Saling Mendiamkan

1620 Words
Akhirnya Elard mengumumkan nama-nama para petinggi perusahaan yang telah melakukan korupsi besar-besaran. Proses investigasi telah selesai, bukti yang dibutuhkan sudah lengkap tinggal melaporkan kepada pihak berwajib. Meski beberapa petinggi masih ada hubungan saudara dengan keluarga Al-Fathan tapi Elard tak peduli. Salah tetap salah dan harus mendapatkan hukuman. Kini Kalelard membuka banyak lowongan pekerjaan untuk menggantikan posisi para petinggi dan karyawan yang dipecat secara tidak hormat. Alangkah terkejutnya Elard ada lowongan staf legal dan sekretaris CEO. Tanpa berniat bertanya dia hanya membatin apa yang tengah dilakukan oleh Kalila. Gadis itu ada di depannya saat ini. Membantunya membereskan berkas-berkas yang berantakan ketika emosinya naik saat bicara dengan manajer HRD. “Sudah selesai Pak,” ujar Kalila. “Hm, keluarlah dan pulang lebih awal,” Jawab Elard. “Serius Pak?” tanya Kalila memastikan. “Hm—” satu gumaman Elard berhasil membuat senyum lebar Kalila terbit. Sayangnya dia tak dapat menyaksikannya karena kedua matanya fokus pada layar laptop. Takut Bos-nya berubah pikiran, Kalila bergegas keluar meninggalkan ruangan, kemudian menyambar tasnya yang ada diatas meja. Dia tidak akan pulang ke rumah melainkan menghampiri tetangga apartemennya. Sejak pindah ke rumah orang tuanya, dia tak pernah bertemu lagi dengan Naomi dan Adell. “Mau kemana Lila?” tanya Eithan yang baru saja turun dari mobil. “Pulang— duluan ya,” jawab Kalila sembari melambaikan sebelah tangannya. “Pulang kemana woiiiiii,” teriak Eithan. “Suka-suka aku lah mau pulang kemana. Ngapain kamu kepo?” Eithan berlari ke arah mobil milik sahabatnya. Baru saja terjadi PHK massal tapi sekretaris CEO malah pulang lebih awal dari biasanya. Seharusnya dia yang paling sibuk membantu Elard memilih kandidat karyawan baru. Karena posisi manajer HRD masih kosong. “Minggir!” seru Kalila. “Aku tabrak kamu nanti—” “Kamu mau kemana Lila?” “Mau pulang Eithan. Minggir ih aku sudah ada janji sama Naomi.” “Kamu tahu ini masih jam berapa?” “Ya tau lah. Kamu pikir aku tidak bisa membaca jam tangan.” “Masih pukul 10 pagi, kenapa kamu pulang?” Kalila mulai kehilangan kesabaran mendapatkan pertanyaan berulang dari sahabatnya. Terpaksa dia keluar dari mobil untuk memberikan penjelasan. Eithan akan cosplay menjadi wartawan amatiran jika masih penasaran. Hal itu akan membuat Kalila membuang banyak waktu dan telat menjemput Naomi di sekolahnya. “Pak Bos memintaku pulang lebih awal,” terangnya. “Kok bisa?!” tanya Eithan lagi. Kalila memutar kedua bola matanya malas. Kesal dengan kelakuan sang sahabat yang tak membiarkannya pulang cepat. “Ya tanya saja sendiri,” jawabnya kemudian. “Kalian bertengkar lagi?” “Enggak ada pertengkaran setelah Papa dan Mama pindah ke Jogja. Bahkan Elard juga tak pernah menghubungiku lagi. Mungkin dia sudah lelah berpura-pura ingin minta maaf.” “Bagus kalau begitu.” “Yups, aku rasa itu jauh lebih bagus ketimbang berdebat setiap hari.” “Intinya kalian lebih baik saling mendiamkan.” Sepertinya ucapan Eithan kali ini benar. Kalila dan Elard secara tak sadar saling mendiamkan satu sama lain. Hanya bicara ketika berada di kantor dan itupun soal pekerjaan. Bos-nya yang menyebalkan tak lagi mengirim pesan atau menelpon diluar jam kerja. Tak ada rengekan belum makan selama seharian, rengekan minta ditemani sarapan maupun makan siang. Kalila baru sadar jika hari-harinya menjadi tenang setelah Elard berubah menjadi pendiam. Pantas saja suasana hatinya beberapa hari ini terjaga dengan baik. Ternyata si biang masalah mode kalem. *** “Tante Lila bekerja sebagai sekretaris Om Elard?” tanya Naomi sembari memakan es krimnya. “Iya, terpaksa menjadi sekretaris lebih tepatnya,” jawab Kalila. “Wih, gimana itu rasanya Tan?” “Ya enggak gimana-gimana. Biasa saja seperti saat bekerja menjadi staf legal.” “Pernah bertengkar apa tidak?” “Awal-awal sih bertengkar terus tapi sudah hampir dua minggu ini tidak pernah.” “Kok bisa gitu?” Kalila mengangkat kedua bahunya sebagai tanda tak mengerti. Tiba-tiba saja sikap Elard menjadi dingin, kaku dan cuek. “Mungkin capek minta maaf terus,” jawabnya kemudian. “Jadi baik juga ya. Buktinya bolehin Tante Lila pulang lebih awal.” “Kebetulan banget di suruh pulang cepat. Padahal Tante mau minta tolong Mama Indira buat jemput kamu. Habisnya di kantor sedang banyak kerjaan.” Kalila dimintai tolong oleh Adell untuk menjemput putrinya. Ada acara di sekolahnya jadi semua siswa dipulangkan lebih awal. Sementara Adell sedang berada di luar kota menemani Bos-nya meninjau perusahaan cabang. Kemungkinan akan pulang tengah malam karena kondisi jalan yang dilalui macet total. “Setelah makan es krim mau apa lagi Nomnom?” “Nonton film gimana?” “Yang lain saja deh. Bosen banget dua jam di dalam bioskop.” Naomi sudah hafal dengan jawaban Kalila saat diajak nonton bioskop. Tadi dia hanya mengetes, penasaran Tantenya masih seperti yang dulu atau tidak. “Kalau begitu kita cari tempat nongkrong yang sepi. Sudah lama Naomi nggak cerita sama Tante.” “Sama. Tante juga merasa kehilangan teman curhat.” “Mau pindah kemana setelah es krim habis?” Kalila berpikir sejenak. Mencari tempat sepi dan nyaman yang tak jauh dari pusat kota. Beberapa saat kemudian dia teringat kedai mie yamin. Lokasinya masuk gang namun rasanya mie yamin sangat enak. Disana juga nyaman untuk dijadikan tempat ngobrol. “Biar Naomi saja yang bayar. Ada kartu sakti milik Mami jadi harus dipergunakan. Jangan sampai dianggurin!” “Okay, Tante siap ditraktir sama Nomnom.” *** Kedua gadis beda usia itu sedang memandang ke arah jalanan kecil yang ramai pengendara motor. Tidak ada obrolan di antara mereka karena asik bergelut dengan pikirannya masing-masing. Beberapa kali terdengar helaan nafas dari Naomi, membuat lamunan Kalila terganggu, namun dia enggan mengusik ketenangan gadis kecil itu. Hingga akhirnya, Naomi membuka suara lebih dulu. “Tan, boleh tanya apa tidak?” “Silahkan, tanyakan semua yang Nomnom ingin tahu.” “Perasaan Tante saat diangkat anak sama Papa Ihsan dan Mama Indira dulu gimana?” “Awalnya sungkan tapi lama-lama terbiasa juga. Karena Mama dan Papa sangat baik. Terlebih Kak Titan yang notabennya anak kandung Papa menerima kehadiran Tante dengan suka cita.” “Apa semua Papa tiri akan menyayangi anak tirinya?” Kalila memikirkan jawaban atas pertanyaan Naomi lebih dulu. Semua yang akan keluar dari mulutnya menjadi penentu hubungan Adell kedepannya. “Tak semua Papa tiri itu baik, ada juga yang ingin menikah dengan Ibunya saja sementara tidak mau mengurus putrinya.” Naomi menganggukkan kepalanya. “Semoga saja calon Papa tiriku mau menerimaku,” ujarnya lirih. “Memangnya Nomnom sudah kasih izin Mami menikah lagi?” “Sudah tapi dengan satu syarat.” “Nomnom jadi mengajukan syarat itu?” “Hanya itu pilihan satu-satunya Tan. Daripada Mami bertengkar terus dengan suami barunya lebih baik aku tinggal di pesantren. Toh, ada saudara yang bekerja sebagai pengajar disana.” “Tante rasa Mami akan memilih calon Papa sambung yang mau menerima Nomnom. Belum tentu mereka akan bertengkar karena kamu.” “Suatu saat nanti Mami bakal punya anak lagi. Dan, saat itu lah suami barunya akan berubah.” “Nom—” “Naomi baik-baik saja Tan. Sudah waktunya Mami memiliki suami lagi. Kasihan kalau kerja terus tanpa ada istirahat. Meski Mami tidak pernah mengeluh tapi aku sering melihatnya menangis saat tengah malam. Mungkin beliau capek harus bekerja sambil mengurusku.” “Tante bakal kangen sama Nomnom.” Naomi terkekeh pelan saat Kalila memeluknya dari samping. “Semisal ada waktu senggang Tante Lila boleh sambangan ke pondok. Apalagi bawa banyak rendang dan ayam pop.” “Kamu ini suka sekali merusak suasana,” omel Kalila. Saat pesanan datang, keduanya memilih menikmati makanan sambil berbincang. Membicarakan nasib mereka yang saat ini tak baik-baik saja. “Tante Lila tambah gemuk setelah Mama dan Papa datang ke Jogja.” “Dipaksa makan terus sama Mama. Kayak kamu yang selalu dipaksa makan sama Mami.” “Ah, para Ibu-Ibu tidak suka melihat anaknya langsing.” “Sebentar lagi Tante resign dari Kalelard.” Naomi menyunggingkan senyuman. Lalu berkata, “Mau balik ke Jakarta atau pindah ke Bali?” “Rencananya mau pindah ke Bali tapi belum dapat izin. Kalau balik Jakarta kayaknya enggak deh,” jawab Kalila. “Si mantan masih mengganggu Tante?” “Sudah enggak. Untuk beberapa minggu ini keadaan masih aman. Semoga saja bertahan sampai aku menyelesaikan semua pekerjaan.” “Beberapa kali Naomi bertemu dengan Om Elard saat akan berangkat ke sekolah. Beliau selalu menyapa lebih dulu meski aku memasang wajah jutek.” Wajar jika gadis kecil itu bertemu dengan Elard, karena mereka bertetangga, unitnya hanya terpisah oleh unit milik Kalila yang kini sedang kosong. “Ada wanita yang pernah datang ke apartemennya atau tidak?” “Ada tapi nggak pernah sampai masuk ke unit. Hanya berteriak di lobi sebelum diusir sama Pak satpam.” “Aku sudah menduga jika wanita itu akan datang ke sana,” gumam Kalila pelan namun Naomi masih dapat mendengarnya. “Cuekin saja sih Tan. Gak penting juga buat dikasih perhatian lebih. Lagipula Tante sudah enggak cinta lagi ‘kan sama Om Elard.” “Kalau cinta sih enggak. Hanya saja kadang masih kesal dengan sikap buruknya.” “Tante sedang membicarakan tentang tuduhan memasukan obat hingga pelakor keguguran dan sikap kasar Om Elard?” “Orang tua mana yang mau kehilangan calon anaknya. Meskipun anak itu hadir akibat sebuah kesalahan.” “Biarkan saja lah Tan. Capek dan gak ada habisnya meladeni Om Elard dan istrinya. Mendingan kita membahas mas mas ganteng yang ada diujung sana—” “Nomnom gak boleh ganjen ih!” tegur Kalila. Sementara Naomi malah terkikik geli. “Gadis cantik kayak kita mudah sekali mencari mas mas ganteng loh Tan. Ayolah— kita coba dulu. Gimana?” Saat Kalila masih memikirkan tawaran dari Naomi tiba-tiba gadis kecil itu tertawa kencang. “Bercanda Tan bercanda,” ujarnya kemudian. Kalila pun bernafas lega. “Nomnom jahil banget.”

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD