“Aku akan membuat Kalelard kembali berjaya,” ujar Elard dengan wajah penuh keyakinan.
Kalila menaikkan sebelah alisnya. Tak percaya jika seorang Elard mau mengurus perusahaan kecil sekelas Kalelard.
Bagi Elard perusahaan tempat Kalila mencari kesibukan tak sebanding dengan perusahaan besar yang kini dipimpinnya.
“Dalam waktu enam bulan?” tantang Kalila.
“Kurang dari lima bulan,” Jawab Elard.
Keduanya kini saling pandang, namun hanya sebentar karena Kalila memutus pandangan lebih dulu dan berjalan meninggalkan Elard menuju ke arah salah satu ruangan VIP restoran.
Gadis itu tidak mengatakan setuju tapi memesan ruangan untuk bicara empat mata dengan mantan tunangannya. Kelakuannya membuat Elard menyunggingkan senyuman lebar.
“Apa kamu tidak berniat memesan makanan Lila?”
“Cepat katakan yang ingin kamu katakan. Jangan membuang waktuku!”
Elard tersentak kaget mendengar jawaban ketus dari Kalila. Empat tahun tak bertemu, gadis yang teramat dicintainya mengalami banyak perubahan.
Tak hanya sikapnya yang berubah ketus namun wajahnya pun bertambah cantik. Sampai Elard terpana ketika bertatapan langsung di lift apartemen tempo hari.
“Aku ingin menjelaskan masalah yang terjadi empat tahun yang lalu. Masalah yang disebabkan karena ulah Viona.”
“Lanjutkan—” titah Kalila. Ekspresi wajahnya terlihat santai seolah tak peduli lagi dengan kisah masa lalunya.
“Aku memang melakukan itu dengan Viona. Saat itu kami dalam keadaan mabuk berat dan ada yang sengaja memasukkan obat ke dalam minumanku—”
“Langsung saja ke intinya. Kamu tidak berniat menjelaskan proses pembuatan anak padaku ‘kan?” sahut Kalila sembari berdecak kesal.
Elard menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bukan bermaksud pamer dengan Kalila jika dia telah melakukan hubungan badan dengan Viona. Melainkan, dia ingin menjelaskan tanpa ada yang dikurangi.
Ternyata niat baiknya disalah artikan oleh Kalila. Hingga wajah gadis itu berubah masam karena kesal.
“Aku menikah siri dengannya.”
“Bagus. Lalu?”
“Anak kami meninggal sebelum dilahirkan. Saat Viona berada di cafe ada yang sengaja memasukkan obat ke dalam minumannya hingga mengalami keguguran.”
“Kalian ini hobi minum obat-obatan dengan tidak sengaja ya,” cibir Kalila. “Kali ini siapa lagi yang disalahkan?”
Elard terlihat ragu saat ingin menjawab pertanyaan dari Kalila. Bahkan keringat tiba-tiba membasahi keningnya.
“Aku yang salah?” tebak Kalila dan itu memang benar adanya.
Melihat ekspresi wajah Elard membuat Kalila terkekeh pelan. Bahkan dia telah menghilang dari Jakarta pun masih terkena imbas atas kematian calon anak Elard dan Viona.
“Buat apa aku melenyapkan janin yang ada di dalam perut Viona? Dan, bagaimana caranya aku melakukannya? Sementara aku tidak pernah menginjakkan kaki di Jakarta setelah pindah ke Jogja.”
“Kamu membayar orang untuk melakukannya,” jawab Elard.
Kalila tertawa keras hingga suara tawanya memenuhi seluruh ruangan. Dia tak habis pikir dengan jalan pikiran pria yang kini ada di depannya.
Mendengar kabar berita Elard dan Viona saja dia tak sudi. Mana mungkin dia melakukan tindakan bodoh hingga menghilangkan nyawa bayi yang tak berdosa.
“Sepertinya menu makanan yang kalian konsumsi harus dirubah. Kalian orang kaya tentu banyak uang. Sewa lah chef terkenal untuk memasak makanan yang bergizi. Biar otak kalian berfungsi dengan benar,” ungkap Kalila.
“Sebenarnya aku tidak percaya dengan tuduhan yang dilayangkan oleh Viona—”
“Nyatanya kamu mengatakannya padaku beberapa saat yang lalu,” sahut Kalila.
Elard tampak menghela nafas panjang. Dia menyesal karena sempat berfikir buruk tentang gadis yang batal dinikahinya, karena kecewa calon anaknya meninggal sebelum dilahirkan.
“Maafkan aku, Lila.”
“Aku sudah tidak menerima permintaan maaf lagi. Sekarang kita bahas rencana yang akan membuat Kalelard kembali pada masa keemasannya,” ujar Kalila.
“Tapi—”
“Kamu tidak berharap kita akan bersama lagi bukan? Jika iya, hilangkan harapanmu itu sebelum kamu kecewa. Aku tidak akan mau denganmu lagi kecuali aku mendapatkan penawaran yang menggiurkan,” pungkas gadis itu dengan tersenyum tipis.
Elard terdiam sesaat. Tidak berani menatap kedua mata indah Kalila. Meski bukan anak kandung Ihsan Dirgantara tapi Kalila seperti duplikat pengacara kondang itu.
Cara berdebatnya pun sama. Tegas dan mampu membungkam lawannya dalam sekejap.
“Kedatanganku di Jogja atas perintah Ayah. Beliau meminta agar aku membantu mengatasi masalah yang tengah dihadapi Kalelard,” terang Elard.
“Kapan kamu akan bergabung dan menanamkan modal?” tanya bungsu Dirgantara tanpa basa-basi.
“Menanamkan modal?” Elard tidak menyangka jika dia harus menggelontorkan uang untuk membantu bisnis yang dipegang sang adik.
“Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah menanam modal. Jika kamu ingin membantu Kalelard,” jelas Kalila.
“Kita bisa mencari investor yang akan memberikan modal untuk Kalelard. Tinggal buat saja proposal yang menarik. Pasti para investor akan tertarik.”
“Tidak semudah itu Elard,” jawab Kalila dan pria di depannya pun kembali terdiam.
Sejak kecil Kalila selalu memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’ kini terdengar aneh saat gadis itu hanya memanggil dengan nama tanpa embel-embel di depannya.
Bukan tak peduli lagi, Kalila juga tak menganggap Elard sebagai orang yang lebih tua darinya dan harus dihormati.
“Aku akan memberimu waktu selama lima jam dari sekarang. Jika, tidak berkenan menjadi investor di Kalelard kembalilah ke Jakarta. Cuaca Jogja sedang panas-panasnya. Jadi, jangan menambah suasana menjadi sangat panas dengan berkeliaran di sekitarku.”
Kesabaran Elard benar-benar diuji saat ini. Mau marah karena sikap tak sopan Kalila tapi tak bisa. Sekali dia menyahut langsung di deportasi ke Jakarta dan masuk black list orang yang tidak boleh mengunjungi Jogja.
“Aku akan berinvestasi 50 milyar di Kalelard. Namun dengan dua syarat,” putus Elard tanpa menggunakan waktu seuprit yang diberikan oleh Kalila.
Kalila menganggukkan kepala sembari menyunggingkan senyuman lebar. Wajah cantiknya terlihat semakin cantik ketika gadis itu tersenyum. Hingga Elard terpana sesaat sampai deheman keras Kalila membuyarkan lamunannya.
“Katakan syarat apa yang harus dipenuhi oleh Kalelard.”
“Syarat yang aku berikan bukan untuk Kalelard melainkan kamu.”
“Owh— silahkan katakan. Semoga kamu tidak mencari kesempatan di tengah kesulitan adik kandungmu.”
Sebelum mengatakan syarat yang harus dipenuhi oleh Kalila, Elard menarik nafas panjang lebih dulu. Dadanya tiba-tiba bergemuruh hebat. Kedua tangan yang ada di pangkuannya pun saling meremas kuat.
“Pertama, kamu harus menjadi sekretaris ku,” ujarnya setelah terdiam cukup lama.
“Oke,” jawab Kalila tanpa berpikir lebih dulu. “Lalu, syarat yang kedua apa?” tanyanya lagi.
“Syarat yang kedua, kamu harus menjadi kekasihku.”
Sebelah alis Kalila terangkat ke atas, senyum mengejek tercetak jelas di bibir tipis gadis itu. “Selingkuhanmu lebih tepatnya. Bukankah begitu Bapak Elard yang terhormat?”
“Aku dan Viona telah bercerai. Lagipula pernikahan kami hanya pernikahan siri.”
“Aku rasa istrimu tidak akan mau diceraikan begitu saja. Susah payah dia menjeratmu dalam sebuah pernikahan. Mana mungkin dia melepaskan mu hanya karena anak kalian telah tiada.”
“Yang pasti aku telah menceraikannya dan diantara kami sudah tidak ada hubungan.”
Kalila mengulurkan tangan ke arah Elard dengan senyum cantiknya. Saat Elard menerima jabatan tangan, gadis itu pun berkata, “Sampai jumpa di kantor besok pagi Pak Bos. Sekretaris sekaligus selingkuhan mu akan menyambut dengan penuh suka cita.”
“Kalila—” gumam pelan Elard tak percaya.
“Iya? Oh, haruskah aku memeluk mu sebagai tanda jadian?”