Ketentraman Yang Sebenarnya

1524 Words
Happy Reading. Keheningan mengisi kamar itu ketika dokter Derrick yang juga merangkap sebagai dokter pribadi keluarga Kingston sedang berkonsentrasi mengobati luka tembak di bahu Sean. Dokter Evan bekerja dengan sangat hati-hati, sebisa mungkin tidak menyakiti Sean. Lelaki itu diberi obat bius dengan dosis rendah, awalnya Sean menolak keras dan mengatakan bahwa dirinya tidak perlu diberi obat penghilang kesadaran. Dia tidak ingin melewatkan detik detik Kesya mengkhawatirkan dirinya, sebab itulah Sean menginginkan lukanya dijahit dengan kesadaran penuh. Beruntung Kesya langsung memarahinya dan memberi ancaman pada Sean akan membenci lelaki itu sehingga mau tidak mau Sean akhirnya menurut. Dokter Derrick menggelengkan kepalanya ketika teringat kembali akan perdebatan panjang sepasang kekasih itu.  "Tidak ada yang terlalu serius, peluru itu tidak menembus terlalu dalam. Kau tidak perlu melakukan operasi." dokter Derrick berucap sambil membebat pundak Sean dengan sangat hati-hati supaya tidak terlalu menyakiti. "Katakan siapa yang membalut lukamu dengan perban itu. Setidaknya dia cukup bijak menghentikan pendarahan mu." sambungnya kemudian. Sean terdiam, dia sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi perkataan dokter Derrick yang seperti sindiran halus itu. Matanya masih berpesta pora menikmati kecemasan di wajah Kesya, perempuan itu sesekali mengerutkan kening karena bingung dan memasang ekspresi seolah tidak tega ketika memperhatikan kelihaian dokter Derrick dalam mengobati lukanya. Dan semua perubahan-perubahan ekspresi Kesya membuat bibirnya tak lagi bisa menahan senyum. Dokter Derrick yang merasa bahwa Sean akhir-akhir ini banyak mengabaikan dirinya seketika mendongak, hendak mencari tahu apa yang sedang dilakukan lelaki itu sampai tidak menanggapi perkataannya. Dan bibirnya tidak tahan untuk mengurai senyum sinis saat dilihatnya tatapan Sean yang memuja pada Kesya. Sementara Kesya malah menatap dirinya yang sedang mengobati luka Sean dengan serius, tidak menyadari bahwa kekasihnya itu sejak tadi memperhatikan dirinya dengan seksama. Jatuh cinta memang gila. Senyum licik terulas di bibir dokter Derrick sebelum dirinya akhirnya berucap. "Kesya?" dokter Derrick memanggil tanpa perlu menoleh pada Keysa. Keysa yang tampaknya berkonsentrasi terhadap dokter Derrick langsung terhenyak dan matanya tertuju pada lelaki itu. Sementara Sean seketika menolehkan wajahnya ke arah dokter Derrick, dari tatapannya tersirat penuh tanya ada perlu apa lelaki paruh bayah itu memanggil nama kekasihnya. "Ya paman." Kesya berujar takut-takut, tangannya tanpa sadar mencengkram lengan Sean hingga membuat lelaki itu langsung menoleh padanya. Pandangan mereka bertemu, yang satu seperti ingin menangis karena cemas sementara yang lainnya dipenuhi amarah, sebab dokter Derrick telah membuat Kesyanya ketakutan. "Kalau kau ingin berbicara maka katakan padaku. Kau membuatnya ketakutan." Sean mengetatkan gerahamnya, tidak tahu apa maksud dokter Derrick sebenarnya. "Tidak perlu mengancam ku. Aku tahu bahwa Kesya mu sangat berharga, hanya saja aku ingin bertanya." sekali lagi dokter Derrick berbicara tanpa menoleh pada Sean ataupun Kesya. Sean mengangkat alisnya, "Katakan apa itu." Dokter Derrick terlihat mengerutkan dahinya, mengambil jeda sejenak untuk berpikir sebelum kemudian berbicara. "Apa kau pernah terlibat permasalahan dengan seseorang sebelumnya? Aku tahu penyerangan itu tidak berasal dari pihak Sean. Aku bahkan tidak mengenali jenis peluru yang mereka gunakan. Ini pertama sekalinya, ada yang berhasil melukai Sean." Perkataan dokter Derrick langsung membuat cengkraman Kesya di lengan Sean mengendur. Dadanya seperti diremas ketika mengingat kembali potongan-potongan kejadian itu. Kesya terlihat menundukkan kepalanya, merasa malu karena dirinyalah alasan Sean sampai terluka. Jari-jemarinya saling meremas seperti hendak memberi kekuatan sementara mata Kesya telah berkaca-kaca. Reaksi yang diberikan oleh Kesya semakin menambah tingkat kemarahan Sean. Dia tahu perempuan itu hendak menangis, terlihat jelas bagaimana susahnya Kesya menarik napas berulangkali seolah dadanya sesak dan sempit. Sean menengadah, menatap dokter Derrick dengan dingin. "Tolong pergilah paman. Aku rasa aku sudah baik-baik saja." ujarnya dengan maksud mengusir. Dokter Derrick membalas tatapan Sean dengan dahi mengernyit. Namun setelah dirinya berhasil membaca apa yang tersirat di mata Sean, dia segera menganggukkan kepala. Sepertinya perkataannya tadi telah menyinggung Kesya dan itu berarti bahwa dia juga telah menyinggung Sean. "Aku akan datang lagi." dokter Derrick berujar pelan, menatap Sean dengan penuh penyesalan. Dia sama sekali tidak bermaksud menodongkan Kesya dengan kata-katanya yang terdengar seperti menuduh itu, hanya saja dia tidak tahu bagaimana memilah perkataan hingga tidak berpotensi menyakiti seseorang. "Berhati-hatilah paman." Sean melempar senyum tipis. Dan segera setelah itu, dokter Derrick langsung bergegas ke arah pintu yang sudah dibuka oleh Ben, asisten pribadi Sean. Ben kemudian menyusul dokter Derrick melangkah keluar lalu menutup pintu belakangnya dengan pelan. Ketika ruangan itu sudah berubah hening, Sean langsung bersuara tidak ingin keheningan ini semakin berlangsung lama. Dia menatap Kesya seolah menilai dan matanya terjatuh pada kedua tangan perempuan itu yang saling meremas seperti hendak menyakiti. "Hentikan Kesya. Kau bisa menyakiti tanganmu sendiri." ucapnya memberi perintah tegas. Perempuan itu langsung menengadahkan kepalanya dan dilihatnya Sean sedang mengadukan matanya yang biru ke dalam mata coklatnya. Tapi Kesya tidak peduli dia malah memilih mengakhiri tatapan mereka dengan kembali menunduk. Sikap Kesya yang terkadang membuatnya jengkel, pada akhirnya hanya bisa ditanggapi oleh Sean dengan merapal kalimat kesabaran di dalam hatinya. Semarah-marahnya dirinya terhadap Kesya, tapi tidak pernah terbesit niatnya untuk menyakiti perempuan itu. Sean menghela napas pendek, tanpa menunggu reaksi Kesya selanjutnya, dia langsung menggerakkan tangan kirinya dan menarik Kesya padanya. Kesya memekik keras, dan tanpa sengaja tubuhnya malah menabrak d@da Sean yang keras karena tidak siap. Dia hendak menghindar tapi tangan lelaki itu sudah lebih dulu memerangkap pundak mungilnya. "Diamlah. Aku tidak akan memarahi mu." ujarnya dengan suara menenangkan. "Tapi jangan seperti ini, kau masih sakit. Aku tidak ingin kau menahankan berat tubuhku." ucap Kesya setengah mencicit, mengatur tubuhnya supaya tidak sepenuhnya bersandar pada Sean. Sean terkekeh, perempuan tidak tahu bahwa dirinya sama sekali tidak merasakan berat apapun. Malahan tubuh Kesya sangat ringan dan membuatnya bertanya-tanya, apakah perempuan tersebut mengkonsumsi makanan bergizi dan vitamin sebelumnya. Tubuh Kesya tidak tergolong seksi tapi sangat kurus dengan tinggi yang hampir mencapai dagunya. Sean tersenyum miris, dia tahu betapa sulitnya perempuan itu berjuang untuk hidup. Dengan perlahan Sean menunduk dan mengecup singkat bibir Kesya. "Kau tahu apa yang paling ku takutkan saat aku berhadapan dengan para penjahat itu?" Dahi Kesya berkerut, dia menggelengkan kepalanya dengan gerakan pelan. "Tidak tahu. Memangnya apa? Apakah kau takut mati?" tanyanya dengan menggunakan mata besarnya yang tak berdosa. Sean mengamati Kesya, tangannya terangkat dan langsung disentuhkan di pipi Kesya. "Aku tidak takut mati. Yang ku takutkan adalah tidak bertemu dengan mu lagi. Sebab itulah aku menghabisi mereka karena telah merusak acara makan malam ku denganmu. Mereka menyerang ku dan hendak mengambil mu dariku, aku mungkin bisa kehilangan apapun tapi tidak dirimu. Kau sangat berharga bagiku, yang susah payah ku temukan tidak akan pernah bisa tergantikan oleh siapapun." sambungannya dengan jujur. Pipi Kesya merona, tersentuh akan sikap manis lelaki itu. Kesedihannya langsung berurai ketika mendengar kata-kata Sean yang seolah mampu menenangkan hatinya. Kesya melingkarkan tangannya di pinggang Sean, memeluk lelaki itu dengan posesif. "Aku mencintaimu." Sean tersenyum miring, tidak biasanya Kesya menyatakan cinta terlebih dulu. Tapi sekarang ini, kewaspadaan perempuan itu tampaknya mengendur sehingga membuat Kesya lepas kendali. "Kalau begitu menikahlah denganku." Sean mendekatkan wajahnya di wajah Kesya, dan membuat bibir mereka nyaris bersentuhan. Senyum Kesya melebar, matanya menatap intens lelaki itu. "Seharusnya kau sudah menyediakan cincin terlebih dulu sebelum melamar ku, kau ini sangat kaku. Bagaimana bisa kau mengatakan lamaran tanpa persiapan apapun. Kalau begini kan, aku jadi memiliki alasan untuk menolak." sahut Kesya memasang wajah pura-pura marah. "Dasar perempuan licik." Sena terkekeh, lalu mengangkat jemarinya lalu menyentil dahi Kesya pelan. "Kode yang sangat bagus, aku akan segera menyiapkannya." sambungnya kemudian lalu mendaratkan ciuman di pipi Kesya. **** Maria berhenti tepat di ruangan perawatan khusus itu, tengah malam mulai bergulir, sebentar lagi akan menampakkan sinar kejinggaan di langit cerah. Maria harus bergegas sebelum para penjaga menyadari kedatangannya. Dengan mengendarkan matanya waspada, dia langsung mengangkat tangannya membuka pintu untuk kemudian melangkah masuk. Ruangan itu senyap, hanya ada penerangan yang berasal dari satu sumber. Pandangan Maria terjatuh pada sosok perempuan cantik yang tidur dengan sangat nyamannya. Dia melangkah sambil tersenyum licik lalu berdiri di tepi ranjang. Maria mengamati Emily dengan seksama dan tahu hanya dengan sekali lihat saja, perempuan itu akan bisa kembali normal seperti sebelumnya. Semua ini karena Kedua, kedatangan perempuan yang tidak jelas asal usulnya itu bak malapetaka baginya. Dia harus mencegah Emily sembuh supaya posisinya tetap aman. Maria membungkuk lalu membawa bibirnya di telinga Emily. "Hai... kakak. Aku sudah datang." bisik Maria dengan suara mengerikan, ingin mengirimkan sinyal ketakutan di otak Emily. Sebenarnya aku tuh gak mau up tapi karena liat komentar kalian, akhirnya aku up deh. Busyeetttt.. aku sampai di inbox, se-excited gitu yah sama nih cerita. Padahal novel ini adalah salah satu cerita yang gak terlalu aku banggakan, liat aja penulisannya berantakan kan ye, beda ama yang lain cuman gak sangka, komentar di novel ini lebih banyak loh daripada yang lain. Ngakak gak tahu mau gimana... btw terimakasih untuk dukungannya. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD