BAB 9 - Not Confidence

1512 Words
"Apa kau sudah gila!."Leyna memejamkan mata dan meurutuki kebodohannya. Ya katakan dia gila, Leyna tak bisa berpikir jernih ia meninggalkan Jensen begitu saja dengan semua keributan yang ia katakan di hadapan laki-laki itu, setelah apa yang ia siapkan untuknnya Leyna memang wanita tidak tahu diri. Kini ia berada di dalam kamarnya dengan Viona yang kini duduk di hadapannya dan terlihat kesal. Leyna memeluk kedua lututnya kuat-kuat, dan merasa hancur. "Kau masih tidak bisa melupakannya! Kau harus bisa move on Leyna dan mulai lagi, Jensen baik untukmu." "Tapi aku tidak, dia pantas mendapatkan wanita yang lebih baik."Leyna merasa tidak pantas, kepercayaan dirinya tak sebaik Viona. "Kau tidak seharusnya seperti ini. Kau benar-benar mengecewakan aku rasa hanya kau yang di nyatakan cinta oleh pria tampan dan malah kabur bukan menerimanya dengan bahagia dan bersyukur, kau dapat pria tampan, kaya raya Leyna." "Aku tidak membutuhkan pria kaya."Jawab Leyna seraya menatap jendela Apartemennya. Malam ini hujan turun tepat saat Leyna menginjakkan kakinya di lantai lobby Apartemen, setelah pergi meninggalkan Jensen begitu saja. Leyna berlari menuju kamarnya bertepatan ketika Viona ingin memasuki kamarnya dan merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. "semua orang bilang begitu dan pada kenyataannya pria kaya tetap menjadi incaran." "Aku lelah. Aku mau tidur."Bibir Viona tertarik membentuk segaris senyum tipis, ia di usir lebih tepatnya Leyna ingin sendirian dan berhenti mendengar ocehannya, Viona ingin yang terbaik untuk Leyna dan ia rasa Leyna bisa mendapatkannya dari Jensen. "baiklah, beristirahatlah. Sampai jumpa besok."Viona beranjak turun dari kasur Leyna, lalu berjalan menuju pintu keluar. Leyna membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah mendengar pintu kamarnya tertutup. Leyna memejamkan mata, helaan nafas lelah keluar dari bibirnya. Perasaan bersalah berderap masuk menyelimuti hatinya, Jensen pasti marah padanya dan setelah ini pria itu tidak akan lagi mau bertemu dengannya. Leyna sudah mempermalukannya. Flashback on. "Sudah kukatakan padamu Jensen kau harus memikirkan apa yang kau katakan tentang perasaan itu." "Aku merasa nyaman aku sudah memikirkannya, aku menyukaimu sejak kita pertama kali bertemu." Leyna menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kau mudah jatuh cinta." "Kita saling mengenal selama 2 minggu Leyna dan sejak pertama kali kita bertemu aku selalu mencari tahu tentang mu." "Apa! Pantas kau tahu dimana Apartemenku karena yang sangat-sangat ku ingat aku tak pernah mengatakannya padamu." "Kau marah karena aku menyukaimu?! sulit dipercaya."Jensen berdecak, jelas ekspresinya terlihat marah. "Bukan. Aku marah karena kau terlalu mudah menyukaiku,"Leyna berkata dengan suara yang cukup keras, matanya terpejam merutuki sikapnya yang terlalu keras. Leyna kembali menatap Jensen dengan ekspresi penuh penyesalan. "Maafkan aku, kau pantas mendapatkan yang lebih baik Jensen." Flashback off. Setelah itu Leyna meninggalkannya dan kini ia menyesal karena sikapnya yang keterlaluan. Seharusnya ia tetap di sana dan membuat Jensen mengerti tentang perbedaan mereka. Masa lalu menyakitkan itu muncul, Leyna bisa menyukai seseorang dengan mudah namun belum tentu bisa menerimanya, membiarkannya masuk ke dalam kehidupannya begitu saja. Pintu bel apartemennya berbunyi, kedua mata Leyna bergerak terbuka dengan berat ia dapat melihat ruang kamarnya yang kini sudah menggelap. Terlalu malas untuk mencari tahu siapa di sana namun yang Leyna lakukan berbanding terbalik dengan apa yang reaksi tubuhnya lakukan. Leyna bangkit berdiri dan berjalan dengan malas menuju pintu apartemennya. Apa yang Edward lakukan malam-malam begini, menganggunya. Leyna membuka pintu dan menemukan seseorang berdiri dengan matanya yang sayu, seseorang yang membuat moodnya dalam keadaan buruk dan dihantui perasaan bersalah selama berjam-jam. Leyna menatap pria itu dengan mulut ternganga, rasanya tak bisa mempercayai keberadaaannya saat ini. Tubuhnya limbung, wajahnya tertunduk dan sebelah tangannya menahan bobot tubuhnya di sisi pintu. "Jensen."panggil Leyna mencoba untuk melihat wajahnya. Jensen mendongak yang membuat tatapan mereka bertemu, Jensen nampak kacau dia kelihatan tidak dalam kondisi baik-baik saja.  "Aku menyukaimu Leyna."gumamnya sebelum tubuhnya limbung dan jatuh hingga membuat Leyna memeluk tubuhnya dengan erat, sebelah tangan Leyna menggapai pintu rasanya tubuhnya juga akan terjatuh karena tubuh Jensen yang begitu berat. Tingganya sekitar 183 cm berbeda sekitar 25 cm. "ya ampun."desah Leyna frustasi. *** Jensen merasakan pening di kepalanya, denyutan itu terasa semakin keras. Ketika ia membuka mata Jensen mendapati dirinya di dalam sebuah kamar. Ini bukan kamarnya, ketika tubuhnya bangkit terduduk ia merasa sekelilingnya berputar. Kesadarannya sudah pulih namun ia tak dapat memikirkan keberadaannya saat ini. Kamar ini bernuansa putih, banyak buku di dalam rak dan beberapa tergeletak di bawah lantai, kertas-kertas menempel di dinding kamar dengan sebuah catatan. Jensen semakin dibuat penasaran, ia bangkit berdiri dan memperhatikan sekeliling kamar, pakaiannya masih sama seperti yang ia pakai semalam. Ia keluar dari kamar itu dan mendapati sebuah ruang tv yang ruangannya tak terlalu besar. Seseorang berbicara kencang dengan suaranya yang terdengar tak asing di telinganya. Tatapan mereka bertemu dan Jensen tak menyangka akan menemukan Leyna dengan pakaian santainya di rumah, sebuah celana bahan panjang yang dipadukan dengan pakaian berlengan panjang tipis yang terlihat nyaman. Leyna melompat tepat saat Jensen ingin keluar dari kamar dengan sebotol air mineral di pelukannya ia mendorong Jensen kembali ke dalam kamar dan menutup pintu dengan cepat. "Jangan keluar dulu. Ada teman ku dia sangat cerewet dan akan sangat heboh jika dia tahu kau ada di sini. Sebentar lagi dia pergi jadi tolong tunggu di dalam sampai aku datang dan memperbolehkanmu keluar. Minum ini, obatmu ada di atas meja untuk menghilangkan rasa pengar. Jangan keluar, aku akan segera kembali jika dia sudah pergi."ucap Leyna dengan suara berbisik, perkataannya sangat cepat hingga membuat bibir Jensen berkedut menahan tawa. Ia mendudukan dirinya di pinggir ranjang, sebelah tangannya meraih botol minuman yang Leyna sodorkan padanya. "baiklah mam."jawab Jensen. Leyna keluar dari kamar dan meninggalkannya sendirian di dalam sana. Jensen dapat mendengar seseorang berbicara, suaranya terdengar seperti suara laki-laki. Leyna memanggil namanya beberapa kali dengan panggilan Edward. Rasanya tidak asing, seperti pernah mendengar namanya. "Aku pergi dulu Leyna, kabari aku jika kita jadi nonton sore ini. Kau harus membayar ku kau hutang membeli tiket untuk weekend ini." Jensen mencoba mengingat bagaimana ia bisa sampai di sini, ia menelan obatnya dan menenggak satu botol minuman hingga habis tak tersisa. Jensen dapat mengingatnya setelah Leyna pergi ia ke Club malam dan minum banyak alkohol hingga membuatnya mabuk dan minta diantarkan ke Apartemen, Leyna untuk mengatakan sesuatu padanya yang ternyata membuatnya terdampar di sana. Jensen rasa ia tak menyesal karena sudah datang kemari dan berakhir di kamar Leyna. Jensen ingin bertemu dengannya namun tak tahu alasan apa yang bagus untuk bertemu lagi dengan nya. Pintu kamar terbuka dan Leyna muncul dari balik pintu dengan ekspresi canggung. Bibir Jensen tersenyum begitu antusias ketika melihatnya di sini. "Kau sudah minum obatnya?."Jensen mengangguk sebagai jawabannya, tatapannya hanya tertuju pada Leyna. Mengamati wanita itu adalah momen favoritenya sekarang. "Aku buat sarapan. Makanan ini tidak seenak dan secantik makanan yang biasa kau makan namun aku harap kau akan bisa menikmatinya walau terpaksa. Jangan sampai perutmu kosong karena kau habis mabuk semalam." "Leyna kau tidak pilih-pilih makanan jangan merendahkan dirimu aku tidak suka mendengarnya."ucapan Jensen tak Leyna tanggapi, wanita itu membuka pintu kamarnya lebar-lebar lalu mengajak Jensen untuk mengikutinya. Apartemen ini tidak besar, ada meja makan kecil dan beberapa masakan yang Leyna buat, sebuah daging panggang dan sandwitch cubano yang renyah. Ketika mereka duduk berhadapan Leyna menuangkan air minum untuknya. Suasana menjadi canggung. Leyna berdehem lalu mengatakan pada Jensen untuk mencicipi daging panggang buatannya. "Hm.. maafkan aku untuk semalam."gumama Leyna lirih seraya memotong daging panggang yang dibuatnya. Jensen menatap Leyna dari balik bulu matanya. "Aku rasa aku juga harus mengatakan hal itu, maaf merepotkanmu karena aku datang dalam keadaan yang memalukan."Sangat memalukkan bagi Jensen, pertama kali dalam hidupnya ia bersikap seperti itu. Jarang sekali ia hilang kendali hingga minum alkohol sebanyak itu. "Ya, memalukan karena kau mabuk dan kau muntah di ruang tamuku."ucapan Leyna membuat kedua mata Jensen terbelalak kaget. Leyna tertawa keras, ekspresi Jensen begitu keheranan. "Ya ampun, lihat bagaimana ekspresimu kau lucu sekali. hahahaha,"Kedua tangan Jensen terangkat seolah berkata apa. Jensen dibuat kebingungan lalu ternganga tak percaya. "aku hanya bercanda dan lihat ekspresimu seharusnya kau bercermin. hahaha." "lucu sekali Leyna."dengus Jensen yang semakin membuat Leyna tertawa geli. Ternyata menyenangkan membuat Jensen kesal. Humor Leyna kembali, bertemu dengan Edward pagi-pagi adalah waktu yang menyenangkan karena mood buruknya akan berubah dengan cepat ketika mereka bertemu. "memang lucu, cobalah rotinya."seru Leyna. "siapa itu Edward? kekasihmu?."Leyna menghentikkan tawanya dan mengunyah makanannya dengan perlahan, kepalanya menggeleng sebagai jawaban. "Bukan, kami sahabat sejak kecil dan pindah kemari bersama. Dia sudah seperti ayahku jika mengomel dan menemukan mu di kamarku pagi-pagi buta adalah masalah."Jensen merasa tidak menyukainya. Rasanya terlalu awal untuk mengatakan jika ini adalah kecemburuan, tapi sepertinya hal ini mirip dengan itu. "Aku rasa tidak mengherankan untuk wanita seumuranmu." "Mengherankan jika itu aku."Jensen terhenyak ia hanya menatap Leyna yang sibuk menikmati makanannya. Perkataannya membuat spekulasi pada hal lain. Ada sesuatu yang di tutupinya namun Jensen tahu ia tak bisa bertanya sekarang. Mereka belum begitu dekat, Leyna masih menjaga jarak dan tak mungkin terbuka atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Jensen penasaran namun ia menekan rasa itu untuk saat ini. "Ini sabtu. Mau menemaniku ke suatu tempat. Leyna aku menyukaimu dan aku serius." "Kusarankan kau mendengar apa yang aku katakan."seru Leyna tanpa memandang Jensen. "'dan kusarankan kau membuka hatimu untukku."Pergerakan tangan Leyna terhenti, pandangannya kembali menatap Jensen, bibirnya tertarik membentuk senyum hangat. "Ayo jalan-jalan. Aku butuh refreshing."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD