Seperti seorang agen yang begitu profesional. Ke-empatnya menemukan tempat terbaik untuk persembunyian dan memantau kehadiran team lain dari posisi mereka masing-masing. Sebagai team pertama yang menemukan lokasi ini, mereka berempat tentu saja cukup percaya diri dengan rencana besar mereka. Rencana besar yang sangat licik didalangi oleh Wu Chanlie.
"Kau bisa melihat posisi mereka, bung?" Lucas bertanya kepada Chanlie yang sibuk melihat cctv yang mereka pasang di dalam ruangan. Memperhatikan dengan gugup karena nyatanya team lawan cukup pintar untuk berkeliling dan mencari keganjalan di dalam sana. Lucas sendiri memilih memasang matanya ke arah dua jalur pintu masuk untuk berjaga-jaga jika ada pasukan penjahat yang akan mengganggu rencana mereka.
"Wilayah barat daya, kelompok bersenjata itu datang. Mereka membawa senjata lengkap, kira-kira lima orang." Stephany melapor kepada anggotanya karena dia memilih untuk bersembunyi di daerah di luar jalur masuk kolam renang tersebut.
"Ah, brengsek." Lucas mengumpat tak senang. Tentu saja dia merasakannya, pasalnya mereka semua bisa menjadi penghalang mereka untuk merebut sandera di dalam.
"Tidak perlu khawatir." suara Antonia tiba-tiba terdengar, membuat anggota teamnya memasang telinga mereka rapat-rapat. "Kita bisa mengkolaborasikan ide Chanlie dengan yang ini." di tempatnya Antonia tersenyum miring. "Biarkan mereka masuk dan menghentikan team di dalam. Setelahnya, bom asap itu kita gunakan untuk pasukan penjahatnya."
"Setuju, setuju."
"Ketika kalian mendengar tembakan sebanyak 4 buah, maka itu adalah posisi kita untuk keluar dan mengunci mereka di dalam, mengerti?"
"Siap, kapten!"
***
Antonia dan teamnya berjaga di luar dan memasang telinga rapat-rapat saat satu persatu tubuh jatuh tergeletak tak berdaya di dalam. Perempuan itu memanggil rekan-rekannya dengan gerakan tangan, sebelum dia membuka pintu dan melihat kepulan asap akhirnya mulai menguar dan menampakan wujud orang-orang yang pingsan.
"Cepat kita keluar dari sini." Lucas bersuara membuat rekan-rekannya mengangguk.
"Cepat bawa sanderanya, bodoh!" Stephany memukul kepala Lucas pelan, membuat pria itu langsung mengaduh kencang.
"Iya, iya!"
"Cepat bantu Charlie, Luke!"
"Kau cerewet sekali!"
Pertengkaran kedua orang itu hingga ketiganya menjauh dari fasilitas kolam renang itu hanya di balas Antonia dengan gelengan pelan dan senyuman. Melihat mereka bertiga kembali mengingatkannya dengan anggota teamnya di markas Jepang. Mengingat ketika semua orang bercanda gurau seperti dunia tak pernah sekacau ini.
Antonia menghela nafasnya panjang mengingat semua memori itu. Entah kenapa dia mendadak merindukan mereka semua.
Langkah kaki Antonia dia arahkan ke prajurit penembak yang terkapar di lantai, kemudian mengarahkannya tepat di d**a salah seorang pasukan tersebut. Menembaknya satu persatu raut datar,
Tidak ada yang boleh ketinggalan, semuanya harus tuntas di tangan Antonia. Dia hanya tidak ingin melakukan kesalahan lagi untuk membiarkan seseorang yang mengganggu langkahnya hidup.
Perempuan itu kemudian berbalik bersama bercak darah yang terpapar di antara permukaan celana dongkernya.
Kemudian suara orang-orang yang berlari mendekat dengan wajah-wajah penuh kejutan itu —membuat Antonia yang diperhatikan dari depan pintu menaikkan sebelah alisnya kepada mereka.
"Kenapa? Apa kalian semua ingin berbaring di tempat yang sama dengan orang-orang itu?"
Semuanya menatap tak percaya atas apa yang baru saja perempuan itu lakukan di fasilitas renang.
"Ah ya, jika kalian semua ingin mengejar sanderanya, sudah terlalu terlambat. Anggota ku yang lain mungkin saja sudah kembali ke atas sejak beberapa saat yang lalu. Cobalah peruntungan di divisi lain." Antonia berjalan menjauh sembari memberikan lambaian tangannya, sekalipun dia tak pernah menoleh kepada lawan teamnya.
***
"Kau gila Antonia?" Lucas membolakan matanya tak percaya saat dia mendengar sendiri kalimat itu di ballroom pertemuan. "Kau menembak orang-orang berseragam itu?! Yak! Kau kan bilang untuk tidak terlibat dengan penembakan atau— atau darah-darah semacam itu kan? Kau bilang kita harus main aman, hey!"
"Aku hanya mengatakannya untuk kalian bertiga. Semua itu tidak berlaku untuk diriku sendiri."
"Lihat lah!" Lucas menunjuk-nunjuk Antonia tak santai membuat Chanlie dan Stephany menatap tingkah berlebihan yang Lucas buat. Untung saja Ballroom telah sepi beberapa menit yang lalu, jadi mereka tidak perlu memusingkan sindiran orang-orang. "Perempuan ini punya kepribadian ganda! Aku benar kan?! Tidak salah lagi, maka dari itu dia bersikap baik dan kejam di waktu yang sangat singkat."
Chanlie menggeleng kemudian menarik punggung Lucas untuk duduk di sebelahnya, menepuk pundaknya pelan agar rekannya itu tenang. "Minum lah dulu, Luke. Kau terlalu banyak bicara hari ini."
"Tapi aku benar kan??"
Mereka semua hanya menertawai tingkah Lucas yang kelewat hyper dibandingkan saat dia dalam posisi bertugas di lapangannya. Di situasi normal dan dalam keadaan aman terkendali seperti ini, Lucas memang akan menjadi penghibur suasana di mana pun dia berada.
"Aku tahu kau sangat bahagia karena team kita menang. Tapi sungguhan, suara mu itu benar-benar menggangu telinga ku! Hentikan!" Stephany melotot lebar membuat Lucas akhirnya diam walaupun sempat mendumel kesal karena Stephany selalu terlihat tidak senang dengannya.
Masih dari posisi yang sama, para petinggi-petinggi itu kembali berkumpul di tempat biasanya. Namun kali ini mereka semua sedang memperhatikan cctv di dalam ballroom saat ini —dan juga sebuah rekaman cctv dari dunia bawah tanah yang sebelumnya digunakan sebagai tempat simulasi divisi pertama. Memperhatikan ke empat anggota team itu dengan perbincangan serius yang membuat Akira sebagai salah satu anggotanya mengangguk pelan.
***
Bumi, Japan. Tahun 2027.
Dua tahun berlalu, namun keadaan di seluruh dunia semakin parah. Kejadian-kejadian yang menimpa seluruh negara di setiap bagian dunia bahkan tidak pernah mereda sedikit pun. Gempa dan tsunami, longsor, letusan gunung merapi, cairnya es di kutub utara, hujan asam yang menyebabkan manusia tidak dapat mengkonsumsi banyak air bersih lagi, begitu pula dengan banjir dan perbedaan suhu yang sangat kentara di antara siang dan malam. Semuanya silih berganti —membuat seluruh dunia di bagian mana pun mau tak mau mulai saling berpegangan tangan untuk menyelamatkan umat manusia.
"Antonia, bangun lah. Beberapa orang dari luar datang. Kita semua yang ada di sini harus diperiksa masal."
Malam itu Antonia terpaksa bangun dari dormnya. Keluar dari kamar bernuansa putih yang di isi masing-masing 4 orang itu untuk mengikuti rekan penelitinya yang lebih dulu siap dengan seragam putih mereka seperti biasa.
"Pemeriksaan bagaimana?" tanya Antonia yang terlihat bingung.
"Aku tidak tahu. Sepertinya ini berhubungan dengan dunia bawah."
"Apa mereka akan melakukan perekrutan?" bisik Antonia pelan, di saat mereka sedang melewati hilir mudik orang-orang di sekitarnya.
"Aku rasa begitu. Tapi anehnya mereka membawa orang-orang dari NASA."
Saat itu Antonia langsung menajamkan pandangannya dan menatap kebisuan —yang jarang terjadi di ruang makan mereka seperti malam ini– dengan hati-hati.
"Tolong berada di kursi masing-masing. Kami semua akan mengumumkan hal yang sangat penting dan rahasia. Jadi dengarkan dengan baik-baik."
Semua orang berada di posisinya dengan tenang. Duduk memperhatikan beberapa dokter-dokter dan orang-orang berseragam militer yang berada di depan. Sosok-sosok penting yang menjadi pusat perhatian di situasi yang cukup tegang ini.
"Beberapa dari kalian di sini akan di pilih untuk menjadi bagian dari Plan Astrology setelah melewati beberapa prosedur penting."
Semua orang tentu tidak mengerti apa yang mereka maksud dengan Plan Astrology, namun tidak ada satupun dari ratusan peneliti itu yang mau membuka suara untuk bertanya kepada sosok mengintimidasi di depan mereka. Yang semua orang tahu, mereka hanya perlu untuk terus mengikuti perintah —sekali pun hal tersebut kedepannya akan menguntungkan atau justru merugikan mereka.
Semuanya memusatkan perhatian mereka kepada orang-orang di depan. Mendengarnya agar tidak ketinggalan informasi sedikit pun.
***
Semua berjalan dengan teratur. Antonia juga telah mengikuti semua prosedur yang telah diberikan seharian ini. Mereka —para peneliti-peneliti itu menjalani serangkaian tes kesehatan, tes kemampuan, tes IQ, tes ketangkasan dan semua tes-tes mengenai pertahanan hidup lainnya. Yang mana dimaksudkan untuk melihat seberapa besar kemampuan mereka dalam menyesuaikan keadaan.
Serangkaian tes yang membuat Antonia sampai berfikir keras pula mengenai apa yang membuat anggota perserikatan tersebut melakukan hal serumit ini.
"Kau melihat kan bagaimana cara mereka menangani semua orang? Mereka memasang kode-kode rumit di setiap darah yang mereka ambil! Apakah kita sedang menjadi salah satu bahan percobaan? Coba kau bayangkan! Kita peneliti yang melakukan percobaan penelitian yang sekarang menjadi bahan penelitian! Bukankah luar biasa? Jangan-jangan kita susah-sudah masuk ke sini untuk menjadi tumbal proyek Papua?" mata Adam —salah satu rekan Antonia– melotot lebar ketika mengatakan hal itu. Membuat peneliti-peneliti lain yang duduk semeja dengan mereka menggelengkan kepalanya pelan.
"Jangan bertindak bodoh, Dam. Aku justru merasa ada hal yang lebih complicated dari semua ini. Sepertinya ada rencana lain di samping ‘rencana dunia bawah tanah’." Michelle —perempuan Austalia berambut pirang itu– menyuarakan pemikirannya.
"Plan Number 12?! Apakah ini saingan dari rencana yang satu itu?" Luna mendekatkan wajahnya saat menyerukan suaranya pelan. "Apa ini adalah misi rahasia di antara misi rahasia? Apakah kita baru saja berusaha untuk menguak konspirasi elit global?"
Antonia mengerutkan dahinya, menerka-nerka apa yang sebenarnya tengah terjadi ketika dirinya mendengar tebakan-tebakan dari temannya yang menganggu fikirannya. Apakah benar di antara Plan Number 12 yang sangat rahasia itu, ternyata masih ada Plan Astronomy yang jauh lebih rahasia lagi —hingga tidak ada seorang pun di sini yang mengetahuinya?
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepala Antonia, membuat perempuan itu memijat kepalanya yang terasa semakin pusing.
***
TBC.