Sepulang dari kantor tempatnya bekerja, Indra tidak bisa langsung istirahat. Sesampainya di depan pintu utama, Indra sudah dicegat oleh Luna padahal dia belum masuk satu langkah pun. Mamanya itu bilang, undangan yang sudah dipesan telah datang tadi pukul empat sore.
Tentu saja, meski kesal pun Indra berusaha tersenyum pada Luna agar mamanya itu tidak curiga bahwa dia juga sebenarnya terpaksa menikah dengan Tasya nanti. Rasa lelahnya pun harus dia kesampingkan terlebih dahulu.
Sesampainya di kamar, semua perlengkapan mandi Indra sudah disiapkan oleh Della. Padahal Indra sudah bilang berkali-kali kepada ketua maid yang mengasuhnya itu, supaya tidak perlu melakukan hal seperti itu lagi. Karena Indra merasa sudah besar dan bisa melakukan hal-hal pribadi sendiri.
"Mas, ini cesan HP-nya. Pakai dulu punya saya. Pasti capek habis pulang kerja, dan kata Nyonya acara makan harus menunggu keluarganya Mbak Tasya sekaligus buka puasa bersama." Della meletakkan charger ponsel di meja dekat ranjang tidur Indra.
Ekor mata Indra melirik Della, segera Indra mengambil charger tersebut dan mengisi daya baterai pada ponselnya. Untung saja, di dekat ranjangnya ada terminal, jadi tidak perlu susah payah beranjak dari atas ranjang. Indra tidak tahu kenapa charger ponselnya tidak ada di kamar, padahal seingatnya dia tidak membawa ke kantor.
"Mbak, pertemuannya nanti lama?" tanya Indra di sela-sela tangannya yang sibuk dengan ponsel.
"Saya kurang tahu, Mas. La coba ditanyakan sendiri ke Bapak." saran Della.
Lelaki itu hanya mengangguk lalu menyuruh Della keluar kamar. Namun, belum sampai Della membuka pintu, sudah ada yang mengetuk dari luar. Segera Della membuka pintu tersebut dan melihat ada salah satu maid yang melayani Indra berdiri di sana.
"Ono opo? (Ada apa?)" tanya Della pada bawahannya dalam dunia perasistenan.
"Itu Mbak, Nyonya bilang katanya Mas Indra disuruh turun sekarang karena keluarga Mbak Tasya sudah sampai." ujarnya sopan pada Della.
Di atas ranjang, Indra mendengar apa yang dikatakan oleh salah satu maid yang melayaninya. Bukannya langsung bangun dan merapikan penampilan, Indra malah memainkan ponselnya seolah-olah tidak mendengar.
Della kembali mendatangi Indra, perempuan itu hanya menggelengkan kepalanya pelan saat melihat putra tuannya pasang wajah cuek. Lagi pula, pasti Indra juga lelah setelah memeras otak seharian.
"Mas, it..."
"Bentar lagi, Mbak. Aku capek, sumpah." rengek Indra seraya menggeser-geser layar ponselnya menggunakan ibu jarinya.
Wanita itu tidak ingin memaksa, dia hanya mengangguk belaka membiarkan Indra kembali fokus ke smartphone. Entah apa yang sekarang membuat Indra betah berlama-lama memandangi benda pipih nan mahal tersebut.
"Saya turun duluan yo, biar nanti saya bilang ke Nyonya kalau Mas Indra belum selesai mandi." Della berniat undur diri.
"Ah... Tidak usah, Mbak. Aku turun sekarang." putus Indra yang langsung berdiri dan mencuci tangannya terlebih dahulu.
Tentu saja, Della membiarkan adennya berjalan terlebih dahulu. Benar saja apa yang dikatakan oleh salah satu maid yang melayani Indra, keluarga Kusuma sudah datang. Terdengar suara tawa dari arah ruang keluarga.
Dengan memakai pakaian santainya, Indra ikut bergabung bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga beserta calon mertua dan calon istrinya. Tak lupa sebagai bentuk menghargai, Indra juga menyalami Hanung dan Vidya.
"Ini, undangan pernikahan kalian. Dilihat dulu, nanti kalau tidak suka sama modelnya bisa ganti." Farhan memberikan sampel undangan pernikahan mereka pada Indra dan Tasya.
"Dasar orang kelewat kaya, undangan sudah jadi baru disuruh ngelihat." Gerutu Indra dalam hati pada papanya sendiri.
Tasya juga menerima undangan yang diberikan Farhan. Matanya melirik-lirik Indra, menunggu respons dari lelaki itu.
"Sudah Pa, aku oke saja sih." Indra menyetujui desain undangan yang sudah jadi tersebut.
Beberapa lembar kertas kini ganti diberikan kepada Indra dan Tasya. Itu adalah daftar nama teman dan rekan kerja mereka yang nantinya akan diundang. Kebetulan nama serta alamat penerima pun sudah ikut dicetak agar tidak ribet menulis satu persatu.
Di atas meja tidak ada hidangan, karena memang sekarang adalah bulan puasa. Tentunya mereka semua berpuasa, dan Farhan berencana untuk mengadakan buka puasa bersama calon besan di rumah.
"Tinggal kalian saja, tadi daftar nama yang Papa undang bersama Om Hanung tidak ada yang kurang." ujar Farhan lagi.
Lelaki paruh baya itu keluar sebentar saat tiba-tiba ponselnya berdering. Rasanya tidak sopan kalau harus menerima panggilan di depan orang lain, meski Farhan sudah dekat dengan Hanung. Selain itu, nanti juga bisa mengganggu fokus mereka.
Setelah melihat satu persatu nama dan alamat semua teman dan rekan kerjanya, Indra menatap undangan pernikahannya dengan puas. Besok semua undangan akan disebar dan seminggu lagi pernikahannya dengan Tasya akan digelar. Sekali lagi Indra tegaskan, dia melakukan ini agar Tasya tidak bisa mendekati Virgo juga menghancurkan rumah tangga Virgo bersama Bebby dan Chacha.
"Ya... Semakin cepat, akan semakin baik. Semakin sempit juga ruang buat lo deketin Virgo." Kekeh hati Indra seraya menatap Tasya sinis tanpa sepengetahuan siapa pun.
"Gimana? Ada yang kurang?" Farhan kembali bergabung usai menerima panggilan teleponnya.
Indra melihat papanya yang duduk di sebelahnya. Memang sedari tadi, Farhan duduk di sana.
"Enggak ada Pa, sudah beres semua." angguk Indra mantap.
Farhan ikut tersenyum sambil menepuk bahu Indra berulang kali. Dia senang karena Indra tak sulit ketika mempersiapkan acara pernikahannya dengan Tasya. Walau sebelumnya lelaki itu menolak.
Jika Farhan sedang mendiskusikan tentang undangan bersama Indra dan Tasya, berbeda dengan Luna yang lebih heboh menggosip ria bersama Vidya. Hanung sendiri hanya diam mendengarkan apa saja yang dibicarakan oleh Farhan bersama Indra dan Tasya.
"Dari teman-teman Tasya sendiri, ada yang belum diundang?" Farhan ganti menatap calon menantunya.
Sedari tadi, Tasya cenderung diam saja. Gadis itu hanya mengatakan iya atau tidak selama menunggu kedatangan Indra.
"Ah... Sudah semua kok, Om." sahut Tasya berusaha sopan, meski sebenarnya dia muak.
Waktu sudah mendekati detik-detik berbuka puasa. Luna mengajak calon besannya ke meja makan segera sebelum nanti didahului oleh adzan maghrib.
Di meja makan, sudah ada berbagai hidangan takjil beraneka ragam. Tentu saja Luna tidak ingin mempermalukan suaminya di depan Hanung dan Vidya.
"Mohon maaf, hanya sebegini adanya." ujar Luna sopan sambil mempersilakan keluarga Kusuma duduk.
"Cuma segini adanya? Mama enggak salah? Ini tuh banyak banget, padahal di luar sana masih banyak orang kesusahan buat mendapatkan makanan." Gerutu Indra dalam hati usai mendengar kata-kata Luna.
Suara adzan maghrib akhirnya berkumandang, Indra memimpin doa berbuka seperti biasa. Mereka memilih makanan apa yang sekiranya ingin dimakan. Biasanya di keluarga Mahardika, makan malam itu tepat pukul tujuh. Tapi spesial untuk bulan puasa selalu berbeda. Dan, biasanya setiap sedang makan pasti ada maid bagian dapur yang menemani untuk berjaga-jaga kalau ada salah satu majikan mereka yang membutuhkan sesuatu. Di bulan puasa pun berbeda pula, maid yang berjaga adalah mereka yang berhalangan untuk berpuasa atau kalau semuanya puasa maka akan bergantian. Namun saat pas di jam buka, mereka ikut berbuka di tempat makan khusus maid yang ada di sebelah dapur.
"Silakan dimakan." tawar Luna pada semuanya.
Hari ini sebenarnya Tasya tidak berpuasa, dan perutnya terasa kenyang. Karena tadi sebelum berangkat ke rumah Farhan, gadis itu sudah makan mie rebus dikasih telur dan cabai rawit. Jadilah gadis itu hanya memakan satu potong gandos dan meminum segelas es teh manis rasa leci.
Usai berbuka dan sebelum melanjutkan ke acara makan, mereka lebih dulu melaksanakan salat magrib berjamaah di mushola samping rumah. Setelah melaksanakan ibadah, semuanya kembali ke meja makan. Dan isi meja makan sudah berganti dengan makanan berat seperti nasi dan kawan-kawannya.
Sebagai bentuk menghargai, Tasya tetap makan sedikit meski perutnya penuh. Hal itu sampai menyita perhatian Luna.
"Tasya kok makannya dikit banget? Apa masakannya tidak enak?" Luna khawatir pada calon menantunya yang seolah-olah enggan memasukkan nasi ke dalam mulut.
"Oh... Enak kok, Tante. Cuma sudah kenyang saja." seulas senyum Tasya berikan pada Luna.
"Maklum anak gadis, apalagi sudah dekat ke tanggal pernikahannya. Tasya bilang katanya dia lagi diet biar terlihat langsing di hari pernikahannya nanti." Vidya mencari alasan lainnya agar Luna tidak terlalu curiga.
Mata Tasya mendelik, bisa-bisanya Vidya berkata seperti itu. Padahal, Tasya tidak pernah bilang kalau dia mau diet.
"Jangan terlalu ketat, Sya. Orang kamu sudah cantik kok." puji Luna tulus.
"Tasya cantik? Dilihat dari sedotan dari pucuk Monas baru kelihatan cantik." Cibir Indra dalam hatinya.
"Makasih, Tante." balas Tasya pada Luna.
Farhan melihat ke arah Hanung, calon besan dan rekan kerjanya itu hanya makan dengan tenang. Terlihat sangat menikmati makanan yang terhidang.
"Oh ya, Nung. Kapan kita akan memberi tahu kabar ini ke Mbak Olyn secara resmi?" walaupun Farhan yang sebenarnya lebih berkuasa, tetap saja dia menginginkan pendapat Hanung.
Mendengar nama Olyn disebut, Indra mencium aroma-aroma akan adanya pertemuan keluarga. Bukan tidak senang, tapi dia sebenarnya enggan berada di acara seperti itu.
"Besok juga boleh, biar nanti saya yang akan membuat janji. Acara sebar undangannya diundur jadi lusa saja." usul Hanung.
Sebenarnya, Hanung sudah memikirkan hal ini dari beberapa hari lalu. Hanya saja, dia menunggu Farhan memulai.
"Boleh... Bagaimanapun juga, aku masih menghargai Olyn sebagai kakakku." angguk Farhan menyetujui usul dari Hanung.
"Ini antar orang tua saja kan, Pa?" Indra memilih memastikan.
Tatapan mata Indra bertemu dengan Hanung, calon mertuanya itu hanya tersenyum sopan pada Indra. Ya meski pun Hanung adalah calon mertua untuk Indra, tetap saja Hanung menganggap Indra adalah tuan mudanya yang wajib dilayani.
"Enggak dong, tapi kita semua. Kan kalian yang mau menikah, tidak ada salahnya memperkenalkan Tasya ke Budhe Olyn." sahut Farhan, lelaki itu meyakinkan Indra bahwa semua pasti akan baik-baik saja.
Tasya sendiri, dia tidak tahu-menahu siapa itu Olyn. Dia juga sebenarnya tidak peduli meski wanita yang bernama Olyn tadi adalah bagian dari keluarga Mahardika.
Acara makan kembali berlangsung, tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Indra juga memilih diam ketimbang membantah, karena semuanya akan percuma. Dia harus mulai terbiasa dengan pertemuan keluarga usai bekerja walau tubuhnya sangat lelah.
Beberapa puluh menit kemudian, acara makan pun selesai. Hanung sekeluarga merasa senang karena sudah dijamu sedemikian apik oleh keluarga bos mereka.
"Ya sudah, kalau begitu kami permisi dulu. Untuk kabar tentang pertemuan dengan Bu Olyn, nanti akan saya kabari kelanjutannya." pamit Hanung sesopan mungkin.
"Ya, terima kasih untuk bantuannya." Farhan berdiri, menyalami calon besannya.
Mereka semua berdiri setelah beberapa menit istirahat di ruang keluarga sebentar usai menyantap makanan. Sambil berpamitan, mereka sambil berjalan keluar. Sampai pada Hanung dan Vidya masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Indra sengaja membukakan pintu mobil untuk Tasya. Kebetulan, hari ini Hanung membawa dua mobil. Satu berisi sopir, Hanung dan Vidya. Sedangkan satunya lagi berisi sopir dan Tasya.
Gadis itu kaget saat Indra mendekatkan wajahnya ke wajah Tasya sampai-sampai nafas mereka saling menyapa.
"Gue enggak mau lo melakukan hal bodoh, jangan ke mana-mana sampai hari pernikahan kita tiba." bisik Indra di dekat telinga Tasya.
Ternyata itu tujuan Indra mendekatkan wajahnya ke wajah Tasya. Bukannya takut, Tasya malah tertawa sinis menatap Indra. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Indra terobsesi menikah dengannya selain karena Virgo dan Bebby.
"Apa sebenarnya dia itu memang suka sama gue dari lama?" Tanya hati Tasya pada diri sendiri.
"Lihat saja, apa yang bisa gue lakuin entar." Tasya langsung masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Indra lagi.
Indra sungguh emosi mendengar jawaban Tasya barusan. Dia menutup pintu mobil dan menahan segala emosinya. Sampai sini, Indra harus memikirkan cara agar Tasya tidak kabur atau melakukan hal bodoh.
"Enggak, Ndra. Om Hanung pasti sudah kasih penjagaan ketat buat Tasya di rumahnya." Indra mencoba menenangkan diri dalam hatinya.
***
Next...