PART 16

2204 Words
"Sayang?" Suara itu... terdengar serak. Sasa hanya bisa mengumpati teman-temannya yang menjadi penyebab suasana panas ini, dalam hati. Suasana kamar begitu canggung setelah melihat isi box terakhir yang berisikan benda haram. Lagipula, apa-apaan warnanya itu? Kenapa semerah itu? Astaga, Sasa rasanya ingin menghantam kepala teman-temannya. Ia yakin, pasti yang memilih benda itu adalah Alexa. Rafa? Laki-laki itu bergerak masuk ke kamar mandi setelah memindahkan Sasa untuk duduk di kursi sofa. Setelah beraktifitas cukup lama di luar, Sasa yakin jika Rafa juga merasa canggung setelah melihat benda laknat dari teman-temannya. Sasa hanya bisa menatap pintu kamar mandi dengan nanar. Oh, entah berapa lama Sasa sibuk merutuki teman-temanya dalam hati, hingga Rafa keluar hanya dengan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya. Memperlihatkan perut kotak-kotak laki-laki itu yang benar-benar menggoda iman. "Mandi gih," suruh Rafa tanpa menoleh. Laki-laki itu fokus pada piyama tidur yang ia siapkan sendiri. "E-ekhem. I-iya." Sasa menjawab pelan. Ia segera masuk ke kamar mandi dan menguncinya. Gadis itu segera menanggalkan seluruh pakaiannya dan mulai membersihkan diri. Kali ini Sasa lebih lama di kamar mandi. Tentu saja, malam ini adalah malam pertamanya. Jangan berpikir Sasa akan menolak dengan alasan belum siap atau malu jika Rafa meminta haknya. Sasa tidak semenye-menye itu. Ia tetap akan memberikannya pada Rafa, suaminya. Lagipula hal seperti itu harusnya memang kewajiban Sasa sebagai istri. "s**t! Gue lupa bawa baju!!" jerit Sasa tertahan. Ia terdiam beberapa menit untuk memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan sekarang. 'T-tapi kita kan udah sah. Jadi harusnya gapapa.' Lagi-lagi ia mendengus kasar, sebelum beralih membungkus tubuhnya dengan bathrobe yang panjangnya tepat di atas lutut. Ceklek! Sasa mengernyit bingung saat mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Ia tidak melihat keberadaan Rafa di ranjang yang penuh dengan balon dan bunga-bunga itu. Dengan suasana hati yang tidak segugup tadi, Sasa sepenuhnya melangkah keluar dari kamar mandi dan berhenti di sana. "Rafa?" "Hm?" "Astaga!" Sasa sedikit memekik ketika tiba-tiba pinggangnya ditarik kemudian tubuhnya dipeluk dari belakang oleh seseorang. Ditambah sentuhan bibir di telinganya dan suara deheman sensual yang menguar. "R-rafa, kamu di sini?" Rambut Sasa yang basah, disingkap seluruhnya ke samping kiri. Memperlihatkan leher bagian kanannya yang kini tiba-tiba disentuh benda lunak nan basah. Oh s**t! Itu bibir Rafa. Bathrobe bagian bahu kanan Sasa disingkap Rafa, memperlihatkan kulit putih gadis itu yang terlihat sangat menggiurkan. Di sana, Rafa mendaratkan kecupan-kecupan kecil yang membuat bulu kuduk Sasa meremang. "Emmh." Sasa sedikit bergumam kegelian. "Aku gak akan tanya kamu udah siap atau belum. Aku tetep mau lakuin itu," sahut Rafa to the point. Bahkan ia berbicara dengan blak-blakan. Tak apa, toh pada istri sendiri. Rafa membalik tubuh Sasa hingga mereka berhadapan. Mata Sasa membulat begitu melihat Rafa yang hanya mengenakan handuk. "Kamu belum pakai baju?" "Gak perlu pakai piyama dulu. Bakal dilepas juga," gumam Rafa dengan tampang tenangnya. Tangan Rafa yang melingkar di pinggang Sasa bergerak ke depan tubuh gadis itu. Tangannya membuka ikatan tali bathrobe istrinya dengan mata yang tak beralih sedikitpun dari wajah sang istri. Sasa? Gadis itu menunduk dalam dengan wajah memerah. Sungguh, ia benar-benar gugup dan malu. Kepala Rafa menunduk, bersamaan dengan tali itu yang selesai ia lepaskan. Wajahnya tenggelam di leher Sasa dengan tangan kirinya memeluk pinggang gadis itu erat, sedangkan tangan kanannya mulai bergerak membuka bathrobe sang istri. "Rafa!" Sasa menahan tangan Rafa cepat. Laki-laki itu tersenyum miring tanpa dilihat Sasa. Ia memang menghentikan gerakannya yang ingin membuka bathrobe, tapi ia beralih menggendong Sasa ala bridal yang refleks menahan bathrobe nya agar tidak terbuka lebar. "Aku gak akan nahan diri," gumam Rafa sebelum ia merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang. 'Rafa banyak ngomong juga kalau lagi gini,' batin Sasa merasa malu. Rafa merangkak naik ke atas tubuh Sasa yang rebahan. Tangannya menyingkirkan beberapa balon dan bunga yang sekiranya menghalang, dengan tanpa mengalihkan tatapan dari mata istrinya. Setelahnya, tangan kiri Rafa bergerak menyentuh dan mengelus pipi Sasa yang refleks terpejam menikmati. Sedangkan kepala Rafa semakin menunduk, matanya tak lepas dari bibir tipis istrinya yang begitu menggoda. "Kamu selalu cantik," bisik Rafa tepat di bibir Sasa. Cup! Kedua bibir mereka akhirnya bertemu. Rafa mencium Sasa dengan begitu lembut, membuat Istrinya itu yang semula begitu gugup jadi rileks. Semakin lama, ciuman mereka semakin panas. Decakan antar lidah terdengar lantang di dalam kamar itu. Bahkan tanpa sadar Sasa telah melingkarkan lengannya di leher Rafa, dengan tangannya yang aktif meremas rambut suaminya itu hingga acak-acakan. Ciuman Rafa lanjut turun ke leher Sasa. Memberikan kecupan, jilatan serta meninggalkan tanda kepemilikannya di sana. "Eunggh~" Lenguhan Sasa membuat Rafa semakin dilanda gairah. Pria itu semakin gencar melakukan aktifitasnya. Terutama tangan kiri Rafa yang mulai merambat turun ke depan d**a Istrinya. Rafa menyingkap bathrobe Sasa dengan tanpa menghentikan kegiatan bibirnya di leher gadis itu. Begitu bathrobe nya disingkap, d**a Sasa yang telah polos, langsung terasa dingin karena sentuhan udara langsung. Refleks gadis itu membuka matanya yang sedari tadi memang ia pejamkan. Matanya langsung bertubrukan dengan mata Rafa yang tatapannya tampak berbeda. Tatapan pria itu menggelap, menandakan jika ia dilanda gairah. Namun mereka diganggu oleh dering ponsel Rafa yang berada di atas nakas. Karena ponsel itu tak bisa diam, Rafa langsung mengambilnya dan melihat nama ‘Syela’ sebagai penelpon. Rafa menggeram kesal. Ia langsung melempar ponselnya ke dinding hingga hancur, membuat Sasa terkejut. Prak! “Rafa!” kesal Sasa. Baru kali ini ia melihat Rafa bertindak cukup kasar, menurutnya. “Ganggu, sayang.” Rafa kembali melanjutkan kegiatannya, ingin kembali membangkitkan gairah mereka yang sempat meredup. Tangan Rafa mulai aktif meremas gundukan di d**a istrinya yang terlihat sangat menggoda, sontak perlakuannya berhasil membuat Sasa kembali melenguh. “I know, Honey. you’re so wet now!” Bersamaan dengan bisikan itu, benda yang menutupi tubuh Sasa sepenuhnya terlepas. Rafa telah menyingkirkan benda yang menghalangi pemandangan indah pada istrinya. Wajah Sasa memerah karena malu. Terutama saat Rafa malah menatap intens tubuhnya, memindai dari ujung rambut hingga kaki. “Beautiful.” Rafa membuka handuknya sendiri. "Aku mulai, Sayang.” Sasa pasrah dibawa kendali Rafa, tapi bukan berarti ia terpaksa. Karena Sasa juga sangat menikmati setiap sentuhan Rafa di tubuhnya. Hingga saat tubuh mereka akhirnya menyatu, bibir Sasa langsung dibungkam oleh ciuman Rafa, untuk meminimalisir rasa sakit yang baru pertama kali Sasa rasakan. Sasa merasakan dan mengingat jelas bagaimana Rafa menyentuhnya sensual dan lembut agar tidak menyakitinya. Sampai puncak permainan mereka tiba, mata Sasa langsung terpejam begitu ia serta Rafa telah meraih pelepasan pertama hingga pelepasan yang entah ke berapa kalinya. Tubuh Sasa benar-benar lemas. Ia merasa tenaganya hilang. Sedangkan Rafa? Laki-laki itu beralih berbaring di samping Sasa dan memeluk tubuh istrinya itu dengan erat. "Makasih, Sayang," bisik Rafa tepat di depan wajah Sasa. Dengan mata terpejam serta nafas yang terengah, Sasa mengangguk dengan seulas senyum kecil di bibirnya yang agak membengkak. Rafa terus menatap dalam wajah istrinya yang kelelahan. "Maaf," bisiknya merasa bersalah. Sasa terkekeh pelan. "Kita sama-sama nikmatin. Jadi jangan minta maaf," gumamnya masih dengan mata terpejam. Pelukan Rafa kian erat. Rafa memang sangat menikmati malam ini. Tapi sungguh, melihat Sasa kelelahan juga membuatnya merasa bersalah. Tangannya pun turun untuk mengelus perut Sasa. "Aku harap, dia datang cepet," gumam Rafa. Mata Sasa sontak terbuka. Matanya menatap dalam mata Rafa yang tak pernah mengalihkan pandangan darinya. Lagi-lagi senyuman terukir di wajah Sasa. "Aku pengen liat Rafa kecil," ucapnya mengerling. "Aku lebih pengen liat Sasa kecil." Sasa tertawa kecil. Wanita itu balas memeluk Rafa, membuat tubuh depan mereka menempel semakin rapat. "Harus sering-sering kaya tadi. Biar dapat versi kecil aku sama kamu," ucap Rafa dengan wajah puasnya. Tangan Rafa bergerak menyeka keringat yang ada di wajah istrinya. Mengelusnya dengan lembut, tak lupa memberikan kecupan di sana. "Hmm, iyain aja, deh," balas Sasa pasrah. Mata Sasa beralih melirik jam yang ada di atas nakas. Wanita itu menelan salivanya agak sulit. Berapa jam mereka melakukannya? Sekarang sudah hampir subuh. "Makasih, ya? Sekarang kamu bener-bener milik aku," gumam Rafa dengan suara rendahnya, sembari menempelkan keningnya dengan sang istri. Sasa tersenyum tipis. Hingga matanya membulat saat merasakan sesuatu di bawah sana kembali menegang. "K-kamu gak capek?" tanya Sasa agak ragu. Bingung ingin mengatakan apa. Ia bermaksud mengajak Rafa ngobrol, agar gairah laki-laki itu mereda. "Gak tau, tapi aku kayanya masih mau." *** "Wake up, Baby." Kening yang tampak putih dan mulus itu mengerut. Telinganya jelas mendengarkan sebuah bisikan. Ia juga merasa leher dan dadanya digerayangi. "Eunghh." Lenguhan Sasa membuat Rafa tersenyum. Laki-laki yang berstatus sebagai suami Sasa itu semakin gencar mencium dan meninggalkan bekas kepemilikannya di leher sang istri. Tangannya pun aktif meremas d**a wanita itu. Pagi ini Rafa masih berbaring dengan memeluk Sasa dari belakang. Kepalanya tenggelam di leher sang istri. Ia sudah bangun sejak tadi dan sedikit membereskan kekacauan yang mereka buat semalam, sebelum kembali menempeli wanitanya. Hingga mata Sasa yang tadinya terpejam mulai terbuka dan memunculkan manik mata indahnya. Mengerjap pelan, Sasa sedikit menggosok matanya dan menguap kecil sebelum matanya bergulir ke meja nakas, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 11 siang. Ia tidak kaget, karena mereka memang baru tidur hampir pagi. Sasa berbalik hingga ia tiduran berhadapan dengan Rafa. Menatap wajah laki-laki yang telah menjadi suaminya itu dengan sayu. Sedangkan Rafa malah menatapnya dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya. Rafa bergerak maju dan mengecup hidung Sasa sekilas. "Udah siang," ucapnya lembut. Mata Sasa kembali terpejam. "Capek banget," gumamnya sedikit menguap. Rafa tersenyum kecil. Pria itu beranjak bangun dan membiarkan selimut yang menutupi tubuh polos mereka jadi tersingkap hingga ke perutnya. Sasa pun refleks menekan selimut di dadanya agar tidak ikut merosot. "Bangun mandi, terus makan," ucap Rafa kaku, seperti biasa. Sasa cemberut. Kakinya terasa sulit digerakkan. Karena itulah ia menjulurkan tangannya ke atas. "Gendong." Rafa terkekeh kecil. Dengan hanya mengenakan bokser setelah bercinta dengan Sasa hingga subuh menjelang pagi tadi, Rafa menyingkap selimut yang menutupi tubuh telanjang istrinya. "Eh, kok dilepas sih?!" ketus Sasa dengan wajah memerah malu. Ia cepat-cepat membungkus tubuh polosnya lagi, tapi Rafa juga tak mau kalah. Ia kembali menyingkapnya dan menggendong paksa tubuh sang istri. "Udah aku liat semua. Gak usah ditutupin," ucap Rafa datar. Sasa akhirnya mengalah. Ia hanya menyilangkan tangannya di depan d**a. Sedangkan pahanya ia rapatkan. Rafa mendudukkan Sasa di atas meja wastafel kamar mandi. Sedangkan ia bergerak menyiapkan air di dalam bathtub. Sasa beralih turun dari meja wastafel dengan hati-hati, karena rasa nyeri dari selangkangannya. Ia melirik tubuhnya di cermin. Bekas kemerahan memenuhi leher, d**a, serta perutnya. "Ssh, banyak banget," gumam Sasa meringis pelan. Tapi rupanya Rafa masih bisa mendengar. Rafa mendekati Sasa dan memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya merambat mengelus bekas kepemilikan yang ia buat, dengan elusan yang sangat lembut. "Sakit?" bisiknya sensual. "E-enggak, sih," jawab Sasa gugup. Rafa mengecup pundak polos Sasa, kemudian berpindah mengecup pipi wanita itu tanpa merubah posisi. "Ayo mandi, ih," ajak Sasa jengah. Jika tidak, ia akan berakhir lemas lagi di bawah kungkungan Rafa. Oh no! Sasa sangat lelah melayani nafsu Rafa yang rasa-rasanya tak habis-habis. Jika saja Rafa tidak melihat Sasa yang hampir pingsan, mungkin laki-laki itu tidak akan berhenti. Pada akhirnya, Rafa membawa Sasa untuk masuk ke dalam bathtub bersamanya. Tentu setelah ia menanggalkan celana bokser yang menutupi asetnya. Mereka murni hanya mandi bersama. Meskipun diselingi dengan ciuman dan tangan Rafa yang tidak bisa diam menyentuh tubuh istrinya. *** Neal akhirnya diizinkan pulang oleh Dokter. Dengan pesan jika pria itu tidak boleh dibuat berpikir terlalu berat dan jangan sampai kelelahan. Saat ini ia telah berada di Mansion, dengan ditemani Dela serta Syela yang selalu setia menemani kedua orang tua Rafa. "Rafa gak ada ngabarin kamu Syela?" tanya Neal pada Syela. Syela menggelengkan kepalanya lesu. "Semalam kak Rafa gak ngangkat telfon aku, pah," ucapnya sedih. Pandangan Neal beralih pada istrinya. "Rafa gak ada hubungin kamu?" Dela tersenyum tipis. "Rafa lagi sibuk di sana. Tapi dia sempat ngirim pesan sama Bunda. Dia baik-baik aja kok, gak perlu khawatir ya, Nak?" ucap wanita itu pada Syela. Syela pun mau tak mau tersenyum. Gadis itu mengangguk cepat dan memeluk Dela dari samping. "Syela kangen sama kak Rafa," cicitnya dengan wajah cemberut. Neal sendiri hanya bisa mendengus. "Sibuk banget sampai gak bisa ngangkat telfon," desis pria itu memijit pelipisnya pelan. "Gak perlu terlalu dipikirin. Ingat pesan Dokter," ucap Dela khawatir. Membuat Neal tersenyum tipis untuk menenangkan istrinya. "Syela, sebaiknya kamu tinggal di sini mulai sekarang," tutur Neal berniat ingin mengalihkan pembicaraan. "Loh? Kenapa, Pah?" "Kamu tinggal sendirian di apartemen. Lebih baik tinggal di sini, lagipula Rafa juga lebih sering tidur di apartemen dia. Cuma pulang sesekali aja ke sini. Jadi gak masalah, meskipun kalian belum sah, jadinya gak tinggal serumah, kok," terang Neal menjelaskan. "Kamu gak keberatan, kan?" tanya Neal pada istrinya. Dela tersenyum pada Neal serta Syela. "Dari awal, rumah ini udah kaya rumah kamu Syela. Jadi gak perlu sungkan. Papa benar, lebih baik kamu tinggal aja di sini mulai sekarang. Lagipula Noah juga pasti seneng kalo kamu tinggal di sini," jelasnya lembut. "Terus kak Rafa? Dia gak keberatan?" "Pasti enggak. Rafa pasti seneng kalo kamu tinggal di sini," jawab Neal ringan. "Ya udah, deh. Aku ngikut aja. Lagian, aku juga emang kesepian kalau di apartemen sendirian," gerutu gadis itu cemberut. Dela mengelus kepala Syela dengan sayang. "Ya udah. Nanti Bunda nyuruh Pak Singgih nganter kamu ambil barang-barang kamu, ya?" ucap Dela menyebut nama sang supir di Mansion Ganendra. Syela tersenyum dan mengangguk dengan semangat. 'Dengan aku tinggal di sini, mungkin Papa sama Bunda bisa bantu hubungan aku sama Kak Rafa lebih dekat lagi.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD