Dear Temanku Tersayang,
Tidak ada kegembiraan yang lebih kuharapkan ketika mendengar perang sudah berakhir dan - syukurlah, kau masih hidup. Waktu terus berjalan dan kita sudah semakin tua sekarang, tapi aku merindukan masa remaja kita. Pernah kusampaikan padamu kalau manor ini terlalu besar tanpa kehadiranmu dan percayalah semua yang ada disini juga merindukanmu. Kau tidak akan percaya kemajuan yang telah kucapai dalam olahraga panah dan aku memiliki kabar baik yang tidak bisa menunggu untuk kusampaikan padamu.
Masih ingat pada klub rahasiaku? Kau yang membantuku menulis surat-surat itu bertahun-tahun yang lalu, dan jangan menganggap ini konyol, tapi aku masih melakukannya sampai sekarang. Bahkan sekarang lebih intens. Setelah tujuh tahun bersembunyi di balik surat-surat yang kami kirim satu sama lain, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu secara langsung. Akan ada pertaruhan yang menyenangkan, tapi aku tidak yakin dapat memenangkan pertaruhan ini tanpa kaki tanganku, jadi tentu saja aku membutuhkanmu.
Ini adalah alasan yang konyol untuk memintamu pulang, tapi kuharap kau mau mempertimbangkannya, temanku! Tidakkah kau merindukan Yorkshire setelah hampir lima tahun pergi? Hanya jika kau sudah merasa cukup dengan peperanganmu, tentu saja. Pintu rumahku akan selalu terbuka untuk menyambutmu.
Saudaramu,
Archie
Sebastian melipat surat itu dan menyelipkannya di dalam saku mantel yang dikenakannya. Dari dalam kereta kuda yang membawanya menuju Yorkshire, tempat dimana ia lahir dan dibesarkan, sekaligus tempat Arthur Cleveland, Earl of Cleveland tinggal, ia menyibak tirai jendela dan menatap keluar untuk merasakan embusan angin sejuk menyapu wajahnya. Ladang yang ditumbuhi oleh ilalang tinggi membentang sejauh belasan hektar. Bukit-bukit tinggi menandai kawasan pedesaan tepat dimana ia menghabiskan masa kecilnya bersama Arthur, atau yang akrab ia sapa Archie. Setelah hampir lima tahun meninggalkan Yorkshire, Sebastian masih sanggup mengingat setiap detail tempat di kota itu. Kawasan pedesaan tidak bisa disamakan dengan kota-kota sibuk seperti London. Selama menetap di London, kedamaian akan sangat sulit ditemukan ditengah hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu lintas di jalan. Gang-gang sempit diapit oleh bangunan-bangunan tua bertingkat yang beberapa bagiannya perlu diperbaiki. Pabrik-pabrik roti di pinggiran jalan sudah sibuk sejak pagi. Asap hasil produksinya mengepul keluar melalui cerobong kecil dan membaur dengan udara kotor bekas polusi hampir setiap hari. Orang-orang berlalu lalang dari arah tidak menentu di setiap sudut jalan. Jalanan sempit itu diberondong oleh pedagang-pedagang liar yang dibiarkan bebas berkeliaran di pinggir kota. Malam harinya tidak kalah sibuk. Orang-orang dibebaskan keluar hingga larut malam. Beberapa toko-toko kecil di pinggir jalan dan sebuah bar tempat dimana para laki-laki suka berkumpul, dibuka selama hampir dua puluh empat jam. Bukan hal yang mengejutkan jika Sebastian menemukan satu atau dua pembuk berkeliaran di gang-gang sempit pada waktu subuh. Bahkan sejumlah p*****r yang mengungsi dusun di sudut-sudut kota seringkali kedapatan mengunjungi beberapa pintu kamar di deretan lorong yang sama dengannya. Pernah suatu ketika p*****r itu salah mengenali pintu kamar dan malah mengetuk pintu kamarnya sekitar pukul dua dini hari. Sebastian terjaga sepenuhnya ketika mendengar suara ketukan keras yang rasanya tidak akan pernah berhenti itu. Dan ketika ia membukanya, wanita yang menggunakan pakaian tipis itu bertanya, “Robert?”
“Tidak, dia di kamar sebelah.”
“Oh..” p*****r itu menekuk bibirnya. Ada kilat geli di matanya yang membuat Sebastian berpikir kalau si p*****r sedang berusaha merayunya. Tapi Sebastian nyaris ambruk di depan pintu pagi itu. Setelah menerima kabar kematian teman seperjuanngannya, Sebastian meneguk tiga botol rum dan mengakibatkan kondisinya kacau. Seisi perutnya bergejolak dan untungnya Sebastian tidak benar-benar ambruk di depan p*****r itu, ia hanya menanggung rasa malu karena muntah di atas kakinya.
Sudah bertahun-tahun sejak Sebastian ingin pergi meninggalkan London dan semua kesemerawutan yang menyertai kota itu, tapi perang yang belum berakhir tidak mengizinkannya. Setidaknya sampai dua bulan yang lalu ketika Sebastian mendengar kabar baik bahwa ulmitatum perdamaian sudah diumumkan dan setelah empat tahun, Sebastian akhirnya kembali bernafas lega.
Ia merindukan Yorkshire dan semua yang ada di dalamnya. Yang membuat Sebastian lebih bersemangat lagi adalah surat yang dikirim Archie satu minggu lalu. Dalam surat itu sang Earl menyatakan kerinduan kehadirannya. Sebastian sendiri sudah berencana untuk kembali kesana. Pada beberapa kesempatan tertentu jauh sebelum perang berlangsung, mereka suka menghabiskan waktu untuk melatih kemampuan memanah atau menembak. Sebastian akan membantu Archie melatih semua keahlian yang umumnya tidak dilakukan oleh orang cacat. Namun, sang Earl berkemauan keras. Archie yang dikenalnya sejak mereka masih remaja tidak ingin hanya duduk di atas kursi roda dan menikmati semua kemewahan yang mengelilinginya meskipun Archie bisa saja bersikap demikian mengingat statusnya sebagai bangsawan. Satu hal yang diketahui Sebastian secara pasti bahwa Archie tidak bertingkah seperti para bangsawan kebanyakan. Bermalas-malasan tidak pernah ada dalam kamus Archie, dan karena keinginannya yang kuat itulah yang membuat Archie melibatkan Sebastian lebih jauh untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan.
Sebagai balasan atas semua bantuan Sebastian, Archie membayarnya dengan kehidupan yang layak untuk Sebastian. Archie tidak hanya memberi Sebastian sebuah properti yang dapat dijadikannya peluang bisnis, tapi ikatan kekeluargaan yang nyaris tidak dimiliki Sebastian sejak kecil.
Meskipun lahir dan besar dengan latar belakang berbeda, kondisi mereka jelas sama. Archie hidup sendirian setelah kematian dua orangtuanya karena tenggelam dalam sebuah perjalanan berlayar menggunakan kapal. Sementara Sebastian sendiri tidak pernah benar-benar mengenal ibunya sejak ia dilahirkan. Sebastian hanya memiliki seorang ayah yang bekerja sebagai kepala pelayan di kediaman Earl of Cleveland. Dan karena ayahnya meninggal akibat penyakit kuning yang dideritanya sekitar lima belas tahun yang lalu, hal itu membuat Archie maupun Sebastian berada dalam kondisi yang sama: tidak memiliki orangtua yang akan mendidik mereka maupun mengawasi gerak-gerik mereka secara ketat, kecuali karena Archie memiliki dua orang bibi, seorang paman, dan pengasuh yang bertanggungjawab atas dirinya.
Sebastian sendiri sudah hidup mandiri sejak remaja. Kegemarannya pada olahraga pacuan kuda mengantarkannya pada sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang. Berkat kemampuannya dalam banyak hal, Sebastian dapat menghidupi dirinya, tentu saja disokong oleh banyak bantuan yang diberikan Archie. Hidup Sebastian dapat dikatakan sukses untuk ukuran anak pelayan yang tidak memiliki warisan maupun properti. Selama hampir sepuluh tahun, ia mengelola bisnisnya sendiri. Keuntungannya tidak banyak, tapi cukup untuk menyokong hidupnya dalam jangka panjang. Jelas bahwa Sebastian maupun Archie membutuhkan bantuan dari satu sama lain. Untuk alasan yang sama, hubungan mereka menjadi semakin dekat. Archie menganggap Sebastian lebih dari seorang anak pelayan. Archie selalu memperlakukan Sebastian layaknya seorang teman, atau bahkan saudara.
Jika ada seseorang yang ingin ditemuinya ketika ia kembali ke Yorkshire, maka orang pertama itu adalah Archie. Dan setelah menempuh perjalanan menaiki kereta kuda selama hampir tujuh jam, Sebastian akhirnya berhasil mencapai Yorkshire. Letak kediaman sang Earl tidak jauh dari perbatasan, jadi kereta hanya butuh lima belas menit dari perbatasan untuk sampai disana. Kedatangannya disambut baik oleh dua orang pelayan yang langsung mengenali wajahnya. Mr. Jullian bekerja disana sebagai kepala pelayan, menggantikan ayah Sebastian yang meninggal sekitar lima belas tahun yang lalu, sedangkan Albert adalah pelayan pribadi yang dipekerjakan Archie. Usianya masih muda, mungkin masih belasan, namun tubuhnya terbilang cukup besar untuk ukuran remaja. Sebastian mengangguk pada dua pelayan itu sementara Mr. Julian berusaha memberi sambutan yang berlebihan, Sebastian memilih untuk memberinya pelukan.
“Lord Bastian!”
“Itu terlalu berlebihan,” Sebastian mengibaskan tangannya di udara. “Cukup Bastian.”
“Aku yakin Lord Arthur akan senang jika aku memanggilmu begitu.”
“Archie suka membesar-besarkan sesuatu.”
“Bagaimana London?”
Mr. Jullian menunjukkan jalan masuk ke dalam manor meskipun Sebastian sudah tahu. Sepanjang masa remaja, sudah tidak terhitung banyaknya Sebastian berjalan menyusuri lorong-lorong panjang manor itu. Dan setelah lima tahun, Sebastian masih mengingat detailnya. Dulu ia akan berpendapat kalau manor itu terlalu besar untuk ditinggali Archie sendirian, tapi setelah Archie mengajaknya mengunjungi propertinya yang lain, Sebastian cukup yakin kalau manor yang ditempati Archie tidak lebih besar ketimbang properti milik Earl of Cleveland lainnya.
“London sangat membosankan. Aku tidak sabar ingin angkat kaki dari sana.”
Mr. Jullian tertawa rendah. Langkahnya yang panjang berusaha mengimbangi langkah kaki Sebastian yang terburu-buru.
“Lord Arthur sudah menunggumu. Dia pikir kau akan datang kemarin.”
“Ya, seharusnya begitu, tapi kemarin hujan, jadi aku harus menunda perjalananku. Apa dia sudah menerima suratku?”
“Ya, suratnya sampai pagi ini. Sekarang dia sudah menunggumu di perpustakaan. Dia berpesan kau boleh langsung masuk kesana, hanya jika kau masih mengingat letaknya..”
“Tentu aku masih mengingatnya.”
“Baiklah kalau begitu. Sebaiknya aku pergi untuk menyiapkan teh dan camilan.”
“Terima kasih, Mr. Jullian.”
Mr. Jullian mengangguk pelan kemudian melenggang pergi meninggalkan Sebastian yang berdiri di tengah-tengah lorong. Ia perlu menaiki tangga sebelum sampai di perpustakaan. Letaknya di sayap kanan manor yang jendela-jendelanya mengharap persis ke arah taman. Ruang perpustakaan itu selalu menjadi tempat favorit Arthur untuk menyendiri. Bahkan bisa dikatakan kalau sebagian besar waktunya dihabiskan disana, duduk dikelilingi oleh buku-buku bersampul tebal. Arthur sangat gemar membaca buku, sementara keahlian Sebastian adalah olahraga, terutama pacuan kuda. Sebastian mengingat pada suatu hari di musim dingin ia menemukan Arthur duduk meringkuk di dekat birai jendela, dengan sejumlah buku bertebaran di sekelilingnya. Sebastian berpikir Arthur sengaja duduk di atas lantai kayu dengan buku-buku yang bertebaran itu, tapi kemudian ia sadar kalau Arthur jatuh dari kursi roda-nya karena berusaha mengambil buku di rak yang cukup tinggi untuk dapat dijangkau. Dan karena kakinya tidak dapat digerakkan, Arthur memutuskan duduk di lantai kayu yang dingin tidak jadi masalah sampai seseorang datang untuk membantunya.
Pagi itu, bermandikan cahaya dari sinar matahari yang menyusup masuk melalui kaca jendela yang cukup tinggi, Sebastian melihat Arthur duduk di kursi rodanya sembari memangku satu buku tebal dan menatap keluar. Punggungnya menegak dengan kaku, sedangkan perhatiannya tertuju keluar, persis ke arah taman lavender di pekarangan manornya. Rahangnya yang santai tiba-tiba menegang ketika menyadari kehadiran orang lain di ruangan sebesar itu. Rambut ikal gelapnya belum sempat dipangkas hingga tubuh memanjang di atas bahunya, sedangkan janggut tipis berusia dua hari menutupi rahangnya yang tinggi. Mata biru Arthur tampak berkilat. Laki-laki itu memiliki bulu mata lentik seperti ibunya dan juga garis rahang yang tegas. Terlepas dari kondisinya yang cacat, Arthur adalah seorang lord yang tampan, seolah seluruh kesempurnaannya bermuara dalam setiap garis wajah dan juga ekspresinya yang dalam. Arthur sering memuji Sebastian memiliki penampilan yang lebih menarik, tubuh atletis, dan pembawaan yang menguarkan aura kuat seorang bangsawan, namun Sebastian percaya kalau Arthur tidak pernah memerhatikan dirinya lebih baik. Jelas bahwa para wanita akan jatuh dalam pangkuan Arthur jika saja sang Earl lebih mengekspos dirinya di kalangan society dan bukan hanya bersembunyi di balik dinding manornya yang tebal.
“Bagaimana pendapatmu tentang taman baruku?” tanya Arthur tanpa memutar tubuhnya untuk menatap Sebastian. Namun Sebastian begitu mengenal sang Earl untuk dapat merasa tersinggung atas sambutan yang tidak antusias itu. Malahan, ia menyunggingkan senyum dan berjalan ke sisi sang Earl untuk menatap ke arah yang sama.
“Mmm.. lumayan. Hanya saja terlalu banyak Lavender.”
“Memang itulah poinnya.”
“Kenapa begitu? Sejak kapan kau tertarik dengan Lavender?”
“Apa kau membaca surat kabar beberapa hari terakhir?”
Sebastian mengangkat satu alisnya saat berusaha memahami kaitan dari pertanyaan Arthur barusan.
“Maaf?”
“Orang-orang mati terserang infeksi yang dibawa oleh serangga. Lavender merupakan solusinya. Bunga itu memiliki khasiat untuk mengusir serangga.”
“Oh..”
Jalan pikiran Arthur terkadang sulit untuk ditebak, namun itulah yang membuatnya tampak sebagai Earl yang brilian.
“Aku terkesan dengan idemu untuk menanam lebih banyak lavender. Bagaimanapun kematian patut dicegah,” ucap Sebastian kemudian berdeham keras. “Meskipun begitu, kupikir aku akan mendapatkan sambutan yang lebih layak mengingat suratmu memintaku untuk datang terburu-buru kembali kesini.”
“Kau benar.” Baru pada saat itulah sang Earl berbalik untuk menyambutnya. Cengiran membuat rahangnya ditarik lebar sementara dekapannya pada pundak Sebastian masih terasa kuat seperti kali terakhir ia mengingatnya.
“Selamat datang di rumah. Aku sudah menantikanmu sejak lama. Aku mengirimimu beberapa surat, tapi kurasa kau sibuk dengan urusan perang.”
Ketika Arthur menawarkannya brendi, Sebastian menggeleng dengan cepat.
“Kau tidak minum?”
“Tidak hari ini. Aku sudah cukup kelelahan dalam perjalanan, dan yang kubutuhkan hanyalah istirahat.”
“Well, kuharap kita bisa mengobrol disini..”
“Tentu saja.. aku hanya perlu..” Sebastian mencari kursi kosong kemudian mengempaskan tubuhnya disana tanpa menunggu izin dari sang Earl. Tidak ada formalitas di antara mereka dan Arthur sangat membenci formalitas jenis apapun ketika itu menyangkut hubungan pertemanan mereka yang sudah terjalin begitu akrab. “Duduk. Ahh.. rasanya lega sekali. Bantalan di kereta kuda itu sangat tidak nyaman sehingga aku harus menegakkan punggungku di sepanjang perjalananan.”
“Jadi?”
“Maaf, apa pertanyaanmu tadi? Tentang Brendi?”
“Tidak, tentang suratnya..”
“Ah ya, itu.. aku menerima beberapa suratmu, tapi aku tidak memiliki kesempatan untuk membalasnya. Urusan perang benar-benar kacau, kami harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dan kami nyaris tidak mendapatkan waktu untuk diri sendiri.”
“Hmm..” Arthur menganggukkan kepala.
“Meskipun begitu, aku sangat senang bisa kembali kesini. Kupikir banyak perubahan terjadi padamu. Aku hampir tidak mengenalimu tadi.”
“Benarkah?”
“Ya, aku ingat kau sependek ini ketika aku pergi lima tahun yang lalu..” Sebastian mengangkat satu tangannya di udara ketika meledek Arthur. Sang Earl tersenyum lebar dan balik berkata.
“Ya tentu saja aku ingat kau jauh lebih gemuk sebelum pergi berperang. Tidak terasa itu sudah lima tahun berlalu. Bagaimana hidupmu selama ini?”
“Mengerikan. Tapi jangan minta aku mengungkit masalah perang, percayalah aku tidak mengendara sejauh ini untuk mengingat kembali kengerian seperti itu. Aku datang kesini karena urusan yang lebih mendesak.”
“Urusan mendesak?” Sang Earl menyipitkan kedua matanya.
“Suratmu..”
“Oh ya..”
“Kau membahas soal pertemuan klub rahasiamu. Dan kau bilang kau butuh bantuanku?”
“Itu dia.”
“Jenis bantuan apa?”
Sang Earl membawa kursi rodanya mendekati meja pualam kemudian menuang kembali brendi ke dalam gelasnya yang sudah kosong. Ia tampak gelisah, dan sikapnya sekaligus membuat Sebastian khawatir.
“Kau yakin tidak mau brendi?”
“Tidak, katakan! Apa yang membuatmu begitu gelisah?”
“Setelah tujuh tahun, klub rahasia ini memutuskan untuk melakukan pertemuan terbuka.”
“Kau mengatakan itu di suratmu. Lalu? Dimana masalahnya?”
“Sebentar lagi musim berburu, dan kami memutuskan untuk menetapkan taruhan seperti balap kuda, latihan menembak atau memanah, dan semua taruhan yang melibatkan kekuatan fisik..”
“Kau tentunya tidak akan melibatkan diri dengan semua itu, kan?”
“Aku mau saja seandainya aku bisa.”
“Jadi kau menolak tawaran mereka, kan?”
“Tidak, tidak ada pilihan untuk mundur. Semua anggota setuju untuk melakukannya.”
Sebastian mengernyitkan dahinya. Ada sejumlah pertanyaan di ujung lidahnya, namun ia menolak untuk menyuarakan satu pertanyaanpun dan memilih untuk menunggu Arthur menyelesaikan penjelasannya. Terkadang sang Earl bisa sangat bertele-tele.
“Tapi kau tidak bisa..”
“Tepat sekali. Itu sebabnya aku ingin kau menggantikanku.”
“Jadi kau ingin aku mengikuti taruhan itu sebagai perwakilanmu?”
Sang Earl tertawa. “Tidak. Kau akan mengikuti taruhan itu sebagai anggota dari klub rahasia – sebagai aku.”
“Maaf? Apa aku baru saja salah mendengar atau..”
“Tidak, Bastian. Aku ingin kau datang menemui mereka sebagai diriku. Kau adalah Earl of Cleveland.”
“Itu konyol sekali. Bagaimana jika mereka mengenaliku?”
“Tidak, tidak ada yang mengenali wajahku. Terakhir aku mengikuti season sekitar sebelas tahun yang lalu. Banyak hal terjadi dalam rentang waktu itu, dan tidak akan yang tahu seperti apa tampang Earl of Cleveland yang sebenarnya. Rumor sudah beredar dimana-mana, mereka menyebutku sebagai ‘si Lord misterius’ yang tidak memiliki wajah. Sejujurnya aku tidak peduli soal rumor-rumor sampah itu. Yang kuiinginkan hanyalah bergabung dengan klub rahasia itu. Setelah tujuh tahun, rasanya aku sudah mengenal mereka begitu dekat – seperti saudara. Tertama setelah kepergianmu. Aku mengirim begitu banyak surat, dan mereka membalas semua surat-surat itu. Kami membuat forum yang begitu menyenangkan. Kami membicarakan semua hal secara terbuka, bahkan kami sudah menetapkan nama samaran untuk satu sama lain.”
“Kau berkomunikasi dengan mereka melalui surat-surat itu secara intens, tapi kau tidak pernah mengatakan sedikitpun tentang kondisimu?”
“Untuk apa? Aku tidak melihat poin pentingnya menegaskan bahwa aku lord yang cacat.”
“Tapi kau bilang semua anggota sudah begitu dekat untuk mengenal satu sama lain..”
“Itu benar, Bastian. Dan aku menciptakan sosok yang kuinginkan dalam setiap surat-surat itu. Tidakkah kau mengerti? Aku begitu kesepian berada di manor ini selama bertahun-tahun, tanpa keluarga yang cukup dekat, dan aku juga harus melepas teman terbaikku ke medan perang lima tahun lalu. Menurutmu seperti apa aku menghabiskan waktu lima tahun terakhir berkeliaran di manor ini tanpa tahu kemana aku harus pergi, siapa yang harus kuajak bicara? Aku muak berada di atas kursi roda ini, dan terutama aku muak dengan semua cibiran yang sampai ke telingaku. Jadi suatu hari aku memutuskan untuk menyamar, pergi ke klub seorang diri..”
“Kau apa..?” mata Sebastian melebar, punggungnya menegak saat mendengar pengakuan itu.
“Tolong jangan menginterupsiku!” kecam Arthur kemudian memejamkan matanya dan mulai menarik nafas panjang. “Jadi aku keluar malam itu, sendirian. Aku meminta Albert menunggu di kereta hanya agar orang-orang tidak mencurigaiku. Aku berusaha membaur dengan orang-orang itu. Aku mencium aroma brendi, orang-orang memainkan musik, tertawa dan bersenang-senang. Mereka tampaknya memiliki kehidupan sosial yang menyenangkan sementara aku dibatasi oleh kursi roda sialan ini. Aku bahkan tidak tahu siapa orang yang akan mengundangku hanya karena mereka begitu terobsesi untuk melihat seberapa ‘mengerikannya’ kondisiku. Bahkan tersebar rumor yang mengatakan bahwa aku sudah kehilangan akal sehatku; tanpa orang tua, cacat fisik, dan terkurung di dalam manor sendirian selama bertahun-tahun. Siapa yang tidak akan percaya? Aku ingin apa yang dirampas dariku kembali, dan aku berencana merebutnya sendiri. Klub rahasia itu.. aku merasa disana aku mendapatkan kehidupanku kembali. Rasanya seperti tahun-tahun terburuk dalam hidupku tidak pernah terjadi. Jadi ya, aku menutupi segalanya. Mereka tidak perlu tahu kondisiku, dan aku tidak berniat membuat mereka bersimpati.. aku hanya ingin bersenang-senang. Apa kau mengerti sekarang?”
Sebastian duduk diam di atas kursinya, nyaris tidak bisa menemukan kata-kata. Ia menatap sang Earl dengan kedua alis ditautkan. Dan meskipun lima tahun yang panjang telah berlalu, Sebastian masih melihat orang yang sama. Lord Cleveland yang kesepian, begitulah orang-orang menyebutnya. Ia tidak akan terkejut jika kalangan ton akan membuat banyak asumsi untuk menjelasan bagaimana buruknya kondisi sang Earl sekarang. Dulu, Arthur tidak akan begitu memedulikannya. Tapi siapa sangka lima tahun sejak kepergiaannya, Arthur yang merasa kesepian mulai termakan oleh rumor-rumor sampah yang menyudutkan kondisinya itu dan sebagai teman dekat sang Earl, Sebastian benar-benar berharap ia akan menemukan orang-orang yang menyebarkan gosip sampah itu dan memelintir leher mereka dengan kejam. Bagaimanapun juga Sebastian juga turut andil dalam semua itu. Atas keputusannya, ia meninggalkan Arthur menghadapi semua itu sendirian. Pikirnya dengan begitu mereka akan dapat hidup secara mandiri, tidak harus bergantung pada satu sama lain. Pikirnya, Arthur akan menemukan seorang wanita dari kalangan bangsawan, menikahi wanita itu, dan hidup bahagia selamanya. Nyatanya, tidak satupun dari surat-surat yang dikirim Arthur mengindikasikan bahwa sang Earl merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Dan setelah melihat kondisinya sekarang, Sebastian berharap ia tidak pernah mengambil keputusan untuk pergi berperang. Bukan hanya hal itu membawa malapetaka dan kengerian yang sulit dilupakan baginya, namun juga memberi dampak buruk bagi Arthur. Kalau saja Sebastian tidak pernah pergi, ia mungkin dapat melindungi Arthur dari rumor-rumor sampah itu. Ia bisa membawa Arthur berpergian ke klub malam, menikmati kehidupan yang tidak pernah didapatkannya sejak peristiwa kecelakaan kuda yang menimpa sang Earl sebelas tahun yang lalu.
Rasa bersalah menggerogoti Sebastian. Meskipun begitu, Sebastian masih merasa kesal karena Arthur selalu sanggup menciptakan emosi seperti itu dalam dirinya bahkan setelah bertahun-tahun. Kehilangan orangtua yang disayangi mereka diusia muda membuat kedekatan mereka terkesan berlebihan. Selama bertahun-tahun, loyalitas Sebastian sepenuhnya diperuntukan bagi sang Earl. Sebastian akan hadir disana kapanpun dibutuhkan Arthur. Bukan hanya karena Arthur telah menyelamatkan kehidupan Sebastian yang terancam berakhir di jalanan sebagai gelandangan tanpa harta maupun properti yang ditinggalkan orangtuanya, tapi juga karena kebaikan hati sang Earl dan penerimaannya yang membuat Sebastian merasa seperti menemukan rumah keduanya.
“Kau tidak perlu mengatakan seperti itu, kau tahu, kan. Sebagai Earl kau hanya perlu memintaku untuk melakukannya.”
Sang Earl mendengus keras. “Seandainya semudah itu, tapi kita berdua tahu kau tidak akan setuju begitu saja tanpa banyak bertanya.”
Sebastian melenggang dari atas kursinya, kali ini berjalan mendekati jendela dan berdiri disana. Pantulan cahaya matahari menyinari wajahnya, ia sedang menatap keluar sembari mengamati taman lavenver baru milik sang Earl. Rasanya aneh mengingat mereka pernah berkeliaran disana sewaktu remaja, membuat keributan yang memancing perhatian para pelayan di dalam rumah. Bahkan Sebastian mengingat momen ketika Lady Silvia, bibi Arthur turun tangan untuk memisahkan Sebastian dan Arthur dari pertikaian mereka. Orang-orang tidak pernah tahu kalau mereka hanya bersandiwara, namun akibat yang harus ditanggung cukup besar. Mereka dilarang bermain bersama-sama lagi setidaknya sampai Lady Silvia tidak lagi ikut campur.
“Berapa banyak orang yang akan datang?” tanya Sebastian, masih menatap ke arah taman itu. Ia sedang mengamati dua pelayan yang memotong bagian tanaman yang tumbuh tidak terarah.
“Tidak banyak. Hanya lima orang anggota klub termasuk kau, dan para Lady.”
“Aku tidak tahu klub rahasiamu juga melibatkan sejumlah Lady?”
“Memang tidak. Tapi pertemuannya akan diadakan di rumah adik perempuan William, salah satu anggota klub itu.. dan dia harus berbohong pada adiknya bahwa pertemuan itu hanya tentang musim berburu dan perkumpulan biasa.. Dia tidak mengatakan apa-apa soal taruhan. Jadi adiknya memaksa untuk mengundang para Lady. William mengatakan para Lady tidak akan mengganggu..”
“William, ah ya aku masih ingat. Earl of Somerset?”
“Ya, benar.”
Sebastian tidak mungkin lupa. Dua tahun pertama klub itu dimulai, Sebastian-lah yang membantu Arthur menulis surat-suratnya. Saat itu Arthur belum bisa menggerakan tangannya dengan dengan bebas. Menulis akan menjadi hal yang sulit. Namun dalam kurun satu tahun, kemampuan gerak tangannya sudah kembali normal hingga akhirnya sang Earl dapat menulis suratnya sendiri.
“Aku tidak punya relasi atau pengetahuan khusus apapun mengenai kehidupan kalian para bangsawan. Bagaimana jika mereka berusaha menggali sesuatu..”
“Karena itulah aku disini. Aku akan mengatakan semua yang perlu kau tahu, dan jangan jadi naif, pengetahuanmu tentang kehidupan sosial orang-orang dari kalangan ton jelas jauh lebih baik daripadaku. Aku bahkan tidak bisa mengingat semua wajah mereka dengan jelas setelah sebelas tahun berlalu. Ah.. rasanya sudah lama sekali.”
“Tidak akan lama lagi. Tunggu sampai kau bisa membebaskan dirimu dari kursi roda ini. Omong-omong soal itu, bagaimana kemajuannya?”
Arthur menggeleng. Ada senyuman miris di bibirnya yang membuat Sebastian menyesal karena telah bertanya.
“Tidak ada perkembangan apapun selama tiga tahun terakhir. Aku mulai percaya kalau aku akan selama terjebak di kursi roda ini.”
“Itu tidak benar. Kau hanya perlu seorang dokter yang lebih baik. Pada akhirnya kau akan bisa berjalan dengan kedua kakimu sendiri dan menunjukkan batang hidungmu yang besar itu pada kalangan ton yang congkak.”
Sang Earl tersenyum lebar.
“Kau tidak berubah, Bastian. Bahkan setelah peperangan. Kudengar banyak yang gugur. Aku sulit membayangkan kau sanggup bertahan. Terkadang aku pikir kau benar-benar tidak akan pernah kembali.”
“Tapi aku disini sekarang,” ucap Sebastian sembari merentangkan kedua tangannya seolah hendak menegaskan wujudnya yang nyata. Kala itu Arthur mengernyitkan dahinya, seolah sedang menimbang bahwa dirinya sedang melihat hantu, tapi kemudian sang Earl mengendurkan bahunya yang tegang dan menghela nafas lega.
“Tidak mudah dibunuh, huh?” Arthur berdecak. “Mungkin apa yang disampaikan peramal itu benar, bahwa kau punya sembilan nyawa.”
Sebastian tergelak, teringat akan lelucon seorang peramal dari masa remaja mereka.