Setelah sampai dirumah Raisa pun mengantarkan anaknya ke kamar dan melepas semua pakaian sekolahnya.
''Vanilla mau bobok apa maem dulu nak?''
''Mau main-main ma, tapi Vanilla nunggu papa pulang.''
''Ya udah, sambil nunggu papa pulang Vanilla bobok dulu ya.''
Setelah mencuci kaki dan tangannya Vanilla pun bergegas tidur siang yang ditemani oleh Raisa.
Kehidupan Raisa sudah dipenuhi kebahagiaan, apalagi dengan kehadiran putri kecilnya dan cintanya pada Alan membuat hidupnya sudah begitu sempurna.
Namun apa yang selama ini ia bayangkan ternyata tidak benar adanya, ada duri didalam rumah tangganya yang siap menusuknya kapanpun.
Terdengar suara mesin mobil yang baru saja datang, ia pun bergegas keluar dari kamar putrinya.
Dibawah sudah terdengar keributan, Raisa pun segera turun untuk melihatnya.
''Ibu,'' gumamnya lirih dan langsung mendekati wanita yang ada diruang tamu.
''Ibu, kenapa datang nggak bilang-bilang dulu, kan biar Raisa masakin kesukaan ibu,'' ucap Raisa dan memeluk mertuanya yang baru saja sampai.
''Nggak usah repot-repot sayang, ibu kesini cuma kangen sama kamu dan Vanilla.''
''Duduk dulu Bu, Vanilla baru saja tidur tadi habis pulang sekolah.''
''Oh cucu ibu sudah sekolah ternyata.''
Raisa hanya senyum dan mengangguk mendengar penuturan mertuanya.
''Ibu nginap kan disini?''
''Iya ibu nginap, besok baru pulang. Soalnya Rena tidak dirumah juga.''
''Raisa seneng sekali kalau ibu sering-sering datang kesini, ibu sayang sekali sama Raisa seperti anak sendiri. Ibu benar-benar menggantikan sosok mama buat Raisa,'' ucapnya sambil memeluk ibu mertuanya, tidak terasa meneteskan air mata.
''Raisa kan memang anak ibu, sama seperti Alan. Sayang ibu sama buat kalian, tidak ada yang membedakan. Ibu harap Raisa lah yang selamanya akan menjadi menantu ibu.''
Deg ... pikiran Raisa sudah kemana-mana, apakah ibu sudah mengetahui perselingkuhan mas Alan. Kok ibu bilang seperti itu!
Sebenarnya Raisa pun memikirkan hal yang sama dengan ibu mertuanya. Jika suatu saat nanti suaminya lebih memilih perempuan itu apa yang akan ia perbuat.
Ibu Alan benar-benar menggantikan sosok mama Raisa yang beberapa tahun lalu meninggal karena serangan jantung.
''Eh, kenapa anak ibu malah nangis? Apa ibu salah ucap ya?'' ucap nya dengan ekspresi kaget yang melihat menantunya menangis.
Raisa hanya tersenyum mendengar penuturan mertuanya.
***
Tidak dirasa waktu sudah sore, Alan pun bersiap pulang dari kantor. Ia pun berjalan menuju lantai bawah, senyum selalu tersungging di bibirnya menyapa setiap karyawan yang ingin juga pulang.
Saat diparkiran ia ketemu dengan asistennya Gilang, mereka berdua sudah berteman sejak duduk di bangku SMA.
''Eh bro, gue nebeng pulang dong.''
''Dimana mobil Lo?''
''Biasa di bengkel, mobil sudah tua.''
''Makanya ganti, pelit amat ngeluarin uang,'' ucapnya sambil melempar kunci ke arah Gilang.
''Untuk biaya nikah Al, nanti dulu urusan mobil. Gue nih yang nyetir?''
''Iya buruan, nggak mau gue jadi sopir lo.''
Gilang pun menancapkan pedal gas meninggalkan kantor, didalam mobil keduanya masih sama-sama diam belum ada obrolan apapun.
''Gimana hubungan Lo sama Olla?'' tanya Gilang tiba-tiba.
''Gue mau udahan kayaknya Lang, takut ketahuan Raisa.''
''Jangan kayaknya, memang harus Lo tinggalin itu si Olla. Kurang apa Raisa bro? Dia lebih segala-galanya dari pada Olla.''
''Olla mengancam akan memberitahu Raisa kalau aku memutuskan nya.''
''Gila tu cewe, emang kurang apa sih suaminya.''
''Jangan nyindir gue lo,'' tatapannya tajam ke arah Gilang.
Gilang yang melihat bosnya sudah melotot kearahnya pun hanya bisa menelan ludah dan diam.
Setelah mengantarkan Gilang kerumahnya, Alan pun menancap gasnya segera menuju rumahnya. Tak lupa ia mampir di toko mainan, kemaren ia janji pada putrinya kalau nanti pulang akan dibelikan boneka Barbie.
###
''Assalamualaikum, Vanilla papa pulang.''
Melangkah kan kaki masuk kedalam rumahnya.
''Waalaikumsalam,'' jawab wanita paru baya.
''Ibu, kapan ibu kesini?'' tanyanya sambil mencium takzim tangan ibunya.
''Tadi siang ibu kesini.'' Sambil menggandeng lengan putranya untuk masuk.
''Ibu menginap kan?''
''Iya, ibu rencana pulang besok.''
''Mana Vanilla sama Raisa Bu?''
''Dikamar, Vanilla mau mandi tadi.''
''Ya udah, Alan keatas dulu Bu!''
Wanita itu pun mengangguk menandakan iya pada putranya.
Alan pun naik menapaki tangga satu persatu untuk menuju ke kamar putrinya.
''Vanilla, papa pulang!''
Mendengar handle pintu dibuka, gadis kecil itupun menoleh ke arah pintu melihat siapa yang datang.
''Papa,'' belum selesai memakai baju ia pun langsung menghambur peluk pada papanya.
''Hemm, wangi banget anak papa ini.''
''Ih, papa geli,'' ucap Vanilla sambil ketawa, karena Alan menciumi nya Tanpa celah.
''Lihat papa bawa ini,'' ia pun menurunkan anaknya dari gendongannya.
''Wah, boneka belbi.''
Raisa yang melihat anak dan suaminya hanya diam melihatnya. Entah apa yang dipikirkan ibu anak satu itu.
''Ma, ada apa?'' tanya Alan yang menyadari istrinya sejak tadi hanya diam.
''Gak papa, Pa!'' ucapnya sambil senyum.
''Ya udah, papa mandi dulu ya.''
''Iya, Papa! telimakasih bonekanya.''
''Sini Vanilla pake baju dulu,'' panggil Raisa pada putrinya.
Selesai mandi Alan pun turun dari kamarnya, dari arah ruang makan sudah terdengar ramai. Terlihat Raisa dan ibunya menyiapkan makanan yang dibantu sama Bi Ira. Sedangkan Vanilla ia sibuk memainkan boneka Barbie nya.
''Vanilla maem dulu sayang,'' ucap Raisa pada putrinya yang masih asik memainkan bonekanya.
''Vaniya maem cambil main boneta ya Ma,'' ucapnya dengan nada cadel nya.
''Sini biar ibu aja yang suapi Vanilla, kamu makan sana temani Alan,'' ucap ibu mertuanya.
''Ibu makan duluan aja, nanti Raisa nyusul habis suap Vanilla''
''Udah sana makan.''
Tanpa bisa menolak Raisa pun menuruti apa kata mertuanya.
''Ibu jam berapa pulang besok, mau Alan antarkan atau dijemput mas Sam?'' ucap Alan disela-sela makan.
''Nanti nunggu dijemput sam aja Al, ibu nggak mau merepotkan kamu.''
''Ibu kaya siapa saja, mas Alan juga anak ibu jadi harus direpotkan,'' ucap Raisa.
''Benar kata Raisa, Bu!'' ucap Alan yang mendukung istrinya.
''Iya-iya, tapi ibu sudah terlanjur janji sama Sam suruh jemput besok.''
''Ibu sambil makan ya, Vanilla lama kalau makan Bu!''
''Biarkan sayang, kan tidak terus ibu bisa suapi Vanilla.''
***
Dirumah Olla yang masih merasa kesal, apalagi Alan tidak bisa dihubunginya sama sekali. Bahkan ia merasa Alan cuek dan dingin padanya.
Mendengar langkah kaki mendekat, Olla pura-pura membenamkan dirinya didalam selimut.
Hendra pun masuk kedalam kamarnya tanpa bicara apapun pada Olla, ia tidak ingin terlibat pembicaraan apapun dengan istrinya itu. Ia bergegas masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya, ia pun kembali keluar setelah menyelesaikan ritual mandinya, dirinya hanya memakai handuk dan langsung mengganti baju.
Olla yang memperhatikan suaminya dari balik selimut pun terkagum pada suaminya, yang memiliki tubuh bagus dan d**a yang bidang.
Saat suaminya mendekat kearahnya ia pura-pura memainkan ponselnya dibalik selimut. Hendra pun tak peduli lagi pada sikap istrinya, ia segera membaringkan tubuhnya dan tidur.
Hendra yang mencoba memejamkan matanya dari tadi pun tidak bisa juga terlelap, akhirnya ia membalikan tubuhnya menghadap istrinya.
''Olla, Ardham trauma! Kalau malam ia selalu mengigau ketakutan,'' celetuknya tiba-tiba.
''Ya kalau trauma kan tinggal dibawa ke psikolog anak kan mas, apa yang mau dipusingin,'' ucapnya yang membuat Hendra semakin murka.
''Harimau saja binatang yang kejam tau merawat anaknya dengan baik, sedangkan kamu manusia yang dibekali akal dan pikiran tidak lebih baik dari pada binatang,'' ucapnya dengan tatapan elang pada istrinya.
Tanpa menunggu jawaban dari istrinya Hendra langsung pergi meninggalkan kamarnya, ia keluar dengan membanting pintu sangat keras.
''Urus saja anakmu sendiri itu mas, saya tidak mau tau,'' ucapnya berteriak selepas pergi suaminya.