Berani menyentuhku lagi, aku patahkan lehermu!

2118 Words
"Turunkan senjatamu, Serra. Atau aku akan menembakmu!" Allard mengarahkan senjatanya ke kepala Serra. Serra menatap Allard dingin. "Bagaimana bisa kau melindungi pengkhianat ini, Allard!" "Turunkan senjatamu atau aku akan menembakmu!" Allard kembali menekan Serra. "Aku tidak menyangka bahwa cinta sudah membutakanmu. Wanita ini telah membunuh informan kita, dan misi yang kita kerjakan selama satu tahun sia-sia karena kekasih sialanmu ini! Aku tidak bisa menerima kegagalan, Allard. Aku tidak bisa!" Serra menekan trigger-nya. Detik kemudian Serra terpaku. Senjata yang ada di tangannya terjatuh. Wajahnya berubah pucat. "ALLARD!" Aerea, kekasih Allard memekik keras sembari memeluk Allard. "Tidak! Tidak! Buka matamu. Aku mohon," seru Aerea histeris. Serra melihat ke kedua tangannya. Kemudian sebuah suara dari dalam dirinya terdengar. Apa yang sudah kau lakukan, Serra? Kau membunuh pria yang sangat kau cintai! Serra menggelengkan kepalanya. Ia melangkah pelan ke arah Allard. Otaknya tiba-tiba kosong. "Menjauh darinya! Kau telah membunuhnya! Kau membunuh Allard!" Aerea menepis tangan Serra yang mencoba menyentuh Allard. "Kenapa kau harus melindungiku, Allard! Harusnya kau membiarkan aku tewas. Harusnya kau tidak melakukan ini. Bagaimana denganku sekarang! Aku tidak bisa hidup tanpamu!" Aerea menangis pilu. Serra tetap berada di posisinya. Ia hanya terdiam menatap Allard yang terkulai dalam pelukan Aerea.   Bayangan pertemuan terakhirnya dengan Allard berputar seperti kaset rusak di otak Serra. Ia menutup telinganya, menolak mendengar suara Aerea yang menyalahkannya. Tidak! Ia tidak pernah bermaksud membunuh Allard. Allard adalah pria yang sangat ia cintai, meski ia tidak bisa memiliki Allard ia tetap ingin melihat Allard tiap harinya. Meski tatapan Allard selalu dingin padanya, ia tetap ingin ditatap seperti itu untuk waktu yang lama. Ia selalu menginginkan Allard berada di dunia yang sama dengannya agar ia memiliki alasan untuk tersenyum. Serra memeluk kedua lututnya di atas sofa. Air matanya terus bercucuran. Kenapa Tuhan juga mendatangkan Allard ke dunia yang saat ini ia tempati? Seharusnya Serra bahagia karena ia bisa melihat Allard lagi meski berada di dunia berbeda, tetapi sayangnya Serra berharap dikehidupan selanjutnya ia tidak bertemu dengan Allard lagi. Ia tidak ingin menjadi pembunuh pria yang ia cintai lagi. "Nona, apa yang terjadi?" Olyn menatap Serra bingung. Ia mendekat ke Serra yang tidak menyadari kapan Olyn masuk ke dalam kamar. Serra tak menjawab. Ia masih hanyut dalam keterkejutan dan kesedihan yang menghantamnya. "Nona, ada apa?" Olyn bertanya lagi. "Biarkan aku sendiri." Serra bersuara pelan. Olyn ingin menemani Serra, tetapi ia tidak bisa memaksa jika Serra ingin sendiri. Seperginya Olyn, Serra hanya diam. Dengan otak yang terus dibayangi oleh wajah Allard. Hingga akhirnya ia terlelap di atas sofa setelah fajar tiba. Seberkas cahaya matahari menyinari Serra. Iris biru Serra terbuka perlahan. Matanya terlihat sembab pagi ini. Semalaman Serra memikirkan tentang Allard dan pria yang menolongnya di hutan. Pria itu jelas bukan Allard yang ia cintai. Wajah dan bentuk tubuh pria itu memang sama dengan Allard, tetapi cara pria itu menatapnya tidak sama seperti Allard. Allard selalu dingin menatapnya, seakan Allard sangat membencinya. Sementara pria itu hanya menatapnya datar. Serra tidak ingin mencari tahu siapa pria yang telah menolongnya. Akan lebih baik jika ia tidak mengetahui apapun. Jadi ia tidak akan mendatangi pria tersebut karena memiliki wajah yang mirip dengan Allard. Pintu kamarnya terbuka. Sosok Aleeya terlihat mendekat ke arah ranjang. "Wah, pemalas ini baru bangun di jam seperti ini!" Aleeya menatap Serra sinis. Ia menyibak selimut Serra lalu menarik tangan Serra kasar. "Bersihkan sepatuku! Aku harus menggunakan sepatu itu untuk pesta nanti malam!" Serra menyentak kasar tangan Aleeya hingga terlepas darinya. "Bersihkan sepatumu dengan kedua tanganmu sendiri! Aku bukan pelayanmu!" "Ah, kau sudah berani menentangku, ya?" Aleeya bersuara pelan tapi mengintimidasi, "Nampaknya setelah gagal bunuh diri kau mendapatkan banyak keberanian." Serra tak mempedulikan Aleeya. Ia membalik tubuhnya hendak kembali ke ranjang, tetapi tangan Aleeya meraih pergelangan tangannya. Tak suka akan tindakan Aleeya, Serra bergerak cepat, membanting tubuh Aleeya ke lantai. "Jangan pernah berani meletakan tangan kotormu di atas tanganku!" Sorot mata Serra menunjukan bahwa ia akan membunuh Aleeya jika berani menyentuhnya lagi. "Jalang sialan!" Aleeya menggeram murka. Ia bangkit dari posisi terlentang, kemudian melayangkan serangan ke Serra. Dengan cepat Serra menghindar. Ia melayani serangan Aleeya. Pukulan-pukulan Aleeya tak bisa mengenainya. Membuat Aleeya semakin marah dan ingin membunuh Serra. Bagaimana dia bisa memiliki kemampuan beladiri seperti ini? Aleeya bertanya-tanya dalam benaknya. Serra yang ia tahu bahkan tidak bisa meninju dengan benar, tetapi wanita yang ada di depannya menyerangnya dengan gerakan terlatih. Seperti ia telah biasa melakukan pertarungan fisik. Kaki jenjang Serra menerjang perut Aleeya kemudian beralih cepat menghantam wajah Aleeya hingga tubuh Aleeya terhuyung ke belakang. Seperti angin, Serra sudah berada di depan Aleeya dengan tangan yang mencekik batang leher Aleeya. "Berani menyentuhku lagi, aku patahkan lehermu!" Tangan Serra semakin mencengkram leher Aleeya. Membuat tubuh Aleeya sedikit terangkat dan juga kesulitan bernafas. Hari ini suasana hati Serra tidak baik. Ia malas berurusan dengan siapapun. Serra melemparkan kasar tubuh Aleeya ke lantai. "Pergi dari sini!" Kepala Aleeya terasa sangat sakit. Mungkin saja tulang kepalanya retak karena terjangan Serra. "Aku tidak akan melepaskanmu, Serra. Ayah akan menghukummu!" Aleeya bangkit dengan memegangi kepalanya yang sakit. Ia mengelap sudut bibirnya yang berdarah lalu pergi dari kamar Serra. Olyn masuk dengan wajah heran. Ia terus seperti orang bingung, tapi detik kemudian ia mencoba tak peduli dengan apa yang ia lihat. "Nona, apa yang terjadi di kamar Anda?" Olyn terperangah melihat kamar Serra yang berantakan. "Aleeya mengacau." Mendengar itu, Olyn segera mendekat. Ia memeriksa tubuh Serra. Terlihat sekali jika ia menyayangi Serra. "Nona baik-baik saja, kan? Anda tidak terluka, kan?" "Memangnya apa yang bisa dia lakukan padaku, Olyn." Serra membalas cuek. Olyn memastikan Serra baik-baik saja. Ia memeriksa Serra sekali lagi dan tak menemukan goresan sedikitpun. Ini aneh, biasanya nonanya pasti akan terluka jika Aleeya sudah datang ke kamar nonanya. Bukannya Olyn menginginkan nonanya terluka, hanya saja itu sudah pasti akan terjadi. "Aku akan mandi. Rapikan kamar ini!" Serra bangkit dari ranjang. Ia segera melangkah menuju ke kamar mandi. Olyn menatap Serra sampai nonanya masuk ke dalam kamar mandi. Ia terlihat berpikir sejenak dengan wajah yang terlihat sangat polos. Kemudian ia tersenyum, bagus jika mulai saat ini nonanya tidak dilukai lagi oleh Aleeya. Kehilangan ingatan merupakan berkah untuk nonanya. Aleeya datang mengadu kepada Lucy -ibunya. Dengan bukti lebam di wajahnya, Aleeya melebih-lebihkan cerita. Lucy tidak terima anaknya dipukul oleh anak simpanan suaminya. Ia segera pergi ke Steve untuk meminta keadilan bagi Aleeya. "Panggilkan Serra kemari!" Steve memerintah tangan kanannya. "Baik, Tuan." Pria berusia 70 tahun dengan wajah awet muda segera pergi dari sisi Steve. "Bagaimana bisa anak tidak tahu diri itu menyakiti putriku yang berharga!" Lucy menampakan wajah sedih. Ia membelai lembut kepala Aleeya yang tengah menangis. "Aku sudah merawatnya dari kecil dan inikah balasannya?! Seharusnya dari dulu aku tidak merawatnya." Telinga Steve terasa panas. Ia benci mendengar ocehan wanita yang menjadi mate-nya. "Hentikan ocehanmu!" Mulut Lucy otomatis terkunci, tetapi matanya menatap tidak terima. Apakah sekarang suaminya sudah mulai membela Serra? Apakah suaminya sudah lupa tentang perjanjian mereka ketika Serra dibawa ke rumah itu? Tch! Ya, Serra memang sudah dewasa, jadi tentu saja suaminya tidak butuh orang untuk merawat Serra. Merasakan kedatangan Serra, Lucy memiringkan wajahnya. Memberikan tatapan setajam ujung pedang pada Serra. Namun, yang ditatap tidak terlihat takut ataupun menyesal. "Ada apa Ayah memanggilku?" Serra bertanya pada Steve. "Apa yang kau lakukan pada adikmu?" "Aku tidak melakukan apapun, Ayah," jawab Serra enteng. Ia berbohong tanpa berkedip sedikipun, terlihat sekali bahwa ia sangat pandai dalam berbohong. Jangankan orang di sekitarnya, alat pendeteksi kebohonganpun tidak akan bisa mendeteksi kebohongannya. Aleeya menatap Serra garang, "Dia bohong, Ayah. Jelas-jelas dia melukaiku karena tidak suka tidurnya diganggu!" Raut wajah dingin Serra tidak berubah sama sekali. Ia melirik Aleeya cuek. "Aku tidak memiliki kekuatan apapun, Ayah. Bagaimana bisa aku melukai Aleeya? Lebih masuk akal jika ia melukai dirinya sendiri untuk membuat Ayah memarahiku." "Tutup mulutmu, Serra!" Lucy menyela tajam. "Putriku tidak akan mungkin melakukan hal sekonyol itu." Serra memberikan tatapan yang sama pada Lucy, "Kau lebih mengenal anakmu. Jadi, nilailah sendiri dengan baik." "Anak tidak tahu diri!" Lucy melayangkan tangannya, tetapi dengan cepat Serra menangkap tangan itu. "Tidak ada lagi Serra yang bisa kau lukai dengan tanganmu ini, Lucy! Jaga tanganmu jika kau masih memerlukannya!" Serra menghempaskan tangan Lucy. Aleeya dan Lucy terperangah. Serra yang saat ini mereka lihat tidak seperti Serra yang sering mereka tindas. Jujur saja, nyali mereka sedikit menciut karena tatapan mengintimidasi Serra serta nada bicara Serra yang sangat dingin. Namun, harga diri mereka terlalu tinggi untuk dikalahkan oleh Serra yang menurut mereka bukan apa-apa. "Suamiku! Lihat bagaimana anakmu membalas orang yang sudah merawatnya sejak kecil." Lucy beralih ke Steve. Memprovokasi Steve agar Serra mendapatkan hukuman. "Cepat minta maaf pada ibumu, Serra." Lucy menatap Steve tak percaya. Suaminya hanya memerintahkan Serra untuk meminta maaf. Serra mendengus pelan, "Aku tidak melakukan kesalahan apapun, Ayah. Dan ya, dia bukan ibuku." "Serra!" Suara Steve meninggi. Serra tidak terganggu sama sekali. "Ada apa? Apakah aku mengatakan hal yang salah? Ayah memang ayahku, tetapi dia bukan ibuku. Atau aku juga bukan anak Ayah?" Tatapan mata Steve menggelap. "Kembali ke kamarmu sekarang juga dan jangan pernah keluar tanpa izinku!" Hal itu adalah yang Serra inginkan. Ia membalik tubuhnya, tersenyum mengejek Aleeya dan Lucy lalu melenggang pergi. "Suamiku?" Lucy bersuara karena tidak menerima Steve melepaskan Serra begitu saja. Ia jelas melihat Seera tersenyum meremehkan. Rasanya ia sangat ingin menenggelamkan Serra ke lautan dengan kedua tangannya sendiri. "Jangan jadikan aku pria bodoh, Lucy! Serra tidak mungkin bisa melukai Aleeya yang lebih kuat daripada dirinya." Steve menatap Lucy tegas. Ia kemudian beralih ke Aleeya, "Dan kau, Aleeya. Jangan membuat Ayah kecewa padamu. Kau tahu Ayah selalu membanggakanmu di depan semua orang!" Steve meninggalkan istri dan anaknya. Wajahnya terlihat dingin, seakan ia memendam kemarahan yang begitu besar. Kemarahan yang tidak bisa ia luapkan. Lucy melepaskan pelukannya pada Aleeya. Kini ia menatap anaknya tajam. "Kau benar-benar bodoh, Aleeya!" "Ibu, aku sungguh tidak berbohong," seru Aleeya dengan wajah serius. "Apakah kau pikir ibu marah karena kau berbohong?" Lucy diam beberapa detik, "Ibu marah karena kau memilih cara yang bodoh untuk membuat ayahmu menghukum anak sialan itu! Bagaimana bisa kau mengarang kebohongan yang sangat bodoh seperti ini?" "Ibu, aku bersungguh-sungguh. Serra memukulku." "Dan itu lebih memalukan lagi, Aleeya! Ibu tidak memiliki anak yang bahkan bisa dilukai oleh pecundang seperti Serra!" Lucy meninggalkan putrinya begitu saja. Ia marah pada Aleeya yang sudah membuatnya dipermalukan oleh Serra. Meski begitu, Lucy tidak akan melepaskan Serra. Ia akan secepatnya melenyapkan Serra dari dunia ini. Aleeya mengepalkan tangannya. "Jalang sialan itu!" Ia menggeram murka. "Lihat saja, aku pasti akan menghancurkanmu, Serra!" Kebencian Aleeya pada Serra semakin bertambah berkali lipat. Tangan Aleeya menyentuh wajahnya, "Sialan kau, Serra!" ia memaki lagi. Ia segera kembali ke kamarnya untuk menyembuhkan luka yang ia terima karena Serra. Malam ini ia harus pergi ke pesta yang diadakan oleh Alpha Kevyn untuk pengangkatan Aaron menjadi Alpha yang baru. Ia harus terlihat menawan dan jadi yang paling cantik di pesta pria yang ia cintai. ♥♥♥   Malam tiba, semua anggota keluarga McKenzie telah siap untuk pergi ke mansion keluarga Lightwood kecuali Serra yang saat ini masih bersiap karena ia baru diberitahukan oleh Debora -pelayan setia Lucy. Pesta kali ini adalah pesta kedua yang akan Serra datangi selama 20 tahun ia hidup. Pesta pertama Serra diizinkan oleh Lucy pergi karena Aaron meminta agar Lucy membiarkan Serra pergi, Dan pesta kedua ini, Lucy membiarkan Serra pergi karena memiliki maksud tertentu. Selama ini Serra tidak pernah diizinkan pergi ke pesta manapun oleh Lucy, dan Steve diam saja. Itu semua karena sebuah perjanjian dengan Lucy dan juga karena sebuah alasan lain yang membuatnya tidak bisa menyayangi Serra meskipun ia ingin menyayangi Serra seperti anaknya yang lain. "Naiklah ke kereta." Steve melangkah menuju ke kereta kuda yang ada di depan kediaman mewahnya. "Setelah Nona Serra siap, antar dia ke rumah Alpha!" Steve berpesan pada tangan kanannya. "Baik, Beta." Steve masuk ke kereta kuda bersama dengan istri dan dua anaknya. Setelah semuanya masuk, kereta kuda mulai berjalan. Di dalam kamarnya Serra tengah menyesali kebodohannya yang meninggalkan belanjaannya kemarin sore. Ia tidak tahu apa yang harus ia kenakan ke pesta. Pakaian di dalam lemari tidak mungkin ia gunakan ke pesta. Ia tak akan menjadi pusat perhatian semua orang karena berpenampilan seperti pelayan. "Olyn, apakah kau memiliki pakaian yang bagus?" Serra akhirnya bertanya pada pelayannya. Olyn diam sejenak, mengingat apakah ia memiliki pakaian yang bagus, "Ada, Nona. Aku baru membelinya tiga hari lalu. Aku akan mengambilkannya untuk Nona." "Ah, Olyn!" Serra menghentikan langkah Olyn yang hendak mencapai pintu kamar. "Aku juga membutuhkan alat rias." "Baik, Nona." Olyn kembali melanjutkan langkahnya. Pesta di saat seperti ini bukan hal yang menyenangkan bagi Serra. Apalagi pesta itu untuk merayakan pengangkatan pria yang sudah mencampakan pemilik tubuh sebelumnya. Namun, Serra tidak bisa tidak hadir karena siapapun yang tidak hadir berarti menolak pengangkatan Aaron dan dianggap sebagai pengkhianat. Tidak, Serra tidak akan membuat masalah sebesar itu untuk saat ini.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD