MerindukanMu

1283 Words
Happy Reading “Sean” Suara Kesya yang gemetaran menahan tangis bergaung di dalam kamar itu. Dengan perlahan diangkatnya tubuhnya dari posisi terbaring, dan pandangannya langsung menyapu ke seluruh ruangan dengan teliti. Dadanya sesak tiba-tiba ketika menyadari hanya keheningan yang memenuhi disana. Hal itu seolah menjawab kebingungannya sendiri, dan membuktikan bahwa kecemasannya ini adalah karena ketidakberadaan Sean bersamanya. Kesya menyibakkan selimut yang menggulung di pinggulnya, hendak menurunkan kakinya tetapi mendadak terhenti saat menyadari ada yang menancap di tangan atasnya. Tanpa mempedulikan rasa sakit nan nyeri, Kesya melepas infus itu kemudian mendaratkan kakinya dan berlari ke arah pintu. "Buka pintunya. Siapapun yang diluar ku mohon buka pintu ini." Ujranya berteriak sambil menggedor-gedor pintu tersebut dengan kedua tangannya. Kesya refleks melangkah mundur ketika didengarnya suara pintu yang dibuka. Dan di detik selanjutnya, memanfaatkan kesempatan itu, dengan cekatan Kesya langsung berlari kencang keluar dari dalam kamar itu. Ben yang berniat untuk menghentikan Kesya supaya tidak mengetuk pintu terlalu kencang karena khawatir akan menimbulkan bekas kemerahan disana malah tidak menyangka akan terkecoh oleh siasat Kesya. Tanpa menunggu lama lagi, dia langsung menyusul perempuan itu dan disusul oleh para penjaga dari belakangnya.  Kesya berlari  menuruni tangga dengan cepat, tidak peduli dengan rasa dingin menusuk dari telapak kakinya yang telanj@ng. Dia harus cepat melarikan diri sebelum para penjaga itu menangkapnya dan mengurungnya lagi. Memikirkan tentang keadaan Sean membuat hati Kesya hancur tertindih oleh kecemasan yang luar biasa. Lelaki itu belum juga kembali, malam semakin larut dan sampai detik ini pun Kesya belum mendapatkan kabar tentang Sean. Air matanya berhamburan deras, saling berlomba-lomba membasahi pipinya. Sedikit lagi, dia akan berhasil menggapai pintu utama. Kesya langsung menghentikan langkahnya sesaat setelah mendengar suara mobil dari balik pintu itu. Dengan tubuh yang setengah menggigil dan mata yang sedikit dilumuri harapan, Kesya berdiri sambil menatap dalam-dalam ke arah pintu seolah sedang menantikan kehadiran lelaki yang sejak tadi menguasai hati dan juga jiwanya. Tanpa sadar Kesya mencengkram gaun tidurnya, dan jantungnya berdebar tak karuan seiring dengan langkah kaki yang mulai terdengar mendekat. Kesya terlihat menarik napas panjang- panjang, dari arah belakang punggungnya dia sadar bahwa para penjaga itu telah berdiri disana. Kesya tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang lemah, yang dipedulikannya sekarang ini hanya Sean. Setu detik, dua detik, waktu terasa lambat berjalan. Kesya bahkan menggeram kesal ketika pintu itu tak kunjung terbuka. Dikepalkannya tangannya seolah hendak mengumpulkan kekuatan. Entah kenapa dia sangat yakin bahwa Sean berada di balik pintu tersebut.... "Aku pulang," Suara pintu dibuka yang langsung menampakkan sosok yang ditunggunya berdiri disana. Lelaki itu tersenyum lebar, wajahnya berbinar cerah seolah tidak merasakan sakit sedikitpun. Pandangan Kesya beradu dengan mata biru Sean, keduanya saling bertatapan, yang satu dipenuhi kerinduan sementara yang satu laginya dilumuri kelegaan bercampur kemarahan. Hingga akhirnya, Kesya menggerakkan kakinya melangkah pelan-pelan hendak mendekati Sean. Sepanjang gerakan itu, tidak sedetik pun Sean mengalihkan tatapan dari wajah Kesya. Matanya yang tajam tampak menilai Kesya dan gerahamnya mengetat ketika menyadari bahwa perempuan itu berjalan-jalan dengan kondisi kaki yang telanjang. Kesya berdiri tepat di depan Sean mengawasi lelaki itu dari jarak yang sangat dekat. Dan tanpa sengaja ketika matanya berpindah dari wajah Sean, tatapan Kesya terjatuh pada kemeja putih Sean yang dipenuhi oleh darah mengering. Air mata Kesya berderai, bibir pucatnya mulai gemetaran sementara jantungnya seperti tercabut paksa. Dia teringat bahwa Sean mengalami penembakan yang mengerikan di bagian bahu kanannya. "Kesya.... ada apa?" Sean sedikit menunduk, mencoba untuk menilai ekspresi Kesya. Kesya seketika mengangkat wajahnya ke arah Sean, membalas tatapan lembut lelaki itu dengan mata berkaca-kaca. Kemudian dia mengangkat kepalan tangannya lalu melayangkan pukulan lemahnya di d**a Sean untuk melampiaskan rasa frustasinya. "Aku membencimu... aku sangat membenci mu.... aku benar-benar membencimu." suara Kesya tersekat di tenggorokan karena tangisnya yang berderai, dan setiap kalimat yang terucap dari bibirnya akan dibarengi pukulan di d@da Sean. "Aku... hampir... gila menunggumu. Aku... bahkan tidak bisa bernapas dengan tenang. Kepalaku hampir pecah karena memikirkan mu. Kau... menyelamatkan ku... tapi kau melupakan satu hal... aku tidak bisa hidup jika terjadi sesuatu padamu. Katakan... katakan... kenapa... kau melakukan semua ini." di akhir kalimatnya Kesya mencoba untuk berteriak tetapi suaranya tertelan oleh tangisnya, hingga yang bisa dilakukan Kesya hanya menyandarkan dahinya di d@da Sean dan tangannya masih bergerak untuk memukuli lelaki itu. Sean tersebut tipis, membiarkan perempuan itu melampiaskan seluruh amarahnya. Kedua tangannya bergerak melingkari punggung rapuh perempuan itu sebelum kemudian mendaratkan kecupan bertubi-tubi di pucuk kepala Kesya. Kemudian Sean mendongak, dan memberikan perintah melalui lirikan matanya kepada para penjaga untuk segera menyingkir. Perhatian Sean kembali tertuju pada Kesya, dipeluknya erat-erat perempuan itu seperti sedang menumpahkan rasa rindunya. "Semua itu ku lakukan karena aku sangat mencintaimu. Kau boleh menyebutku bodoh, tapi lelaki bodoh ini tidak bisa melihatmu terluka. Kalau kau hidup aku pasti hidup, Kesya. Sebab itu, ku harap kau panjang umur supaya aku bisa tetap hidup." Mendengar itu, tangis Kesya seketika pecah. Kesya menangis terisak-isak, membuat ruangan itu seketika dipenuhi oleh kepedihan. D@danya bergerak naik turun dengan sangat cepat, kata-kata Sean begitu menusuk di hatinya, membuat Kesya tak mampu berkata-kata dalam sesaat. Kesya menghentikan pukulannya lalu keduanya tangannya langsung melingkar di pinggang Sean. "Kau b******k! Aku membencimu!" Sean menggelengkan kepalanya, tingkah Kesya yang tampak seperti anak kecil membuat d@danya mengembang. Dia semakin mengencangkan pelukannya, sungguh, perasaan rindu memang membutuhkan jarak untuk bisa disadari. Baru beberapa jam mereka terpisah, tapi Sean tidak mampu menahan rindunya lagi. Dia sama sekali tidak peduli dengan luka tembak di bahunya, asalkan bisa bertemu dengan Kesya semua rasa sakit itu sama sekali tidak ada artinya. Sean lalu menarik tubuh Kesya membuat jarak terbentang sedikit diantara mereka. Diangkatnya dagu Kesya dengan lembut lalu dihadapkan padanya. Sean menggulirkan senyum, mengusap pipi Kesya dengan jarinya. "Kenapa kau berlarian tanpa memakai alas kaki." Kesya memasang wajah cemberut, setelah dirinya hampir mati memikirkan kondisi Sean, lelaki itu malah balik menanyakan keadaannya yang jelas-jelas sama sekali tidak perlu membutuhkan perhatian serius. Napasnya masih tersendat-sendat ketika berkata. "Aku.. tidak ingat dimana... terakhir kalinya... aku meletakkannya." sahutnya merengek. Sean mengerutkan dahinya. "Ceroboh. Kau selalu saja seperti ini." sambungnya lalu menjepit ujung hidung Kesya gemas. "Hentikan. Hidungku akan semakin merah nantinya." Kesya berucap sambil menarik tangan Sean dari hidungnya, melepaskan dengan kasar. Sean sendiri hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perubahan sikap Kesya yang seperti kekanak-kanakan. "Ayo, aku akan memeriksa kakimu di kamar. Aku khawatir kau terluka." "Tidak mau." Kesya berseru kencang, lalu menyembunyikan tangannya dengan cepat di balik punggung. "Yang butuh diobati itu adalah kau bukan aku. Lihat bahumu, kau terluka parah dan membutuhkan pertolongan." ucapnya mengomel. Sean terkekeh pelan lalu tangannya bergerak menyentuh pipi Kesya. "Kau tahu kenapa aku tidak merasakan sakit sedikitpun?" Dahi Kesya mengernyit, tampak bingung dalam menelaah kata-kata Sean. "Kenapa?" tanyanya dengan meragu. Sean menatap lekat-lekat pada Kesya lalu berucap. "Karena semua sakit itu telah berkumpul di dalam hatiku, dirongrong oleh luka yang menganga karena aku terlalu merindukanmu. Aku sangat merindukanmu hingga aku ingin cepat-cepat pulang dan merengkuhmu dalam pelukanku. Aku terlalu mencintaimu dan terkadang membuatku lupa bagaimana caranya mencintai diriku sendiri." sambungnya dengan suara lirih. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Mata coklat itu terbuka lebar dan langsung melotot ke arah langit kamar. Kesya menggerakkan tangannya saat merasakan dahinya lembab dan berkeringat dingin, mengusapnya pelan. Seketika itu pula kesadarannya berangsur-angsur pulih, dan matanya langsung terbelalak dipenuhi keterkejutan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD