BAB 02

1327 Words
Veronica selalu tidak tenang. Pikirannya bercabang setiap kali bersama Will. Tidur bersama pria ini terasa amat menyakitkan, tapi juga menggembirakan. Ia berusaha untuk tidak jatuh cinta karena itu hanya akan membuatnya jauh dari tujuan awal. Selepas melakukan percintaan yang luar biasa, dia menarik sebuah selimut, lalu menutupi tubuhnya. Entah mengapa, malam ini dia ada yang berbeda dari malam-malam sebelumnya. Malam ini segalanya seakan begitu membahagiakan dan melegakan. Mungkin karena ini adalah perpisahan, ucapnya dalam hati sembari menatap Will yang sedari tadi juga melihatnya. Dia tergoda untuk bertanya, “ada apa, Will?” “Kau yang ada apa, Sayang?” Will mengusap bekas air mata yang melewati pelipis kedua mata Veronica. “Kau menangis? Apa aku terlalu kasar barusan?” Veronica menggeleng. “Kau selalu lembut, Will.” “Lalu?” “Aku hanya terkena rambutmu tadi,” dusta Veronica seraya tersenyum kecil melihat rambut Will yang memang tak karuhan. “Kau berantakan setiap kali kita tidur berdua.” “Maaf.” Will mengecup kening Veronica dengan penuh cinta. “Aku tak pernah merasakan ini seumur hidupku.” “Dusta yang luar biasa.” “Sungguh, Veronica, kau sangat menakjubkan, aku tak pernah bersama wanita yang sehebat dirimu. Kau benar-bebar berbahaya , Manisku, rasanya aku benar-benar sudah kecanduan denganmu.” “Aku hanya kebetulan hebat di ranjang seperti deretan mantan kekasihmu.” “Bukan itu maksudku,” bantah Will seraya membelai pipi Veronica, senyumannya mengembang. Benih-benih cinta semakin hari tumbuh untuk wanita ini. “Aku mencintaimu sejak pandangan pertama, jadi kata hebat ini tidak merujuk ke urusan ranjang. Kau wanita tercantik yang pernah kutemui, kau sempurna dan tidak ada yang menyamaimu, kau seksi, memikat, selalu berubah-ubah sampai membuatku jengkel, tapi aku tetap tak bisa memalingkan padanganku darimu, kau cintaku, Veronica Joanne Velucca.” Veronica pernah merasa bahagia mendengarnya, tapi kenangan masa lalu yang buruk, membuat akal sehatnya tetap memimpin. Jika hati diikutsertakan dalam pembalasan dendam, maka dia akan kalau sebelum permainan dimulai. Dia miring ke samping tubuh Will, lalu mengusap d**a bidangnya— dan beralih ke tato kecil yang sangat dia benci itu. “Aku juga mencintaimu, Will.” “Kau masih belum ingin kita melakukan pertunangan?” “Kita masih dua bulan, kau selalu saja membahas itu. Aku masih ingin mengenalmu.” “Kau sudah mengenalku.” “Cinta memang seperti itu, Will, pada awalnya akan membara, tapi setelah itu baranya akan padam.” Veronica masih membelai tato mengerikan itu. “Aku belum mengenalmu— kau tidak terbuka padaku.” “Oke, kau mau tahu apalagi? Aku bernama William Pearson, orangtuaku meninggal dunia saat aku berusia lima belas tahun, sejak saat itu aku mengurus perusahaan keluargaku, Pearson Ind, dengan pamanku, aku CEO sekaligus pemegang saham 50%. Kau bisa melihat jumlah kekayaanku sendiri, aku tak pernah peduli itu. Aku punya banyak aset dan setengahnya sudah kuberikan padamu. Saat ini aku tak punya siapapun yang denganku, kecuali kau dan tiga temanku.” “Tiga teman yang tak menyukaiku.” “Oh, itu tidak benar, Sayang, mereka menyukaimu, kok.” “Tidak.” “Jangan membahasnya dahulu, mereka butuh waktu. Kita akan membuktikan kalau kita bisa menjadi pasangan yang sempurna. Veronica tidak peduli sama sekali. Dia mengganti topik pembicaraan, “bagaimana dengan kehidupan seksualmu, Will? Kau selalu menghindari topik ini, padahal aku sudah menceritakan semua kehidupan cintaku sebelumnya— kau adalah yang pertama bagiku.” Will mengecup kening Veronica dengan perasaan sangat penuh cinta. Dia bangga karena wanita ini memberikan malam pertamanya untuk dia. “Itu semakin membuatku mencintaimu.” “Jadi, kau?” “Aku berkencan dengan wanita keyika berusia dua puluh lima tahun, sejak saat itu aku punya tiga mantan kekasih dan—” “Bagaimana ketika kau masih dua puluh tahun?” Veronica ingin mengorek informasi. “Aku tak berkencan dengan siapapun saat masih menempuh pendidikan, waktu berusia dua puluh tahun aku masih seorang mahasiswa.” “Oh, juga tiga temanmu?” “Ya, kami semua masih mahasiswa, kecuali Peter, dia masih sekolah menengah atas.” “Kalian sering berpesta seks 'kan?” “Bagaimana, ya.” Will kelihatan tidak ingin menjawabnya, meskipun tidak menyangkalnya yang jelas berarti itu benar. “Kau bertanya hubungan 'kan, maka aku tak menganggap pesta dengan teman-teman itu bagian dari ini.” “Aku tanya dengan siapa saja kau berhubungan badan, Will.” “Kau serius? Aku bahkan tidak ingat dengan wanita mana saja, aku tak bisa menjawab pasti, Sayang, kau tahu 'kan, saat masih sekolah, banyak gadis di sekolah yang selalu ingin bercinta.” “Apa kau dan tiga temanmu pernah melakukan hubungan seksual paksa dengan wanita?” “Kau ini bicara apa, Sayang?” Will lantas bangun, lalu memandangi Veronica dengan heran. “Kau takut aku orang jahat?” Kau memang orang jahat, b******k, sahut Veronica dalam hati. Dia melingkarkan tangan ke leher Will, lalu tersenyum menggoda. “Aku bilang aku ingin mengenalmu.” Will mengecup ujung hidup wanita ini, lalu menjawab, “maka jawabanku adalah tidak pernah.” Veronica merasa perlu membahas hal lainnya. Sudah dua bulan berlalu, dan dia masih belum bisa melakukan pendekatan halus untuk mendapatkan informasi dari Will. “Oh iya, kita bahas lagi tiga temanmu, kau tadi bertemu bertemu mereka 'kan? Aku tahu mereka pasti menjelek-jelekanku, mereka selalu menganggapku mencintai uangmu. Aku wanita, sudah selayaknya membutuhkan perhatian dari pasangannya.” “Tentu saja, kau benar, uangku milikmu, jangan pikirkan mereka.” “Kau tidak menyesal berkencan denganku 'kan? Atau malah ingin putus?” “Kau ini bicara apa? Siapa yang ingin putus darimu? Aku mencintaimu, Veronica. Aku bahkan barusan ingin bertunangan denganmu.” Veronica meraba mata Will, dia tahu kalau pria ini sedang memikirkan suatu hal. “Tapi aku merasa kau sedang memikirkan sesuatu. Kau banyak pikiran?” “Temanku akan menikah besok, tentu saja aku mungkin kelihatan banyak pikiran. Aku hanya bangga, dia dahulu hanya suka bersenang-senang, sepertinya aku ingat, dia berkata takkan menikah karena sulit setia pada satu wanita.” “Semua remaja memang begitu.” “Kau benar, kami semua sudah dewasa dan sudah pasti pemikiran lebih terbuka. Aku senang dia bisa bersama Helene.” “Tanda kedewasaan adalah menerima kesalahan, 'kan?” kata Veronica bernada sindiran. “Semoga kalian sudah menghapus kesalahan di masa lalu agar bisa melangkah ke masa depan tanpa banyak pikiran.” “Kau sedang membahas apa, Sayang?” “Tidak. Aku sedang membicarakan diriku sendiri. Aku ingin berbagi sebuah kesalahan di masa lalu padamu, Will, kau mau mendengarkan?” “Tentu, Sayang. Kau kenapa?” “Aku dahulu tidak berdaya dan membiarkan mendiang ibuku terkena kemalangan tanpa ada yang membela.” “Kemalangan?” “Ya, semacam itu— itu adalah yang yang tidak bisa kulupakan hingga sekarang. Butuh banyak sekali terapi untuk menghilang mimpi burukku.” Will terkejut. Dahinya mengerut penuh rasa penasaran. “Kenapa aku baru tahu ini? Kau tidak masalah 'kan sekarang? Ceritakan padaku semuanya. Veronica?” “Itu sudah berlalu, aku memang tak bisa melupakannya tapi aku bisa berdamai dengan masa lalu kelam itu.” “Sayang, aku takkan meninggalkanmu. Jika kau ingin membicarakannya, aku siap mendengarkannya.” “Kita sudah selesai membahas masa kelamku, sekarang waktunya kita membahasmu.” “Aku?” “Kau pasti juga punya kesalahan di masa lalu 'kan? Aku ingin kau bercerita juga padaku, kau punya penyesalan?” “Aku menyesal tidak mendapat A+ di ujian kalkulus.” Will terdengar hanya ingin bercanda. Veronica lantas melepaskan tangannya dari Will, kemudian memalingkan wajah. Dia terlihat muak dan tidak ingin bicara lagi. Pada dasarnya dia memang tidak suka dengan segala candaan yang diucapkan Will. Merasa keterlaluan, Will memalingkan wajah Veronica lagi, lalu meralat jawabannya, “aku menyesal karena tidak bisa menemani orangtuaku di saat-saat terakhir.” “Oh.” Veronica kecewa dengan jawaban itu, dan semakin marah. Dia mengelus rambut kekasihnya ini seraya melakukan sindiran halus, “kau memang benar, orangtua sangatlah berarti, aku juga menyesal tidak bersama ibuku di saat-saat terakhir, jadi aku mengerti perasaanmu.” Will tersenyum, dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Veronica. Hanya saja, dia bahagia karena perkataan manis wanita ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD