Part 3

1108 Words
"Bian, tidakah ada waktu untuk kita berbicara baik baik? Apa yang harus aku lakukan agar bisa bertemu denganmu kembali? Tolong beritahu aku apa yang telah terjadi? Jangan mendiamiku seperti ini. Segitu bencikah kamu kepadaku?" Pesan yang dikirimi oleh Adhiti sejak delapan jam yang lalu. Pagi tadi, ia masih berusaha menghubungi Albian. Sudah pukul tiga sore. Albian membalasnya. Karena nomor ponsel Adhiti di blokir oleh pria itu. Melalui pesan di sosial media Albian. Dia terpaksa melakukan hal itu. Bahkan sebelum dia mendapati apa yang sebenarnya terjadi. Adhiti akan berusaha menghubungi pria yang begitu ia cintai. Seharian ini, dia hanya di rumah. Mengurung diri di dalam kamar. Bahka panggilan dari sahabatnya tidak diterima oleh Adhiti. Adhiti meringkuk duduk di balik pintu kamarnya. "Bahkan kita masih baik baik saja minggu kemarin. Apa yang harus aku lakukan?" Bisik Adhiti kepada dirinya sendiri. *** Dilain tempat, Shania tidak mempercayai apa yang sedang dilihatnya. Fokus wanita itu terbagi. Di lain sisi dia begitu kesal saat Adhiti tidak mengangkat panggilannya. Di sisi lain dia begitu geram melihat adegan di hadapannya. "Aku yakin sekali itu Indy," kata Shania geram. "Wanita itu, kenapa dia selalu hadir di dalam hidup Adhiti. Lalu sejak kapan dia mengenali Albian?" Tanyanya di dalam hati. Shania saat ini berada di sekitaran kampus. Saat dia tidak mendapati keberadaan Adhiti. Gadis tersebut bermaksud mencari Adhiti di gedung Albian. Kejengkelan Shania yang mengira Adhiti sengaja tidak menghubunginya atau mengangkat panggilannya karena sedang berduaan dengan Albian. Tapi apa yang dilihatnya sekarang. Indy, sepupu dari Adhiti berdua bersama dengan Albian. Pria yang menjadi kekasih saudaranya. "Albian," panggil Shania menahan emosinya. Suaranya mungkin memanggil Albian. Akan tetapi, matanya menatap nyala ke arah Indy. "Hai Shania," suara lengkingan Indy bersamaan gelak tawanya. Dia lah yang menjawab panggilan Shania. Senyum miring terukir di bibir Indy. Saat Shania menyapa mereka. Bahkan Albian tidak terkejut sama sekali. Padahal tadinya, Shania melihat jelas Albian sedang mengelus kepala Indy. Bahkan mereka tertawa bersama. "Apakah Adhiti bersamamu?" Tanya Shania mengalihkan tatapannya ke arah Albian. "Tidak," jawab Albian singkat. Kening Shania mengernyit mendengar jawaban singkat dari Albian. "Tapi Albian, seharian ini aku tidak melihat Adhiti. Bahkan juga dia tidak menghubungiku. Apakah dia menghubungimu?" Tanya Shania lagi. "Tidak," ucap Albian lagi. Wajah Shania dipenuhi tanda tanya. Sedangkan wajah Indy dipenuhi senyuman jahat seperti biasanya. "Lu ngapain di sini?" Tanya Shania ketus. Mata Shania menatap Albian dan Indy bergantian. Seolah mencari jawaban. Ada hubungan apa antara mereka berdua. "Seperti biasa, lu selalu berbicara ketus kepada gua," rutuk Indy masih dengan senyuman khas wanita penghisap darah. "Albian, bukankah kamu ada keperluan dengan administrasi kampus. Pergilah! Aku akan menunggumu di sini. Setelahnya kita makan dan aku akan mengantarku pulang," ucap Indy dengan genitnya. Tatapan Shania tidak pernah berhenti menantang Indy dan Albian. "Baiklah, aku mungkin hanya sebentar." Pria itu seolah olah hanya pamit kepada Indy. Dia tidak mengindahkan ada Shani diantara mereka. "Oh...santai Shania. Tatapan lu itu jangan seolah olah ingin memakan gua," sindir Indy waktu Albian sudah jauh dari mereka. "Kalau bukan karena sepupu kandungnya Adhiti. Sudah gua cakar tuh muka hasil botox," rutuk Shania di dalam hati. "Apa hubungan lu dengan Albian,hah? Asal lu tahu Adhiti dan Albian itu saling mencintai. Sepertinya memang kodrat lu menjadi sepupu Adhiti hanya menjadi bayang bayang dari dia." Indy tersenyum sinis mendengar umpatan dari mulut Shania. "Wow...wow...satu satu dong, Shan. Tarik nafas lu, jangan main emosi sembarangan." Indy melipat kedua tangannya ke d**a. Dia mendekati Shania. "Apakah benar yang gua dengar. Mereka berdua saling mencintai?" Tanya Indy mengejek. "Bukankah lu sahabat terbaik sepupu gua itu? Apapun yang terjadi dengan Adhiti. Gua jamin, tidak ada satupun peristiwa yang lu tidak tahu. Tidak ada! Walau sekecil apapun tentang Adhiti. Bukan begitu?" "Lu mungkin sudah snewen Indy. Gua tidak paham apa yang ingin lu sampaikan. Dan lagi, gua yakin lu pasti mencari tahu tentang albian dan Adhiti. Bukan begitu? Seperti biasa yang pernah dulu lu lakukan. Gua pikir lu sudah taubat dan benar benar menghilang dari hidup Adhiti. Tapi...." kata Shania dengan gigi gemerlatuk. "Gua pikir pelajaran berharga yang telah dilakukan oleh Om Theo. Bisa merubah kehidupan lu ke arah yang lebih baik lagi bersama keluarga. Ternyata kalau sudah ada racun di dalam tubuh itu. Susah juga untuk dihilangkan," tambah Shania menantang mata Indy. Indy adalah sepupu kandung dari Adhiti. Ayahnya adalah adik dari mommy Adhiti. Tapi, sejak kecil Adhiti dan Indy tidak pernah akur. Mereka selalu bertengkar apabila bertemu. Sampai remaja mereka tidak pernah akur sama sekali. Sifat sombong yang melekat kepada mereka berdua. Berhasil membuat mereka berbeda pendapat. "So," lanjut Shania." Selama ini lu masih setia menjadi stalker untuk kehidupan Adhiti? Lu nggak kapok dengan semua kegagalan itu. Bagaimanapun usaha lu untuk mengganggu Adhiti. Gua yakin tidak pernah berhasil. Indy, bertaubatlah! Berhenti mengganggu sepupu lu itu. Padahal Adhiti tidak pernah sekalipun mengganggu hidup lu." Tambah Shania. Indy masih setia mendengar apa yang disampaikan oleh Shania kepadanya. "Dulu, setiap pria yang mendekati Adhiti. Lu selalu mennghasut mereka untuk membenci Adhiti. Sekarang, masih menggunakan cara lama lagi, Indy? Lu mendekati Albian dengan niat yang sama?" Shania tertawa sinis. "Tidak akan berhasil Indy," lanjut Shania. Indy menghela nafas, wajahnya nampak marah kepada Shania. "Perlu lu tahu, Shania. Si anjing penjaga Adhiti." Shania mengempalkan telapak tangannya. Ingin rasanya ia memberi bogeman gratis ke wajah Indy. "Gua dan Albian itu berteman sejak sepuluh tahun yang lalu. Perlu gua teriak ke telinga lu. Gua dan Albian berteman sepuluh tahun yang lalu. Gua tahu dia sampai kepada keluarganya. Kami cukup dekat, sangat dekat." Indy menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Jangan berpikir hanya dia saja yang menjadi yang utama. Si tuan puteri kesayangan itu tidak selamanya akan selalu di atas," kata Indy marah. "Setidaknya dia akan selalu di atas elu," sinis Shania. Indy tersenyum mengejek." Alangkah baiknya sekarang lu berada di sisinya. Tanyakan kepada dia. Apakah dia akan baik baik saja? Kali ini gua yakin dia akan mendapatkan sesuatu yang tidak akan pernah dia bayangkan sebelumnya." "Indy b******k!!" Shania menarik keras leher gaun Indy. "Lu mau bikin ulah apalagi,Hah!" Indy menarik lepas tangan Shania dari tubuhnya. "Mana bisa gua menyakiti putri kesayangan om Theo. Gua takut dong dengan daddy nya. Takut sekali," ucap Indy dengan menyeringai. "Dia akan mendapatkan ganjaran setimpal atas dosa masa lalunya. Iya..." teriak Indy di wajah Shania. "Dosa masa lalunya! Dimana kalian semua bersekongkol dengannya!" "Lu memang sudah tidak waras Indy! Benar benar gila." Shania ingin pergi dari hadapan Indy. Karena wanita ular itu sudah berbicara ngaur. Dia akan selalu seperti itu sejak dahulu. "Gua mungkin tidak bisa menyentuh Adhiti. Tapi, dia akan tersakiti oleh seseorang yang paling dicintainya. Lu tahukan siapa yang gua maksud?" Nafas Shania memburu, dia benar benar marah dengan kegilaan Indy. "Albian," bisik Shania. "Tapi kenapa?" Tanya Shania di dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD