Chapter 4

1616 Words
Selamat membaca "Bu Riana kenapa nggak menolak pemintaan mama?!" Alfa bertanya kesal. "Masa ibu mertua mau menginap nggak boleh," sahut Riana ringan. Alfa mengusap wajahnya kasar. "Ibu nggak tau apa yang akan dilakukan mama saya. Malam ini dia pasti akan berulah." Alfa mengatakannya frustasi. Tok Tok Tok "Tuh kan, bener." "Riana! Kamu udah tidur?" teriak Nirma dari balik pintu. "Belum, Ma." Riana menjawab dan berjalan membuka pintu. "Kenapa, Ma?" tanyanya sopan setelah pintu terbuka. Nirma tersenyum manis. "Mama buatin s**u buat kalian," katanya ceria dan menyerahkan nampan yang berisi dua gelas s**u kepada Riana. Riana menerima nampan itu. "Ya ampun, Ma. Jadi merepotkan, Mama." "Enggak kok, katanya s**u bagus diminum sebelum tidur. Jadi Mama buatin buat kalian, supaya tidur kalian nyenyak." "Kalau begitu, Mama balik ke kamar lagi, ya." "Iya, makasih loh, Ma." "Jangan lupa dihabisin," ujarnya sebelum berbalik ke kamarnya. Riana mengangguk kecil sambil tersenyum simpul sebelum menutup pintu kamarnya. Ia berbalik dan menghampiri Alfa yang masih duduk di pinggir tempat tidur. "Mama baik banget buatin kita s**u," katanya riang dan meletakkan nampan di atas nakas. Riana mengambil segelas s**u untuk diberikan kepada Alfa. "Diminum dulu, mumpung masih anget." "Saya nggak mau, pasti susunya udah diberi obat X sama mama," tukas Alfa menyipitkan matanya curiga. Riana mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Alfa. "Huss! Ngawur!" "Kalau Pak Alfa nggak mau, biar saya aja yang minum," katanya ketus. "Terserah, tapi saya nggak mau tanggung jawab kalau terjadi apa-apa dengan, Bu Riana." Riana menaikkan bahunya acuh. Kemudian ia duduk di sebelah Alfa dan mulai meneguk susunya. Ia m******t bekas s**u di atas bibirnya dengan lidah. Lalu menoleh ke arah Alfa. "Lihat, nggak terjadi apa-apa, kan?" "Tunggu aja beberapa menit, obatnya akan segera bereaksi," sahut Alfa datar. Riana memutar bola matanya malas. "Korban sinetron kayak gini, nih. Kalau ngomong jadi melantur kemana-mana," cibirnya. Kemudian ia meneguk kembali sisa s**u hingga tandas. Lalu menaruh gelas kosong di atas nampan. "Saya mau tidur." Riana merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menarik selimut sebatas pinggang. Setelah beberapa menit, Alfa menoleh ke arah Riana untuk melihat apa yang akan terjadi setelah Riana meminum s**u yang telah diberi obat perangsang. Namun, tubuh Riana tidak menunjukkan reaksi apa pun. Riana justru terlihat nyaman dalam tidurnya. Apa mamanya memang hanya ingin memberi s**u dan tidak ada maksud tersembunyi di baliknya? Tapi tidak mungkin jika tidak ada udang di balik batu. Mengingat sifat mamanya yang resek dan usil. Atau sebenarnya, ia sendiri yang terlalu berlebihan karena sudah mencurigai mamanya? Alfa membuang napas kasar. Mungkin memang kali ini tidak ada maksud terselubung. Dan mamanya murni hanya ingin memberi s**u, tidak ada motif lain. Seharusnya ia tidak perlu sampai berlebihan seperti ini. Akhirnya setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, Alfa mengambil gelas di atas nakas dan meneguknya hingga tandas. Ia menaruh gelas kembali ke tempat semula, lalu membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang dan memejamkan kedua matanya. Beberapa menit kemudian, saat Alfa mulai terlelap dalam tidurnya. Tubuhnya mendadak terasa panas. Ia terus bergerak tidak nyaman ke sana ke mari dengan mata yang masih tertutup. Tiba-tiba saja Alfa membuka matanya dan terbangun ketika menyadari sesuatu. Ternyata memang mamanya telah memasukan obat perangsang ke dalam salah satu minuman itu. Alfa mengumpat dalam hati saat merasakan efek obat itu semakin kuat di tubuhnya, dan ia tidak bisa menahannya lebih lama. Riana yang merasakan pergerakan Alfa, akhirnya ikut terbangun. Ia mengucek mata dan menoleh ke arah Alfa yang terlihat begitu resah dan gelisah. "Pak Alfa?" panggil Riana pelan dengan suara khas bangun tidur yang sialnya semakin membangkitkan sesuatu yang ada di dalam diri Alfa. Alfa menoleh ke arah Riana yang tampak begitu menggoda di matanya. Seolah-olah Riana terlihat seperti kelinci kecil yang siap untuk dimangsa. Ia segera mendekat ke arah Riana dan memegang pundak kecil itu. "Riana ..." panggilnya serak dengan mata yang sudah dipenuhi oleh kabut gairah. Riana terkesiap dan tersentak kaget saat Alfa semakin mendekatkan wajahnya. "Pa–pak Alfa," ucapnya gugup ketika menatap Alfa yang terlihat seperti serigala yang sedang kelaparan. Apa yang akan dia lakukan? ***** Keesokan harinya. Saat ingin melakukan sholat subuh berjamaah di ruang keluarga. Nirma memekik kegirangan dalam hati saat melihat Riana dan Alfa keluar dari kamar dengan rambut yang sama-sama basah. Itu artinya ... kemarin malam mereka berdua sudah melakukannya. Karena samar-samar ia juga mendengar suara isak tangis Riana dari balik tembok kamar yang ia tempati. Sebenarnya tidak terlalu keras, tapi karena ia sengaja menguping. Jadi ia bisa sedikit mendengarnya. Sepertinya putranya begitu perkasa hingga membuat Riana menangis saat melakukannya. Bahkan raut wajah Riana pagi ini terlihat sayu dan lelah. Apa mungkin Alfa meminta Riana untuk melakukannya sampai beberapa ronde? Khukhukhu! Jiwa dalam dirinya tertawa puas. Putranya itu memang mirip sekali dengan papanya yang seperti kuda liar. Setelah selesai mengambil wudhu, Alfa dan Riana segera menghampiri Nirma yang sudah menunggu di ruang keluarga. "Aku perhatiin, Mama kelihatannya senang banget," ujar Riana dengan raut wajah yang masih terlihat letih. Nirma memasang wajah berseri-seri. "Iya, mood Mama lagi bagus hari ini," sahutnya ceria. Alfa berdecak, lalu melirik kesal ke arah Nirma. Kemudian ia segera memakai sarung dan menunggu Riana memakai mukena. Setelah itu, ia mulai memimpin sholat. "Mama nggak jadi menginap sampai besok," ungkap Nirma setelah selesai melipat mukena dan sajadah. "Loh? Kenapa, Ma?" Mama nggak nyaman tidur di sini?" Riana bertanya heran. "Bukan begitu, Sayang. Papa katanya nggak bisa tidur tanpa Mama, hehe." Riana tersenyum jail. "Cieeeee, Mama," ledeknya mendorong pelan lengan Nirma. Sedangkan Nirma hanya tersenyum malu saat Riana menggodanya. ***** Jam menunjukkan pukul 08.13. Riana melambaikan tangan ke arah ibu mertuanya yang baru saja masuk ke dalam taksi. "Mama menunggu kabar baik dari kalian!" seru Nirma dari dalam mobil dengan wajah sumringah. Sedangkan Riana hanya menanggapi dengan senyuman kecil karena tidak mengerti dengan ucapan ibu mertuanya itu. Setelah mobil taksi sudah tidak terlihat. Riana kembali masuk ke dalam rumah dan menghampiri Alfa yang masih duduk di kursi ruang makan seakan sedang menunggunya. Ia menghempaskan bokongnya di kursi sebelah Alfa. Dan menatap Alfa seakan meminta penjelasan atas semua ini. Alfa menghela napas pelan. Alfa segera mendekat ke arah Riana dan memegang pundak kecil itu. "Riana ...," panggilnya serak dengan mata yang sudah dipenuhi oleh kabut gairah. Riana terkesiap dan tersentak kaget saat Alfa semakin mendekatkan wajahnya. "Pa–pak Alfa," ucapnya gugup ketika menatap Alfa yang terlihat seperti serigala yang sedang kelaparan. Apa yang akan dia lakukan? "Tolong kunci saya di kamar mandi," ujarnya dengan napas berat seakan sedang menahan sesuatu di tubuhnya. He? Riana mengerutkan dahinya. "Tapi kenapa?" tanyanya bingung. "Gawat!" pekik Alfa ketika ia semakin tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. "Nggak ada waktu lagi. Ayo cepat!" tukas Alfa panik dan menarik tangan Riana menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar itu. Alfa segera masuk, lalu meminta Riana menguncinya dari luar. Riana yang tidak tau apa-apa hanya menuruti ucapan Alfa yang terlihat begitu tersiksa. "Pak Alfa sebenarnya ada apa?" Riana bertanya cemas dari balik pintu mendengar teriakan dan erangan Alfa yang terdengar frustasi. Tapi bukan jawaban yang ia dapat. Riana justru mendengar suara hantaman bertubi-tubi di dinding dan teriakan yang tertahan. Mendengar suara Alfa yang terdengar seperti orang kesurupan, membuat Riana akhirnya berjalan mundur dari pintu kamar mandi dan kembali naik ke atas tempat tidur dengan tubuh yang gemetar ketakutan sambil terisak. Riana akan berubah menjadi seorang penakut seperti ini jika sudah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan setan "Bagaimana ini? Jangan-jangan Pak Alfa benar-benar kesetanan?" gumamnya resah. Riana menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Ia berusaha memejamkan kedua matanya agar cepat tertidur, tapi tidak berhasil. Sudah berjam-jam berlalu, tapi Alfa belum juga meminta Riana untuk membuka pintunya. Sedangkan Riana juga masih terjaga dan belum memasuki alam bawah sadarnya. Bagaimana ia bisa tidur dalam keadaan seperti ini? Saat pikiran Riana masih berkelana entah kemana. Tiba-tiba Alfa memanggil namanya dan membuat Riana terkesiap. Sekarang Suaranya terdengar seperti Alfa biasanya. Riana segera menuruni tempat tidur dan bergegas memutar kunci. Setelah pintu terbuka, ia mendapati Alfa dengan wajah yang terlihat kacau, berantakan, dan acak-acakan. Alfa berjalan gontai menuju tempat tidur dan menghempaskan tubuhnya lelah di kasur. "Pak Alfa udah sadar?" Riana bertanya dengan hati-hati dan sedikit menjauh dari Alfa. Dahi Alfa berkerut. "Saya kan nggak pingsan," sahutnya bingung. Riana mulai berani menghampiri Alfa ketika Alfa terlihat seperti manusia sungguhan, dan tidak ada tanda-tanda dimasuki oleh roh halus. "Saya kira Pak Alfa kesurupan." "Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyanya penasaran. Alfa membuang napas berat. "Saya akan jelaskan kalau mama udah pulang ke rumahnya." Riana mengangguk patuh dan tidak ingin protes saat melihat kondisi Alfa yang terlihat tidak baik. "Bu Riana." "Hem?" "Besok pagi sebelum subuh, jangan lupa mandi keramas." Riana mengerutkan dahinya. "Kenapa?" "Itu juga akan saya jelaskan setelah mama pulang." Riana tidak banyak bertanya. "Oke," sahutnya ringan dan membaringkan tubuhnya kembali di atas kasur. "Mama udah masukin obat perangsang di minuman itu," ungkap Alfa sambil memijat pangkal hidungnya. "Tapi kenapa saya nggak kenapa-kenapa?" Riana bertanya bingung. "Karena hanya satu gelas yang diberi obat." "Jadi, alasan Pak Alfa mengunci diri di kamar mandi karena ...." Alfa mengangguk mengerti maksud Riana. "Efek obatnya terlalu kuat, jadi saya meminta Bu Riana untuk mengunci saya dari luar. Karena saya udah hilang kendali dan nggak bisa mengontrol diri saya sendiri. Dan saya baru berani panggil Bu Riana setelah efek obatnya benar-benar hilang." Riana terdiam sejenak. "Terus kenapa Pak Alfa menyuruh saya mandi keramas pagi-pagi?" "Supaya mama nggak curiga kalau kemarin malam nggak terjadi apa-apa di antara kita." "Kalau sampai mama tau yang sebenarnya, dia akan semakin gencar melakukan hal yang lebih parah dari ini." "Saya masih nggak percaya mama melakukan hal itu." Alfa mengembuskan napas berat. "Mama terobsesi ingin memiliki cucu." "Jadi jangan syok kalau kedepannya lagi akan ada kejutan-kejutan lain yang nggak terduga dari mama." TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD