Menjadi asisten pribadi saat ini menurut Taeri tak lain adalah 'kacung' dengan bahasa lebih baik dan gaji lebih besar. Baginya hal itu tak begitu dipermasalahkan kalau membahas tentang uang kembali lagi pada kebutuhan. Mudah saja jika dia sudah tidak mau, tinggal memutuskan keluar. Mengeluh sekali dua kali adalah hal umum. Tapi tahu diri karena apa yang dilakukan akam sesuai dengan yang dia dapatkan.
Jinseok itu benar-benar luar biasa. Patut dikagumi. Bayangannya selama ini seorang boss hanya datang untuk tanda tangan dan lalu pergi bersenang-senang lagi. Namun ketika dia menjadi salah satu orang terdekat Jinseok —dalam pekerjaan— ia tahu bagaimana pria itu benar-benar bekerja keras. Memeriksa laporan dengan begitu tekun juga rekanan yang sekiranya mencurigakan. Jinseok diam-diam memantau semuanya sendiri dan dirinya bisa dibilang dijadikan matanya. Bangtan mendapatkan segalanya bukan hanya karena mereka memang terlagir seperti itu, tapi juga berusaha dan ketekunan.
Hari pertama saja sudah cukup membuat tulang Taeri mau remuk karena tentu dibalik semua sikap luar biasa itu, manusia pasti memiliki sisi lain, apalagi mengingat strata yang tinggi. Bukan bentuk kesemena-menaan tapi memang itu tugasnya selain mengatur jadwal ; menyiapkan dan memastikan makanan atau minuman sesuai keinginan Tuan Kim Jinseok terhormat. Bahkan kalau es batu dalam minuman tidak berjumlah ganjil, Jinseok akan marah. Dengar-dengar dulu asistennya pernah dipecat karena itu. Beruntung Taeri memiliki ingatan yang bagus.
Makan siang Taeri bisa dibilang hilang—tentu bukan dalam arti sebenarnya. Waktu yang dia miliki memang begitu tersita karena pekerjaannya tidak terpaku pada kurun waktu tertentu. Ia bisa saja makan ke kantin sekarang, tapi ada beberapa hal yang membuatnya engga. Pertama ; sunggu sedari tadi tatapan para karyawan padanya sangat mengganggu. Ia mengerti jelas mungkin orang-orang merasa penasaran dengan siapa gerangan wanita yang berhasil berada di sekeliling bos tampannya. Apalagi melihat dirinya jauh dari kriteria 'sangat cantik'. Ia masih ingat beberapa hari lalu bagaimana begitu terpesona dengan sekertaris Jinseok. Cantik secara tidak normal—luar biasa.
Perihal makan siang ; yang kedua adalah ia sangat mengantuk. Lelah membuatnya ingin mengistirahatkan tubuh. Salahkan draft di komputer yang dia kerjakan mengebu sampai tidur terlalu larut.
Taeri itu bisa menahan makan dengan sangat baik. Tapi jangan bayangkan karena itu dia jadi memiliki tubuh bagus—tak begitu berpengaruh karena sekali dia makan, beratnya akan bertambah luar bias. Selain menahan diri dia juga harus mengontrol mati-matian. Membiarkan beberapa hari makan seperti biasa, beberapa hari kemudian hanya minum air putih dan buas khususnya apel selaku antioksidan. Tapi tenang saja, diet itu sudah dikonsultasikan pada dokter dan cocok untuk tubuhnya. Sama seperti seorang solois wanita di Korea yang kerap melakukan itu juga.
Jinseok itu begitu menghargai orang, dia bahkan menyiapkan ruangan sendiri untuk Taeri yang begitu nyaman. Padahal jika dipikir keberadaan dia di ruangan sendiri sangatlah sedikit. Pekerjaannya adalah berada di sekitar Jinseok. Tapi karena itu juga, ia sekarang bisa tidur manis di sebuah sofa empuk yang pasti harganya mahal. Ruangannya tak sebesar milik Jinseok—beda jauh malah—tapi sangat nyaman. Karena kalau membahas ruangan Jinseok mungkin besarnya seperti kamar hotel ukuran suites atau satu apartement.
Diletakan ponsel di meja jadi ia akan siaga ketika Jinseok membutuhkannya. Sore ini dia begitu pulas tertidur di mana dunia baru menyambutnya. Memejamkan mata dengan aroma manis memenuhi ruangan. Pengharum yang khusus dia pilih sendiri.
----
Jungoo datang dengan satu amplop besar berisi beberapa kertas di dalamnya. Hari ini dia kembali memakai baju rapi. Jinmin sering mewanti-wanti dirinya kalau datang ke kantor harus memakai jas. Jinseok bahkan mengancam akan mengusir jika Jungoo tidak mendengar. Kalau dipikir itu perusahaan mereka, bisa bersikap semaunya, tapi bukan begitu cara mereka hidup. Alasan mengapa mereka sampai tahap ini adalah karena saling menghargai dan sopan. Tentu itu berlaku dalam berpakaian.
Mungkin tidak perlu memakai jas, tapi setidaknya jangan hanya memakai hoodie kebesaran tanpa baju dalaman lagi. Kucel sekali. Walaupun tetap berhasil membuat karyawan sana berjerit gemas.
Alih-alih menuju ruangan Jinseok, Jungoo lebih memilih ke sampingnya di mana tempat sang asisten biasa berada. Kertas di tangannya tentu perjanjian penawaran atas kerja sama yang ada. Penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Taeri ditambah sedikit berharap mendapatkan sebuah kejutan menarik—dalam arti sedikit nakal—Jungoo memilih untuk langsung membuka saja.
Namun yang dia temukan adalah Kim Taeri yang tertidur pulas. Awalnya Jungoo ingin mengangetkan sampai wanita itu terbangun. Bersemangat mendekat sambil terkekeh meremehkan. Tapi semua terhenti melihat wajah kelelahan Taeri.
Jungoo terdiam sesaat. Ia tahu bagaimana rasanya kelelahan. Bagaimana rasanya berusaha. Ia menjalani tekanan itu sebagai satu-satunya ahli waris Jeon. Maka berakhir dengan sebuah helaan napas dan duduk di lantai menyilangkan kaki tepat depan sofa di mana Taeri berbangun.
Matanya melirik rok pendek yang menampilkan paha juga kaki jenjang Taeri. Rambut acak juga satu kancing terbuka sehingga kulit putih pucat itu semakin terlihat. Jungoo menelan salivanya. Merasa tak enak sendiri dan juga tak pantas. Bagaimanapun seperti yang tadi dikatakan, mereka diajarkan menghargai.
Jungoo membuka jasnya dan lalu menyelimuti tubuh Taeri. Menunggu dengan manis sampai si wanita terbangun. Menumpu wajah dengan kedua tangan.
Menunggu.
Diam.
Menatap.
Sampai akhirnya dia sendiri ikut tertidur.
---
Lucu jika melihat langsung bagaimana kedua orang itu malah saling terlelap. Sama-sama lelah dengan alasan berbeda.
Kalau membahas tentang situasi, jelas Taeri tak bisa tidur semaunya. Ia masih punya tanggung jawab—pekerjaannya. Taeri memang bukan tipe yang bisa tertidur lama atau tak terganggu sama sekali, maka ia terbangun tanpa komando. Terkejut menemukan Jungoo di depannya. Ia sendiri bingung bagaimana bisa dirinya tak terbangun sama sekali ketika Jungoo ada di sampingnya. Bisa dibilang tingkat kepekaannya tinggi.
Namun sosok Jungoo yang duduk manis dengan kaki dilipat di lantai sambil kepala menunduk karena tertidur, sesekali seakan mau terjatuh, begitu menyita perhatiannya. Lucu sekali pipinya mengambung dan bibirnya seperti mengerucut. Rambutnya begitu lembut seakan minta diusap.
Karena terpesona sosok Jungoo, dia sampai tak menyadari bagaimana jas yang membalut tubuhnya. Ketika menyadari hal tersebut, Taeri seakan merasa dipukul namun dengan sesuatu yang lembut serupa kehangatan atau gulali yang mengembirakan.
Jungoo terbangun merasakan wajahnya memanas karena di pandangi terus dalam jarak dekat. Atau mungkin memang karena begitu saja reaksi yang terjadi antara mereka cukup kuat. Telat ketika membuka mata dan mendongan, wajah Taeri berada di depannya. Terlalu dekat karena sedari tadi sedang memerhatikan.
Taeri terdiam kaku namun langsung menarik wajahnya menjauh. Membenarkan tubuhnya yang condong ke arah Jungoo. Sementara Jungoo tersenyum begitu manis—renyahnya mengalahkan kue jahe milik nenek yang baru di panggang pagi atau penghujung hari.
"Sudah bangun ya rupanya? Hehe maaf aku ikut tertidur karena menunggumu."
Taeri salah tingkah sendiri dibuatnya. "K—kenapa tak membangunkanku?"
Jungoo tak langsung menjawab, dia malah menepuk lembut kepala Taeri sebelum mengusapnya. "Noona kelihatan lelah sekali. Aku tak mau menggangu. Pasti Jin hyung merepotkan ya "
Debaran anomali seketika menguasai Taeri. Jantungnya merosot ke perut berganti dengan kupu-kupu yang menari. Desiran angin menjelma serupa senandung siren—memabukan dan merdu.
Ini belum di mulai dan Taeri masih ingat jelaa syarat pertamanya.
Tenang Kim Taeri, kau hanya terpesona. Hal Biasa.
[]