal.
“Pasti sengaja mencr3t biar tidak ikut menyambut kedatangan CEO baru,” sahut Nawa.
“Ya apalagi alasannya selain itu,” kata Keysya.
Dina si paling baik membantu sahabatnya yang selalu memberikan petuah tentang percintaan. “Lila memang mulas karena kebanyakan makan sambal cumi,” ujar gadis itu.
Sementara Kalila hanya menghendikan bahu acuh. Tanpa mau repot memberikan penjelasan pada keempat sahabatnya.
Gadis itu pun meninggalkan lobi lebih dulu. Berjalan menuju ke arah lift untuk membereskan barang-barangnya.
Karena mulai hari ini dia akan menjadi sekretaris CEO baru sekaligus selingkuhannya. Jadi, tanpa perlu diundang dia akan datang sendiri.
“Tunggu—” teriak para sahabat Kalila saat pintu lift akan tertutup.
Kalila mundur kebelakang ketika kotak besi itu mulai terisi penuh. Tubuhnya disandarkan pada dinding lift. Sementara tangannya merapikan rambut ke belakang lalu mengikatnya seperti ekor kuda.
Leher jenjang Kalila kini terpampang nyata meski dia memakai kemeja putih berkerah tinggi. Rok yang dipakainya model pensil warna abu-abu dan sepatu berhak tinggi. Penampilannya selalu terlihat sempurna setiap datang ke kantor.
“Kamu pindah ruangan Wa?” tanya Daniel.
“Nggak perlu pindah karena Pak Elard tidak mau menempati ruangan milik Pak Eithan.”
“Kenapa?” kini gantian Keysya yang bertanya.
“Katanya beliau hanya sementara bekerja di Kalelard. Tak lebih dari lima bulan,” terang Nawa.
Kalila menyunggingkan senyuman tipis. Saking tipisnya hingga tak ada yang melihatnya.
Ternyata Elard menepati janjinya. Selain menanamkan modal sebanyak 50 milyar juga berusaha mengembalikan masa kejayaan perusahaan yang dipimpin oleh sang adik.
“Nanti siang kita makan di restoran padang yang ada di perempatan yuk,” ajak Dina si paling doyan makan.
“Aku yang akan mentraktir kalian,” jawab Kalila cepat.
Keempat sahabatnya langsung mengangkat jempol sebagai tanda setuju. Mereka tidak bertanya ada acara apa karena Kalila sering mentraktir temannya.
Semua karyawan di Kalelard tahu jika Kalila adalah putri bungsu dari Ihsan Dirgantara dan Indira Khairani Rachman. Mereka pun paham dan terbiasa melihat gadis itu memakai barang branded dan membawa mobil mewah ke kantor.
Setelah keluar dari lift kelima orang itu berpencar menuju ke ruangan masing-masing. Hanya Kalila dan Nawa yang memiliki tujuan yang sama.
“Mbak, kayaknya tadi bawa kardus ke ruangan. Mau dibuat apa?”
“Pindahan Wawa.”
“Loh, Mbak Lila mau pindah kemana?”
“Ruang CEO baru.”
“Wait ... wait— aku butuh penjelasan lebih lanjut. Kalau setengah-setengah seperti ini aku tidak akan mengerti,” ujar Nawa sembari menghentikan langkah Kalila.
Kalila berdiri menghadap ke arah sahabatnya yang selalu merengek padanya. Kemudian berkata, “Aku mendapatkan tugas menjadi sekretaris Pak Elard. Dan, sebelum beliau mengamuk aku akan pindahan. Apakah Wawa sudah paham?”
Nawa pun mengangguk. Meski masih bingung dia tak bertanya lagi. Justru meminta Kalila segera pindahan. “Semangat Mbak Lila,” teriaknya.
Kalila mengangkat tangan kanan membentuk tanda ‘OK’ sembari berlalu meninggalkan Nawa.
***
“Laporan seperti ini kamu berikan padaku. Kamu bisa bekerja atau tidak Kalila?!”
“Kamu minta laporan keuangan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Ya itu yang kamu minta,” jawab Kalila.
“Bicara yang sopan Lila! Aku ini atasanmu jika dikantor.”
“Hmmm—” Kalila hanya bergumam sebagai jawaban.
Sejak tadi gadis itu menjadi sasaran kemarahan Elard karena keuangan Kalelard yang setiap bulan mengalami penurunan. Bahkan tak pernah ada peningkatan perharinya.
“Kerjakan lagi. Jangan sampai ada yang salah!”
Elard melempar berkas itu ke arah Kalila berdiri. Tangannya reflek mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya.
“Kamu marah karena laporan keuangan perusahaan tidak seperti yang kamu inginkan, bukan karena laporan yang aku buat salah,” debat Kalila.
“Kamu—”
“Tugasmu disini memperbaiki kesehatan keuangan dan profitabilitas perusahaan. Maka dari itu, segera buat strategi penjualan yang akan meningkatkan laba perusahaan,” sahut Kalila dengan tegas.
Setelah memberikan ceramah pada Bos-nya, Gadis itu mengambil laporan yang telah dicoret-coret kemudian berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Elard merasa tak memiliki harga diri didepan Kalila. Sekretarisnya itu bahkan berani memerintahnya dan menolak memperbaiki laporan yang dibutuhkannya.
Brak!!! Elard berjengit kaget ketika pintu ruangannya menutup dengan keras. Kelakuan Kalila sungguh seperti preman pasar.
“Sejak kapan Kalila bisa bersikap kasar seperti itu?”
Elard mengacak-acak rambutnya yang masih tertata rapi. Pusing memikirkan perusahaan kecil yang hampir bangkrut. Ditambah lagi kelakuan Kalila yang membuatnya naik darah.
“Seharusnya aku yang marah bukan dia. Aku ini Bos di Kalelard,” gerutu Elard sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
Sedangkan Kalila mendengkus berulang kali setelah mendaratkan bokongnya pada kursi kerjanya. Dia tak kalah kesal karena semua pekerjaannya dianggap salah oleh Bos-nya.
“Es kopi untuk sekretaris CEO baru,” ujar Eithan sambil menaruh gelas plastik ke atas meja Kalila.
“Kemana saja kamu?!”
“Sabar cantik. Aku telat hari ini bukan karena malas tapi mampir ke gudang dulu.”
“Sengaja tidak mau membantuku pindahan. Bilang saja begitu gak usah mencari alasan yang tidak-tidak.”
Eithan menaruh telapak tangannya pada sahabatnya. Heran dengan Kalila yang tiba-tiba ngereyog.
Kalila menyingkirkan telapak tangan Eithan pada keningnya dengan kasar. Setelah itu, mengambil es kopi lalu menyeruputnya hingga sisa setengah.
“Berapa lama kamu tidak minum air?”
“Pergi jangan menggangguku! Singa di dalam sana sedang mengamuk. Aku harus segera mengerjakan tumpukan dokumen ini,” ujar Kalila dengan menunjuk dokumen yang ada di pinggir mejanya.
Eithan tak berani mengganggu Kalila mode senggol bacok. Dia memilih menyingkir dan kembali ke ruangannya sebelum terkena sambaran petir.
Waktu berputar begitu cepatnya hingga tak terasa sudah waktunya istirahat. Pekerjaan Kalila tinggal sedikit lagi selesai dan dia mengirimkan pesan di grup Kalelard Rempong agar teman-temannya berangkat ke restoran padang lebih dulu.
Di dalam ruang CEO, Elard sibuk sampai tak sadar jika waktunya makan siang. Dia juga tak meminta sekretarisnya membelikan makanan di kantin atau restoran.
“Ah, akhirnya selesai juga,” ujar Kalila dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Kalelard Rempong
Daniel : “Kalila cepatlah menyusul.”
Dina : “Aku sudah pesan banyak lauk.”
Keysya : “Aku juga.”
Nawa : “Hiks ... hiks, aku iri!”
Daniel : “Sabar ya Adek. Ini ujian kenaikan kelas.”
Kalila : “Wawa kenapa tidak ikut?”
Dina : “Biasa Mbak. Disandera Pak Bos.”
Kalila mematikan komputer lalu meninggalkan meja kerjanya. Bergegas menyusul para sahabatnya yang sudah berada di restoran padang.
Sebagai seorang sekretaris seharusnya dia mengingatkan Bos-nya untuk makan siang atau menyajikan kopi. Namun, lain cerita dengan Kalila. Jangankan menyajikan kopi, diberi perintah saja dia langsung membantah.
“Gimana rasanya jadi sekretaris Pak Elard yang super seksi?” tanya Keysya saat Kalila telah memesan makanan.
“Biasa saja.”
“Serius?” sahut Daniel tak percaya.
“Kalian mau jawaban yang seperti apa? Memang tidak ada yang menarik. Justru yang menyebalkan banyak.”
“Aku sudah menduga jika Pak Elard itu lebih galak dari Pak Eithan,” kata Dina.
Daniel sudah mulai memasang wajah julid. Pertanda sesi ghibah telah dimulai. “Katanya, Pak Elard itu duda,” ujarnya kemudian.
“Umurnya berapa Pak Elard?” Tanya Keysya.
“Kalau nggak salah 35 tahun,” jawab Dina.
“Salah, umurnya 34 tahun.” Kalila membenarkan jawaban sahabatnya.
“Kayak apa ya mantan istrinya? Pasti wanita itu cantik bak model internasional.”
“Gak selalu Pria ganteng dapat istri cantik, Sya,” sahut Daniel.
“Mungkin Pak Elard bercerai karena Istrinya jelek.”
Kalila menyuapkan daging rendang pada Dina karena gemas. “Makan saja yang banyak daripada memikirkan hal yang tidak penting.”
Makan siang pun berakhir. Keempat orang itu pulang ke kantor sebelum jam istirahat selesai. Perut telah kenyang dan siap bertempur lagi dengan pekerjaan.
Setibanya di kantor, Kalila dikejutkan dengan keberadaan Elard di meja kerjanya. Pria itu menatap kesal ke arah sekretarisnya yang baru saja datang.
“Dari mana saja kamu?”
“Makan siang.”
“Tidak mengajakku?”
“Buat apa?”
“Kalau ada orang bertanya itu dijawab jangan malah balik bertanya Kalila!”
Gadis itu memutar bola mata malas. Baru juga mengisi tenaga kini harus menghadapi Bos menyebalkan. “Bapak bisa pergi ke kantin atau restoran sekitar untuk membeli makan siang.”
“Aku malas!”
“Oh, ya sudah. Gak usah marah-marah dong.”
“Kalila!”
“Apalagi sih, Pak. Bawel banget jadi orang.”
“Kamu tahu salah satu tugas sekretaris dan kekasih itu apa?”
Kalila menepuk jidatnya. Dia benar-benar lupa jika statusnya kini telah berubah. Bukan hanya sekretaris Elard melainkan kekasih juga. “Sayang, mau makan siang apa?”
“Telat aku sudah memesan makanan sendiri.” Elard beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju ke arah pintu ruang kerjanya.
“Kalau minta tolong, bilang dong! Ambekan sekali pacar aku.”
Mendengar ucapan Kalila barusan membuat Elard menghentikan langkahnya. Lalu menoleh ke belakang. “Kamu bilang aku ambekan?”
“Iya, ambekan dan emosian. Bukan tipe kekasih yang aku inginkan.”
Kalila duduk di atas kursi kerjanya. Kemudian menyalakan komputer dan mengambil dokumen yang harus segera dia teliti.
Saat mendengar langkah kaki yang mendekatinya, seketika gadis itu pun mendongak ke atas.
“Lalu seperti apa kekasih yang kamu inginkan Kalila Hafiza Dirgantara?” tanya Elard tepat didepan wajah gadis itu.
Kalila tersenyum sebelum menjawab. “Yang pasti bukan tukang selingkuh dan hobi ONS.”