Chapt 6. Adyrta's Past 1

2927 Words
Ting!!             Pintu lift terbuka, dan mereka keluar dari sana.             Dyrta, dua  jarinya mulai bermain di dalam sana yang belum basah dan kesat. “Ooughh Dyrta…” Desah Melia panjang dengan rasa yang sudah tidak tertahan di area miliknya.             Dyrta, tanpa ampun dia memainkan dua jarinya di dalam sana dengan kasar. “Aaaahhhkk aaahhhkkk Dyrrr… ttaaa… Ooouugghhh Dyyrrr…” Melia menggelinjang kuat, kedua kakinya mulai tegang. Menahan sakit pada miliknya. Kaki jenjangnya masih terus berjalan menuju king size milik pria berwajah tampan itu yang dikhususkan untuk  ranjang tempat dia  bermain dengan para jalangnya.             Dia mulai menggeram dan memasukkan dua jarinya semakin dalam hingga rahangnya mengeras. Bunyi suara percikan cairan di dalam sana membuat Dyrta sangat ingin untuk memasukkan miliknya yang sudah sangat tegang sekarang.             Mereka hampir sampai di ranjang yang mewah itu. Buughhh!!! Dyrta membanting kasar tubuh Melia diatas kasur berwarna grey itu. “Aaahkkkk!” Pekik Melia yang sedikit pusing akibat hentakan kuat tubuhnya diatas kasur.             Dyrta tertawa sinis.             Melia yang awalnya meringis. Melihat ekspresi Dyrta, membuatnya kembali bersikap jalang. Dia mulai menggigit bibir bawahnya, mengedipkan satu mata genitnya. “Kau tidak ingin ini, Mister.” Ucapnya sensual, melebarkan kedua pahanya. Memainkan klitorisnya tepat di hadapan Dyrta.             Dyrta mulai memburu emosinya. “s**t! Kau mengancamku, huh!” Gertak Dyrta lalu naik ke atas ranjang. Dan menindih tubuh Melia di bawahnya.             Melia, dia semakin membulatkan mulutnya melihat netra tajam Dyrta yang memandang buas dirinya. “Ayolah, Mister. Aku sangat ingin merasakan milikmu yang besar dan panjang ini…” Ucapnya memegang junior Dyrta yang terlihat tegang dari balik celana panjang hitamnya.             Dyrta menggeram, terlihat dari gertakan giginya dari ekspresi wajahnya. “Masuk menyentuh rahim hangatku, oouuugghh God!!” Desah Melia sengaja merangsang libido Dyrta.             Dyrta mulai melahap rakus bibir seksi Melia. Dia membiarkan tubuhnya duduk dan menindih perut Melia, dengan kedua tangannya meremas kuat gundukan seksi Melia. ‘Kau selalu kasar Dyrta! Sialan!’ Bathin Melia mengumpat dan masih terus menerima ciuman kasar Dyrta.             Melia, dia merasa sesak. Dyrta selalu bermain kasar. Tidak pernah sedikit pun berlaku lembut padanya. Tapi dia terus menahannya, hanya demi uang dan kemewahan hidupnya. “Hmmmpphhhttt” “Aaassshhhmmpphhttt”             Dyrta melepas pangutan mereka. Dia mulai tersenyum sinis. “Kau menginginkan lebih dari ini, Mel ?” Tanya Dyrta menatapnya intens. Glek!             Seketika Melia susah menegukkan salivanya. Dan spontan dia mengangguk iya. ‘Sialan kau!’ Bathinnya kembali mengumpat.             Dyrta ?             Mendengar umpatan berulang kali dari Melia, membuatnya tersenyum bak iblis. Dia lalu menegakkan tubuhnya dan hendak membuka semua kancing jas dan kemeja hitam di dalamnya.             Namun sesaat dia mengingat pesan itu lagi. “Ingat Sayang. Simpan perjaka kalian untuk istri kalian. Supaya perawan istri kalian, juga kalian yang mengambilnya.” “Karma itu selalu ada, Sayang. Ingat pesan Mommy baik-baik ya.” ‘s**t!’ Umpat Dyrta mengusap kasar wajahnya. ‘Kenapa kau selalu menghantui aku, Mom!’ Bathinya lagi lalu beranjak dari ranjang.             Seketika dia turun dari ranjang. Lalu berjalan menuju lemari khususnya penyimpan barang permainan seksnya. Dia mengambil alat vibrator berwarna ungu disana.             Dia kembali melangkahkan kakinya menuju Melia yang masih utuh dengan pakaiannya.             Melia yang melihat pergerakan Dyrta, lagi-lagi dia menggelengkan pelan kepalanya. ‘Vibrator lagi ? Kenapa kau tidak pernah memainkan milikmu, Dyrta! Aku ingin merasakannya! Sialan!’ Umpat Melia kemudian mulai tersengal.             Dia tidak habis pikir jika Dyrta masih belum mau menyentuh dirinya dengan juniornya yang besar dan berurat itu.             Dyrta ?             Dia tentu saja mendengar segala umpatan Melia. Dia juga tahu kalau Melia hanya memanfaatkannya untuk uang dan kemewahan. Sebab itu, Dyrta tidak mau terlalu memanjakan wanita manapun. Karena setiap wanita pasti berpikiran sama, pikir Dyrta. “Lepaskan pakaianmu!” Ucap Dyrta bersuara dingin, dengan tatapan tajamnya.             Melia langsung membuka semua pakaiannya. Mengikuti perintah Dyrta.             Dyrta melempar vibrator itu ke samping Melia. Dia langsung memasukkan kasar dua jari kanannya lagi ke dalam milik sempit Melia yang sudah terbuka lebar di pandangannya. “Aaaahhhkkkk!!” Pekik Melia kesakitan.             Senyuman licik masih terus tercetak di wajah tampannya. Kedua tangannya semakin memperdalam dua jari miliknya ke dalam sana. “Kau menginginkan apa, Mel!” Ucap Dyrta menggertakan rahangnya dengan netra tajamnya terus menatap Melia.             Melia, dia terus menggelinjang merasakan sakit yang berhujung pada nikmat dibawah sana. “Oohh Dyyrr… taa.. Oouughh Please…” Ucap Melia bergetar memohon agar Dyrta memasukkan miliknya.             Tanpa melepas jarinya dari sana, tangan kirinya menjangkau vibrator ungu tadi. Dan segera menghidupkannya, lalu dengan gerakan cepat dia memasukkan alat itu pada v****a Melia. “Aaaahhhh Dyyrrrr… Noo!! Ooouuughhh yeessss yeessss yeessss…” Desah Melia dengan tubuh bergetar.             Dyrta mengubah posisinya kembali naik ke atas ranjang. Dan menggenggam kuat kedua tangan Melia. Mencegah kedua paha seksinya terkatup. Dia kembali mengukung Melia diatasnya. Dan langsung meraup kembali bibir seksi itu. “Hhmmpphhhttt” “Hhmmpphhhttt”             Dyrta melepas ciuman mereka. Dan kembali menatap intens Melia dengan nafas memburu seakan tidak sabar ingin segera merasuki wanita di bawahnya.             Namun Dyrta selalu mengingat pesan Mommy nya. Bahwa dia tidak boleh sembarangan melakukan itu. Dan hanya  boleh melakukannya kepada istrinya seorang.             Yah! Dyrta bahkan sudah tidak perjaka lagi. Karena keperjakaannya sudah diambil oleh seorang wanita yang pernah dia nikahi secara sirih.             Saat itu, Dyrta sungguh tidak bisa menolak indahnya lekukan tubuh semampai wanita yang sah sebagai istri sirihnya. Bahkan tanpa wanita itu menggoda sedikitpun, libidonya sudah naik seakan minta untuk dipuaskan. Hal itu membuat dia berpikir untuk menikahinya secara sirih agar bisa menyentuhnya.             Selain menjalankan amanah Mommy nya, dia juga menjalankan keinginan istri sirihnya saat itu yang hanya ingin memberikan keperawanannya dengan suaminya seorang. Sungguh! Kelicikan Dyrta sangat menguntungkan dirinya sebagai seorang pria. Walau setelah kejadian itu, Dyrta hanya meninggalkan satu buah kartu platinum tanpa ada selembar surat dan kata cerai.             Lama dia menatap intens Melia yang bergetar hebat di bawahnya. Desahan Melia membuyarkan lamunannya tentang istri sirihnya itu. Istri sirihnya yang sudah mengambil keperjakaannya dan sukses membuat dirinya b*******h hanya dengan memandang lekukan tubuhnya saja. Istri sirihnya yang merupakan wanita penghancur bisnis illegalnya. “Ooouughh Dyyrrtaaaa… Stoop… it!!” Desah Melia bersuara teriak.             Dyrta terkesiap. Dia tertawa sinis, mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Melia. “Bukankah ini yang kau inginkan. Mel ?” Bisik Dyrta sensual, menjilat daun telinga Melia dengan ujung lidahnya.             Mendengar suara Dyrta, membuat bulu kuduk Melia merinding. Seakan Dyrta sedang dikuasai oleh amarah. Dia memilih diam dan tetap menikmati sentuhan vibrator yang memporak-porandakan miliknya yang sudah basah dan berdenyut hingga berulang-ulang kali.             Suara desahan Melia hanya direspon diam oleh Dyrta yang masih menautkan jemari kekarnya pada kedua jemari Melia. Membiarkan dirinya puas melihat Melia menggelinjang akibat ulahnya seperti biasa.             Begitulah cara Dyrta memuaskan dirinya selama ini tanpa harus berhubungan badan dengan wanita manapun. Karena setiap kali dia menginginkan hal itu, pesan dan suara Mommy nya, Anta selalu terngiang di telinganya. Dan itu sangat mengusik dirinya.             Walau pada kenyataannya, status dirinya yang masih sah sebagai seorang suami dari seorang wanita asal Jakarta, Indonesia itu sudah membawanya pada takdir dan cinta yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. ..**...             Setelah puas dengan permainannya bersama dengan jalangnya, Melia. Dyrta memutuskan untuk pergi ke kantornya, Althafa Sport Car.             Entah kenapa dia merasa dirinya sangat khawatir, mengingat musuh yang akan dia hadapi adalah istri sirihnya sendiri, Chandly Yuria Afnan. Khawatir yang tidak bisa ditentukan kemana arah dirinya akan menjalankan rencana gilanya.             Selain mengingat bahwa istri sirihnya yang mengambil keperjakaannya, dia juga tidak ingin menyakiti hati wanita yang sudah sah menjadi istrinya walau hanya istri sirih semata. Karena itu juga bagian dari pesan Mommy nya. Kalau sebagai suami, harus membahagiakan hati istrinya, bagaimana pun caranya.             Dyrta merasa bimbang dengan rencana gila yang sudah dia susun dengan matang, demi membalaskan dendamnya. Tetapi mengetahui siapa yang akan dia hadapi, sungguh itu membuatnya frustasi.             Menyibukkan diri mungkin bisa membuatnya melupakan sedikit kebimbangannya itu, pikir Dyrta. Sebab itulah dia memutuskan pergi ke Althafa Sport Car, untuk menghalau segala pikirannya dengan hal-hal yang menambah kebimbangan di hatinya.             Dyrta, dia juga selalu mengingat pesan Mommy nya. Bahwa melampiaskan kemarahan dan rasa pusing dengan bermain di diskotik  adalah hal yang salah.             Dia memang bertingkah diluar jalur yang tidak benar. Tetapi dia masih ingat pesan Mommy nya untuk menjauh dari segala hal yang berhubungan dengan diskotik. Dan itu masih dia pegang teguh hingga detik ini. Mengingat Daddy mereka pernah mengalami kerusakan hati dan memaksa Mommy mereka, Anta untuk mentransplantasikan seperempat hatinya untuk Daddy mereka. *** Mansion Abraham Althaf, New York, USA., Kamar tidur Dyrta., Malam hari.,             Saat malam tiba, Dyrta memutuskan untuk kembali ke mansionnya. Niatnya yang ingin keluar kota sebagai alasan untuk menjumpai wanita yang telah membuat bisnisnya hancur, dia urungkan.             Mengendarai mobil keluaran Althafa Sport Car dan langsung menuju jalan utama yang menghubungkan halaman mansion pada balkon kamarnya sendiri. Seperti biasa, penjaga gerbang selalu tahu mobil yang melintas masuk ke dalam halaman mansion Abraham Althaf yang terkenal dengan keasrian dan kemewahannya itu. Mobil berwarna orange itu terus melaju mengikuti arah jalan. Dyrta, dia memakirkan mobilnya tepat di depan pintu kamarnya, di balkonnya yang luas cukup untuk memarkirkan dua mobil sekaligus.             Dia keluar dari mobilnya, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil ponsel dari balik jas hitam pekatnya, melempar ponsel dan kunci mobilnya diatas king sizenya.             Tanpa menunggu apapun, dia langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Membuka semua busananya, melemparnya pada keranjang pakaian kotor. Membiarkan tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun, agar tercermin pada cermin panjang yang ada disana.             Dia berjalan menuju shower, dan menjangkau besi panjang untuk menghidupkan shower. Air mulai mengalir deras dari atas sana.             Berdiri di depan cermin besar itu, dengan kedua tangannya menyangga disana. Menampakkan tubuh seksi dan kekarnya yang terlihat sangat teratur berolahraga. Otot di setiap lekukan tubuh seksinya tidak menampik bahwa dirinya tetap menjaga jadwal gym nya, untuk menjaga keindahan tubuh dan staminanya.             Sungguh nafasnya masih tersengal dibawah guyuran air membasahi tubuh polosnya saat ini. Ternyata membuat dirinya sibuk di kantor belum bisa menghalau pikirannya dari istri sirihnya itu. Dan malah membuat dia semakin tidak bisa berkonsentrasi bahkan sampai malam tiba.             Dia menundukkan kepalanya ke bawah. Mengatur nafasnya yang masih tersengal. Bukan karena permainannya dengan para jalangnya. Tetapi ingatannya tentang istri sirihnya yang ternyata berada sangat dekat dengan dirinya saat ini, membuatnya tidak tenang.             Istrinya sirihnya yang melanjutkan pendidikan spesialisnya di Universitas tempat keluarga mereka selalu mendonasikan uang perusahaan mereka setiap tahunnya. Istri sirihnya yang ternyata bekerja di salah satu Rumah Sakit ternama di kota New York, tempat dimana keluarganya juga mendonasikan uang perusahaan mereka setiap bulannya.             Mengingat itu semua, membuat Dyrta menggelengkan lemah kepalanya. Dia lalu bergumam pelan. ”Ternyata kau disini, Candy.” Gumam Dyrta pelan, masih membiarkan wajah tampannya terus dialirkan oleh air diatasnya.             Pejaman kedua matanya seakan menyuruhnya untuk mengajak pikirannya mengingat kembali kejadian pada hari itu, dan malam indah itu. Malam indah yang sungguh membuatnya menginginkan malam itu kembali di hidupnya. Merasakannya kembali, melihatnya kembali.             Candy, panggilan istimewa yang Dyrta berikan untuk istri sirihnya Chandly Yuria Afnan. Dia memanggilnya Candy saat sejak mereka bertemu pertama kali di perusahaan penerbitan Novel milik Abangnya, Althafiance Publishing.             Dyrta kembali menggelengkan lemah kepalanya. Sungguh dirinya tidak habis pikir, bisa terlibat dengan sebuah ikatan pernikahan sirih bersama wanita asal Jakarta yang berhasil menarik perhatian seorang Adyrta Abraham Althaf.             Menepis itu semua, dia segera membersihkan dirinya. Menjangkau sabun cair disana, serta shampo untuk rambutnya. Dia memakainya dengan langkah cepat seakan tidak ingin berlama-lama di kamar mandinya saat ini. ... Balkon.,             Hanya dengan mengenakan piyama sutra abu-abunya, pria itu masih terus menatap langit hitam bertaburan bintang diatas sana. Seakan mampu menenangkan pikirannya saat ini. Sebuah foto yang masih dia pegang di tangan kanannya, sesekali dia melihatnya.             Kedua tangan yang masih bertumpu pada pembatas balkon yang terbuat dari bata putih.  Tubuhnya masih setia berdiri disana. ”Kenapa harus kau wanita yang mengusik bisnis illegalku, Candy.” Gumam Dyrta pelan dengan wajah datarnya. Dia lalu menghela panjang nafasnya. “Aku pikir…” “Kita tidak akan pernah berjumpa lagi…”             Dia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya seraya memikirkan perasaan yang tidak biasa baginya. “Tapi ternyata…” “Takdir menghadapkan kita dengan pertemuan yang sangat aku benci ini…”             Dyrta mulai mengeraskan rahangnya. Dan menatap foto wanita yang dia pegang saat ini. *** 1 Bulan yang lalu., Mansion Abraham Althaf, New York, USA., Ruangan makan., Malam hari., Dua orang tengah dihadapkan pada makanan yang tersedia diatas meja masak yang terbuat dari keramik putih. Seorang pria membuka suaranya. ”Masakan mu selalu menggoda cacing di perutku, Honey.” Ucap seorang pria melingkarkan kedua lengan kekarnya pada pinggang ramping wanita yang tengah menghidangkan masakannya pada piring kristal putih disana. Dia mengecupi leher jenjang wanita yang sudah menemani hidupnya sampai dia berusia senja seperti ini.             Wanita itu, dia hanya tertawa pelan. ”Kalimat kalian selalu sama, Darling.” Ucapnya bersuara sinis. Seakan paham kalau pria yang tengah memeluknya dari belakang saat ini hanya memujinya seperti biasa.             Yah! Mereka, Azzura Abraham Althaf dan Adyanta Nawwar Rizky. Kisah cinta mereka yang berawal dari takdir pertemuan, hingga membawa mereka pada sebuah ikatan cinta yang masih tetap terjaga hingga detik ini.             Mereka berdua masih terus menjaga keromantisan mereka, walau di usia mereka yang sudah senja. Bahkan mereka juga tidak segan menunjukkan keromantisan mereka di hadapan kedua putra mereka, Dyrga dan Dyrta. ”Sampai kapanpun, hanya masakan mu yang cocok di lidah kami, Mommy.” Ucap pria yang akrab disapa Zu, mengecup lama puncak kepala istrinya.             Anta, dia hanya tertawa pelan.             Zu masih terus mengeratkan pelukannya, memperhatikan kegiatan istrinya yang sedang menghias makanan disana. Sesekali dia menciumi puncak kepala istrinya.             Anta, dia kembali membuka suaranya. ”Coba ini, Darling. Apa rasanya sudah pas ?” Tanya Anta menyodorkan satu sendok udang pedas manis ke arah mulut suaminya yang sudah tertunduk.             Zu memakannya. ”Sudah pas sayang. Kedua putramu pasti suka.” Ucap Zu tertawa pelan, dan direspon oleh seorang pria yang berjalan ke arah mereka. ”Tentu saja aku akan suka, Dad.” Ucap pria itu dengan setelan kemeja putih yang sudah tidak rapi lagi. Jas berwarna hitam yang sudah terbuka kancing pada bagian depannya. Bahkan sudah tidak terlihat lagi dasi yang tadi pagi menghiasi kemeja putihnya.             Zu dan Anta melihat ke sumber suara.             Pria itu, Dyrta. Dia terus melangkahkan kakinya menuju kedua orang tua yang sangat dia hormati itu.             Zu membuang wajahnya ke depan, masih tetap memeluk istrinya, Anta. Dia tahu, kalau putra bungsunya itu pasti juga ingin memeluk Mommy mereka.             Dyrta, dia kembali membuka suaranya. ”Oh! Ayolah, Dad. Kau sudah menguasai Mommy sejak pagi. Sekarang giliranku.” Ucapnya lalu bersidekap d**a di sebelah Daddy dan Mommy nya.             Zu mengulum senyumnya. Dia lalu membalik tubuh istrinya, menghadap dirinya. Dia mengecup bibir istrinya, tepat di hadapan putranya yang sudah berusia 27 tahun itu. ”Hhmmpphhhtt” ”Hhmmpphhttt...” Anta memukul pelam lengan kekar suaminya, hingga ciuman mereka terlepas.             Dyrta, dengan wajah sebal dan memutar bola mata malasnya dia memalingkan wajahnya ke kiri, dengan tubuhnya bersandar pada meja masak yang terbuat dari keramik putih. Dia tahu kalau Daddy nya tengah menggoda dirinya lagi.             Zu tertawa pelan. Dengan wajah tanpa berdosanya dia lalu berjalan menuju kursi meja makan disana.             Anta tertawa pelan, lalu hendak mendekati putra bungsunya.             Dyrta, dia menghampiri Mommy nya. ”Mom...” Ucap Dyrta melingkarkan kedua tangannya pada pinggang ramping Mommy nya. Dan mengecup pipi kanan dan kirinya.             Anta tersenyum sambil mengelus pelan lengan kekar putranya, Dyrta. ”Lelah, Sayang ?” Tanya Anta lembut dengan senyuman di wajahnya yang masih terlihat cantik.             Zu, dia hanya menggelengkan pelan kepalanya melihat interaksi antara ibu dan putranya. Dia mengulum senyumnya. Tidak menyangka, kalau pada akhirnya, dirinya yang dulu sangat tidak menginginkan sebuah pernikahan. Sekarang, hidupnya terasa begitu lengkap dengan adanya sebuah pernikahan bersama dengan wanita yang sangat dia cintai. Ditambah dengan dua orang putra kembar mereka yang melengkapi pernikahan mereka, sebagai kado indah pernikahan dari Allah. Dyrta, melihat wajah Mommy nya membuat hatinya luluh seketika. Dia lalu menundukkan tubuhnya, memajukan wajahnya pada telinga kanan sang Mommy. ”Iya, Mom. Lelahku hilang, kalau sudah mendengar suara Mommy.” Bisik Dyrta, lalu menegakkan kembali tubuhnya, mengecup pipi kanan dan kiri Mommy nya sambil tersenyum manja.             Anta, dia meninju pelan d**a putra bungsunya dengan kepalan tangan kanannya. ”Kau ini! Dasar!” Ucap Anta lalu memegang tangan kiri putranya. Dan menggiringnya ke meja makan.             Zu, dia menggelengkan pelan kepalanya sambil tertawa pelan. ”Duduk tenang disini! Mommy mau ambil sayurnya!” Ucap Anta dengan nada dibuat sebal.             Dyrta terkekeh pelan. Dia lalu duduk tepat selang dua kursi dari Daddy nya, Zu.             Zu, dia membuka suaranya lagi. ”Mas Dyrga belum pulang. Coba hubungi dia.” Ucap Zu bersuara datar dan direspon anggukan kepala oleh Dyrta. ”Tadi Domba bilang, kalau Charlow menanyakan jadwal ku untuk minggu depan. Dan dia mengatakan Mas Dyrga butuh bantuanku. Mungkin dia...” Ucap Dyrga sambil memainkan ponselnya hendak menelepon Dyrga. Namun suara seseorang menghentikan pergerakan jemarinya. ”Mom...” Sapa orang itu yang masih berjalan menuju dapur, tempat mereka bertiga berada.             Semua orang melihat ke sumber suara.             Yah! Dyrga, dia sudah sampai di mansion sesuai dengan janjinya pada Mommy nya.             Anta, dia mengambil dua piring berisi sayur dan udang pedas manis. Lalu meletakkannya diatas meja makan mereka. ”Duduk disini, Sayang.” Ucap Anta pada putra sulungnya.             Dyrga, dia melangkahkan kakinya mendekati Mommy nya dengan kedua tangan sudah direntangkan.             Anta yang mengerti, dia menyapa putranya dengan pelukan hangat. ”Perutku sudah lapar, Mom.” Ucap Dyrga memeluk Mommy nya lalu mengecup pipi kanan dan kiri Mommy nya.             Dia kembali menegakkan tubuhnya dan duduk di sebelah Dyrta. ”Duduk semuanya. Aku akan ambilkan menu yang paling spesial untuk malam ini.” Ucap Anta kembali berjalan menuju meja masak dan mengambil makanan spesial yang sudah dia buat.             Dyrta, dia membuka suaranya. ”Tadi Domba bilang, Charlow menanyakan jadwal ku untuk minggu depan. Kau butuh bantuan ?” Tanya Dyrta bersikap santai sambil memainkan ponsel yang ada di tangannya.             Dyrga, yang hendak menjawab mengurungkan niatnya kala Mommy mereka mulai bersuara. ”Bicara yang sopan sama Mas Dyrga, Dyrta!” Ucap Anta mencubit pelan daun telinga Dyrta. ”Ppphhffftttt” ”Ppphhhfffftttt”             Zu dan Dyrga menahan tawa mereka. Karena lagi-lagi Anta memarahi Dyrta yang lupa berbicara sopan terhadap abang kembarnya, Dyrga.             Dyrta memutar bola mata malasnya. Terpaksa dia harus berkata sopan jika di hadapan Mommy mereka, Anta. ”Kau butuh bantuan ku, Mas Dyrga ?” Tanya Dyrta sopan bernada dibuat lembut sambil tersenyum manis menghadap Dyrga.             Dyrga mengulum senyuman kekehnya, melihat adiknya yang lagi-lagi disembur oleh Mommy mereka, Anta.             Dyrta kembali memainkan ponsel miliknya. ”Nah begitu kan sopan, Sayang.” Ucap Anta lalu mengambil nasi untuk ketiga prianya itu. Anta lalu mengecup singkat puncak kepala putranya, Dyrta.             Anta yang masih sibuk membagi lauk pauk pada masing-masing piring prianya. Hanya menjadi pendengar setia.             Dyrga kembali membalas ucapannya. ”Aku mendapat undangan langsung dari Rektor Utama Universitas Dubai. Mereka akan mengadakan seminar untuk minggu depan. Bisa kau mewakili aku ?” Tanya Dyrga dan direspon lirikan oleh Zu dan Anta.             Dyrta, dia menghela panjang nafasnya. Jemari tangannya berhenti dari gerakannya pada layar ponselnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD