Greta nyaris tidak memercayai apa yang dikatakan Cleveland pada menit-menit terakhir perjumpaan mereka hari itu. Setelah semua kegiatan berkuda dan piknik singkat yang menyenangkan, Greta masih tidak mengerti apa yang mendasari perubahan sikap laki-laki itu. Cleveland berubah menjadi sosok yang begitu dingin dalam sekejap. Kata-katanya menusuk hati Greta dan bahkan laki-laki itu tidak lagi berusaha untuk bersikap sopan padanya. Greta tidak ingat ia membuat kesalahan, tapi mungkin disitulah letak masalahnya. Ia telah menyinggung sesuatu tentang laki-laki itu dan tidak sedikitpun menyadarinya.
Namun, sejauh yang diingat Greta, Cleveland-lah yang merencanakan pertemuan rahasia itu. Cleveland yang bersikeras memaksanya untuk menaiki kuda, dan laki-laki itu juga yang membujuk Greta untuk duduk di tepi danau selagi mereka mengobrol. Greta tidak tahu jika persetujuannya akan membuat laki-laki itu kesal, yang mana hal itu bukannya membuat Greta merasa bersalah, justru memancing kekesalannya akan sikap acuh tidak acuh Sang Earl. Greta hendak memprotes perlakuan laki-laki itu pada akhir pertemuan mereka, tapi alih-alih melakukannya, ia justru mendapati dirinya berdiri kaku, nyaris tidak mengatakan apa-apa karena terkejut. Setelah menceritakan bagaimana pertemuan rahasianya itu berakhir, Daphne dengan mudah mengatakan bahwa Sang Earl hanya sedang dalam suasana hati yang buruk. Greta tidak tahu apakah ia harus membantah atau tertawa saat mendengarnya. Bagi Daphne perubahan sikap itu bukan sesuatu yang mengejutkan, tapi Greta tidak menganggapnya demikian. Ia telah berbicara pada Cleveland selama lima hari terakhir. Mereka menjadi begitu dekat dan dalam sekejap, Sang Earl tidak mengacuhkannya seolah-olah mereka tidak mengenal satu sama lain.
“Itu tidak masuk akal!” Greta menggerutu sembari menatap keluar jendela. Langit cerah siang itu diusir oleh kabut tebal yang menyelimuti halaman kosong. Awannya mulai gelap dan sebentar lagi hujan akan turun. Di seberang sana, ia menatap pondok tempat dimana para laki-laki itu berkumpul. Pintu-pintu dan jendelanya ditutup rapat. Greta membayangkan mereka mungkin sedang menumpuk kayu bakar di perapian, menuang cairan brendi ke dalam gelas kosong dan mulai tertawa cekikikan seperti para remaja bodoh yang tidak tau aturan. Sulit baginya untuk membayangkan Cleveland sedang bergerak mondar-mandir di dalam kamarnya dengan rasa bersalah. Egonya pasti akan merasa sedikit lega jika memang demikian.
“Apa yang tidak masuk akal?” sanggah Daphne seraya berdiri dari tempatnya duduk di atas sofa. Wanita itu baru saja menyelesaikan aktivitas menyulam. Entah sudah berapa banyak kain hasil sulaman yang tersimpan di lemari atau bahkan dipajang di dinding aula. Greta tidak bisa membayangkan bagaimana Daphne bisa bertahan seharian melakukan aktivitas seperti itu. Meskipun kemampuan menyulamnya tidak begitu buruk, aktivitas itu bukanlah sesuatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan, tidak dengan kesemrawutan hidupnya. Greta pontang-panting mencari cara untuk menafkahi keluarganya, ia sama sekali tidak memiliki waktu untuk aktivitas menyulam.
“Aku sudah memeringatimu untuk berhati-hati dengannya. Kita tidak benar-benar mengenal laki-laki itu kecuali dari rumor yang beredar tentangnya. Kau bersikeras mengatakan kalau kau tidak memercayai rumor itu sama sekali, dan sekarang kau malah bertanya-tanya kenapa dia bersikap seperti itu padamu setelah diam-diam dia merencanakan pettemuan rahasia diluar dari sepengetahuanku..”
Wajah Daphne merah padam. Greta menyadari kekesalan yang dirasakan Daphne. Rasanya memang tidak sopan ketika ia memutuskan untuk melakukan pertemuan rahasia itu tanpa sepengetahuan sang tuan rumah. Akan jauh lebih mudah jika Daphne tidak harus mengetahuinya, tapi ketika menyangkut Daphne, Greta benar-benar tidak bisa hanya diam dan bersandiwara bahwa tidak terjadi apa-apa begitu saja.
“Aku tahu, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal..”
“Kau tidak kelihatan begitu. Kelihatannya kau menikmati pertemuan rahasiamu dengan Lord Cleveland.”
“Well, aku tidak mau berbohong padamu, aku memang menikmatinya.. sedikit.. Setidaknya sampai dia..”
“Memperlakukanmu dengan tidak pantas..”
“Ya.”
“Apa kau bertanya padanya kenapa dia bersikap begitu?”
“Ya.. Dan dia sama sekali tidak mengatakan apapun yang menjelaskan situasinya.”
“Apa tepatnya yang kau katakan?”
“Aku bilang apakah semuanya baik-baik saja, dan dia menjawab ya, semuanya baik-baik saja.”
“Kurasa itu bukan jawaban.”
“Akupun berpikir begitu.”
“Jadi?”
“Dia memintaku untuk diam dan tidak bertanya-tanya lagi. Dia benar-benar.. Kasar. Aku tidak tahu dia akan mengatakan hal seperti itu.”
Tiba-tiba kedua mata Daphne membeliak. Sang lady berjalan mendekatinya sembari bertanya, “apakah dia menyentuhmu? Menyakitimu?”
“Tidak! Apa yang membuatmu berpikir dia akan melakukan hal seperti itu?”
“Aku tidak tahu, Greta. Hanya firasatku saja. Tapi jika dia memang seperti itu, aku bisa membicarakan hal ini dengan William dan memintanya..”
“Tidak, jangan, kumohon..” Greta meraih kedua tangan Daphne yang kosong kemudian meremasnya dengan lembut. Kedua matanya penuh permohononan ketika ia menatap sang lady. “Kumohon jangan libatkan William. Aku tidak bermaksud mengacaukan pestanya disini.”
“Aku tidak peduli jika keberadaan pria itu hanya mengusik ketenangan teman-temanku. Ini rumahku juga.”
“Aku tidak merasa terusik. Apakah kau tidak mendengarkanku?”
Kedua mata Daphne menyipit, alisnya bertaut. “Lalu mengapa kau terdengar begitu kesal?”
“Aku tidak tahu! Kurasa aku hanya.. Aku hanya..”
“Ah, akhirnya aku mengerti!”
“Apa?”
“Kau benar-benar menyukainya, itulah sebabnya kau merasa begitu kesal karena dia mengabaikanmu.”
“Bukankah itu sudah jelas?”
“Tidak” bantah Daphne dengan cepat. “Kau pernah menyukai beberapa Lord, tapi yang ini berbeda. Aku melihat caramu menyebut namanya.. Sikapmu yang begitu muram saat dia tidak berada di dekatmu.. Aku tahu sesuatu terjadi, kau hanya tidak mau mengakuinya.”
Benarkah? Sesuatu terjadi dan Greta tidak berani untuk mengakuinya? Apakah sesuatu yang dimaksud Daphne itu adalah fakta bahwa Greta perlahan-lahan mulai menyukai Cleveland – dan bukan sekadar rasa suka seperti yang dirasakannya pada beberapa pria yang ia kenal dalam hidupnya, tapi lebih dari itu.
“Aku benar-benar tidak ingin membahas ini sekarang..”
Greta menekuk wajahnya. Ekspresinya kontras dengan Daphne yang tersenyum lebar saat menggodanya. Meskipun merasa geli akan sikapnya sendiri, Greta tidak membutuhkan kompromi atas apa yang dirasakannya terhadap Cleveland saat ini. Ia sudah cukup kecewa untuk memikirkan semua itu.