Chapter 18

2059 Words
“Jangan sekali-kali kau menyebutkan nama itu jika kau tak mengetahui apa-apa. Jika kau terus melakukannya, maka aku terpaksa harus menguliti mulutmu itu dan membuatmu diam” ancamku kepada Beno sambil memegang garpu menunjuk ke arah mukanya. Namun Beno benar-benar diam tak merespon ancamanku dengan serius. Dia bahkan tidak menatap wajahku. Aku pun kembali duduk di meja berhadapan dengannya. Aku sudah lama sekali tidak mendengar Namira. Dia seperti hilang ditelan oleh bumi, dan jika saja dia memang mempunyai informasi tentang Namira, maka aku akan sangat membutuhkannya dibandingkan dengan siapapun. “Aku berkata dengan sangat serius. Aku bahkan tidak berani bercanda di depanmu perihal tentang itu. Aku tahu sosok Namira benar-benar sangat berharga bagimu Killa” ucap Beno sepertinya memang benar-benar mengenalinya. Namira dulu memang terkenal di kalangan anak-anak berandalan, bahkan dia sempat dijuluki sebagai ratu berandalan oleh orang-orang. Tak heran bisa jadi kemungkinan besar Beno tahu ada apa dengan Namira sebenarnya. “Namun sayangnya aku-“ sebelum Beno meneruskan ucapannya, mbak-mbak pelayan datang kepada kami menyuguhkan makanan yang sudah kami pesan. Dua porsi pecel, namun dengan 4 kerupuk yang ada di atas piring. Padahal tidak ada dari kami yang memesan kerupuk itu. “Loh mbak, kita nggak memesan kerupuk loh ya” tegasku kepadanya. “Iya santai saja mbak. Kerupuk ini memang gratis kita kasih. Termasuk dalam paket penjualan porsinya” balasnya. Aku melihat mbak itu cukup kesusahan saat menaruh piring pecel itu di meja kami, merasa tak enak. Aku pun mencoba untuk membantunya menaruh di atas. Saat memegangnya, tak kusangka piring ini benar-benar berat, padahal kelihatannya porsi dari pecel ini biasa-biasa saja. Mungkin karena mbak-mbak ini sudah kenal dengan Beno makanya dia memberi kami porsi khusus. “Maaf ya mbak mas. Kayaknya kalian tadi ngobrol serius. Saya datang cuman ganggu doang ini” Mbak-mbak pelayan itu sadar kalau kedatangannya mengganggu kami. Tapi itu bukan sepenuhnya salahnya karena dia memang harus mengantarkan makanannya kepada kami. Jika dia menunggu kami untuk diam, mungkin saja dia tak akan mengirimkannya kepada kami. “Ah gapapa kok mbak santai saja” balasku dengan sopan ke arahnya. Mbak-mbak itu pun pergi kembali ke gerai miliknya. Saat aku melihat ke seluruh ruangan, aku baru sadar kalau gedung ini semakin lama semakin ramai dan sesak oleh orang-orang. Dan kebanyakan dari mereka merupakan mahasiswa dari kampusku. Aku takut jika situasi menjadi terlalu ramai, maka seseorang akan sadar kalau aku sedang berduaan dengan Beno. “Mumpung makanannya sudah datang. Kita makan dulu ya. Aku sudah nahan laper ini daritadi pagi belum makan” balas Beno. Aku sesungguhnya masih penasaran dengan informasi yang ia punya terkait Namira. Namun aku juga merasakan lapar dengan sungguh-sungguh setelah tadi pagi berlari sampai letih. “Tapi nanti kalau habis makan jangan lupa beritahu aku soal Namira loh ya. Awas saja kamu kalo sampai pura-pura bego” tegasku kepada Beno sambil menunjuk Garpu di tangan kiri tepat di kedua matanya. Beno yang baru saja mengambil sendok tertawa melihat kelakuanku yang aneh. “Iya, iya santai. Mana mungkin aku ingkar janji sama cewek secantik kamu” balas Beno dengan mulut manisnya. Aku cukup kebal dengan ucapan gombal yang ia berikan padaku, karena aku tahu itu hanyalah tipu muslihat yang dia berikan kepadaku, sama seperti banyak sekali wanita yang sudah ia temui dan pacari. Aku tidak akan tertipu oleh hal semacam itu juga. Satu sendok nasi mulai aku lahap dengan menikmatinya perlahan. Rasanya memang enak, namun tidak seenak yang aku pikirkan. Aku mengira tempat ini adalah sebuah Hidden Gem dimana orang-orang pergi ke tempat ini karena benar-benar enak. Tapi sekarang aku mengira kalau mereka semua kemari hanya karena harganya yang murah. Apalagi untuk kantong seorang pelajar dimana duit selalu pas-pasan. Suapan kedua aku lahap lagi, namun kali ini dibarengi dengan kerupuk di tangan kiriku, siapa tahu mungkin saja dengan dibarengi makanan sejuta umat itu bisa membuat makanannya menjadi lebih enak. Dan ternyata benar saja, ada alasan kenapa mbak-mbak tadi memberi kamu dua buah kerupuk. Satu kerupuk tidak akan cukup untuk makan nasi pecel porsi jumbo ini. Mereka sudah memperkirakan kalau orang-orang akan memakan dengan lahap kerupuk dan mie itu. Tak sadar, aku sudah menghabiskan satu porsi nasi pecel itu. Sedangkan milik Beno masih setengah. Aku cukup malu karena harus menhabiskannya dahulu ketimbang Beno, dan dia kalau makan juga terlihat sangat menikmati seperti mengunyah setiap gigitan dan kunyahan dengan memejamkan mata. Terkesan berlebihan menurutku, mungkin kalau dia membuat akun youtube berisi makan-makanan akan ramai. Aku hanya mencoba meminum es teh manis yang aku punya di sisi kananku yang belum habis. “Loh Kill, cepet amat habisin makanannya. Kamu lapar ya? Apa mau tambah lagi?” sahut Beno sambil mengunyah dan mulut penuh dengan makanan. Untung saja nasi di dalam mulutnya tidak muncrat kemana-mana sampai membuat meja menjadi kotor. “Ya kamu saja yang lelet. Sudah habisin dulu makanannya. Terus habis itu cerita tentang Namira.” Balasku dengan judes. Aku heran dengan Beno yang tidak terlihat sakit hati ataupun marah saat aku bersikap seperti itu kepadanya. Seakan-akan dia sudah tahu dengan sikapku yang seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi. Karena menunggu Beno lama untuk makan, aku pun melihat-lihat warung ini lagi, siapa tahu aku mengenal seseorang di dalam gedung ini. Tapi saat aku menengok ke berbagai arah, semua orang sedang asyik makan atau bercanda dengan teman-teman mereka. Mungkin bila nanti aku bisa bersama Andin lagi, aku akan mengajaknya ke tempat ini untuk makan bareng. Masih ada gerai yang ingin aku eksplor dan cicipi di dalam sini. Karena ukurannya yang sangat besar dan banyak membuatku terus saja merasa penasaran. Tapi tiba-tiba aku melihat sosok gadis cantik berambut pendek duduk sendirian di meja paling tengah. Aku tak tahu kenapa dia duduk sendirian di situ. Dia tidak memakan ataupun bermain handphone seperti orang-orang kebanyakan, melainkan membaca buku dengan tenang dan kalem. Cukup manis dan juga elegan jika bisa kukatakan. Aku bisa melihatnya dan menyadarinya karena dia jelas-jelas duduk diantara kami yang tengah sibuk dan meja yang berdesak-desakkan. Sedangkan dia hanya sendirian di sana sendirian tanpa ditemani siapapun. Parasnya yang cantik dan manis juga membuat banyak laki-laki menatapnya. Karena saat ia duduk di sana, benar-benar ibarat seperti sebuah oasis di padang gurun. Aku paham apa yang dipikirkan oleh para laki-laki itu, karena aku sudah tamat mengamati setiap perilaku dan tindakan mereka. Beno yang sedang sibuk makan menengok ke belakang, dia sadar kalau aku sedang mengamati seseorang. Pandangannya tertuju sama kepada cewek berambut bondol itu, kemungkinan besar Beno kenal dengan cewek itu. “Namanya Kaila, dia adalah wakil hima universitas kita” ucap Beno sambil mengunyah. “Wakil Hima? Cewek seanggun dia? Apa mungkin dia masuk ke dalam komplotan ketua Hima b******k itu?” tanyaku penasaran. Karena memang jika anggapanku benar, semua pujian yang aku berikan kepadanya bisa benar-benar sirna dalam sekejap. Ibarat sebuah s**u, akan langsung menjadi beracun bila tercampur dengan air got. “Tenang saja. Dia itu beda dengan Reza. Malahan, dia adalah wakil ketua yang sangat diidolakan oleh semua mahasiswa di kampus kita. Ibarat filsafat cina, Kaila adalah yin, sementara Reza adalah Yang. Perpaduan dua sifat yang memang selalu diperlukan di dalam semua organisasi” aku tahu filsafat itu, namun sepertinya Beno mengucapkan sesuatu yang salah. “Tunggu dulu Ben, setahuku Yin itu kegelapan, sementara Yang itu cahaya. Jadi kau ingin mengatakan kalau Kaila adalah kegelapan?” tanyaku memastikan siapa tahu aku memang salah paham saat memahami apa yang dimaksud oleh Beno. “Oh benarkah? Maaf aku salah. Pokoknya begitulah, yang jelas Kaila itu memang anak baik. Saking baiknya dia sudah tahu kebusukan yang terjadi di dalam organisasi dan ingin mengubahnya dari dalam. Kau tidak seharusnya menganggapnya sebagai musuh, karena suatu hari nanti kau mungkin bisa bersekutu dengannya untuk menjatuhkan ketua Hima” sahut Beno kepadaku. “Menjatuhkan ketua Hima? Aku tidak pernah berniat melakukan itu. Apa kau berniat untuk mengajakku terseret ke dalam masalah dan juga rencana gilamu? Maaf aku tak ingin terlibat dalam rencana apapun yang kau buat” balasku menolak rencana Beno. Aku benar-benar tidak ingin ada balas dendam kepada Ketua Hima. Bahkan jika memang aku masih sakit hati dengan perbuatan Ketua Hima, aku mungkin akan melakukan rencana pembalasan dendamku sendirian tanpa ingin seseorang terlibat di dalamnya. Aku benar-benar tidak ingin Beno ikut terkena masalah denganku. “Yang benar saja Kill” Beno menaruh sendok di piringnya, seakan-akan kecewa dengan apa yang barusan kukatakan “Setelah apa yang baru saja dia lakukan? Kau benar-benar tidak ingin membalasnya? Dengar, meskipun terlihat konyol, aku benar-benar memiliki rencana untuk menjatuhkannya. Dan kau menjadi bagian dari itu semua. Ini bukanlah sebuah ajakan. Melainkan perintah, mengerti?” gumam Beno kepadku sambil mendekatkan mukanya kepadaku, seakan-akan aku benar-benar tuli tak bisa mendengar apa yang ia ucapkan. “Dengar Beno. Aku bukanlah seorang wanita yang kau pikirkan. mungkin memang dulu masa laluku penuh dengan kebrutalan dan kebengisan. Namun saat ini aku sudah berubah dan tidak ingin mengungkit-ungkit masalah itu lagi. Dan juga, kenapa kau yang menggebu-gebu untuk menuntut balas padahal dirikulah yang menjadi korban di sini? Apa yang sebenarnya kau inginkan hah?” tanyaku dengan tegas melihat Beno yang benar-benar bebal dan sulit untuk diberi tahu. Namun saat aku berkata seperti itu, Beno langsung diam tak membalas apa yang kuucapkan. Kemudian sesuatu yang sangat tak kuinginkan pun terjadi. Ketua Hima datang dari parkiran menuju ke gerai makanan. Namun kali ini berbeda, dia tidak membawa kecoak ataupun kroco-kroconya bersamanya. Dia sendirian. Pakaian yang ia kenakan juga tampak rapi, seperti ingin melakukan pertemuan formal dengan seseorang. Tapi ternyata, dia tidak sedang ingin makan ataupun beristirahat. Ia duduk di sana bersama dengan cewek bernama Kaila tadi. Beno juga melihatnya datang, dia pun langsung saja dengan cepat mengunyah makanannya dan menghabiskan makanannya. “Kurang ajar, bagaimana dia bisa tahu tempat ini. Padahal selama ini aku tidak pernah melihatnya di tempat ini. Apakah hari ini cuman sebuah kebetulan?” Gumam Beno yang terdengar jelas olehku. Aku tak tahu apa maksud Beno mengatakan itu. “Beno kenapa memangnya kalau dia datang ke tempat ini? selama dia tidak mengganggu kita itu sudah aman bukan?” tanyaku dengan penasaran. “Tidak, pasti ada sebuah alasan kenapa dia ada di tempat ini bersamaan saat kita makan bersama. Asal kau tahu, gosip beredar tentang Reza menyukai Kaila. Namun Kaila berkali-kali menolaknya. Maka dari itu kita lihat saja apa yang akan dia lakukan di tempat ini. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, aku taka akan segan untuk menghajarnya” ucap Beno dengan sangat tegas. Kami berdua pun mengalihkan perhatian kami dengan memandang ketua Hima dengan seksama. Dia tampak berbicara dengan topik yang sangat serius dari raut mukanya meskipun aku tak bisa mendengarnya karena jarak kami cukup jauh. Cukup lama mereka berbicara, sampai-sampai ketua Hima mencoba untuk memegang tangan Kaila. Kaila membiarkannya memegang tangannya. Aku melihat wajahnya benar-benar datar, bila mereka melihat sesuatu yang romantis, maka Kaila tidak akan bersikap seperti itu. Tidak lama kemudian Kaila malah menangis, dan Ketua Hima berdiri sambil memegang pundaknya. Ketua Hima mulai membentak kaila dengan sangat keras sampai kami yang berada di dalam gedung bisa mendengarnya dengan jelas, “APA SIH KURANGNYA AKU SAMA KAMU HAH!” Beno sudah bersiap-siap untuk berdiri, dia hendak menghampiri ketua Hima karena sikapnya kepada Kaila mungkin tidak bisa Beno terima. Aku pun mencoba untuk menahan Beno agar dia tidak terlibat masalah lagi. “Sudah Ben. Itu bukan urusan kita. Apa kamu mencoba untuk sok menjadi seorang pahlawan lagi hah? apa belum cukup kamu berbuat masalah?” “Bukan begitu Kill. Tindakannya benar-benar melawan prinsip hidupku, aku nggak bisa melihat Kaila menangis tak berdaya seperti itu” balas Beno. Hingga akhirnya Ketua Hima berkali-kali membentak membuat seisi ruangan menjadi benar-benar hening. Mereka menjadi pusat perhatian sekarang. Sampai-sampai, Ketua Hima melakukan ancang-ancang untuk menampar Kaila. “Dasar cewek jalang” Ketua Hima menampar pipi Kaila dengan sangat keras sampai teredengar oleh semua orang. Kami semua hanya diam mematung saat itu tidak beranni melawan karena kemungkinan besar orang-orang yang berada di sana sudah tahu siapa Ketua Hima sebenarnya. Lalu saat ketua hima mencoba untuk menampar Kaila kedua kalinya. Beno langsung saja berlari, dan di waktu yang tepat, Beno sudah menahan tangan Ketua Hima agar dia tidak menampar Kaila. Ketua Hima menatap ke arah seseorang yang menahan tangannya tersebut, dan betapa ia tidak kaget kalau orang itu adalah Beno. “Beraninya kok sama cewek. Dasar pecundang!” Beno langsung saja menonjok pipi ketua Hima. Membuatnya terdorong sampai jatuh ke gerai. Situasi benar-benar heboh saat itu. Aku benar-benar menyesal karena tak bisa menahan Beno saat itu. Namun di lain sisi aku juga kagum dengan rasa kehormatannya yang sangat tinggi”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD