Kelahiran Sang Nabi
Banyak kejadian yang luarbiasa sebagai tanda kenabian yang terjadi saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Malam sunyi senyap, bintang-bintang terang bertaburan di langit angkasa. Tiba-tiba empat belas tembok tinggi Istana Kisra (Maharaja Parsi) runtuh, api sesembahan orang-orang Majusi mendadak padam, dan gereja-gereja di sekitar telaga “Sawah” roboh, setelah dilanda gempa dahsyat. Saat itulah lahir bayi mungil nan tampan dari rahim Siti Aminah. Lepas dari kelahiran, Siti Aminah lalu memberi kabar gembira tetang kelahiran anaknya pada sang kakek yakni Abdul Muthalib. Bayi laki-laki itu adalah buah perkawinan antara Siti Aminah dan Abdullah bin Abdul Muthalib.
Kelahiran anak laki-laki bagi bangsa Arab merupakan kebanggaan tersendiri. Abdul Muthalib pada hari itu bergembira ria. Hari itu, Senin pagi, 9 Rabiul Awal (22 April 571 M) yang bertepatan dengan tahun pertama peristiwa pasukan gajah Raja Abrahah meyerang kota Mekkah.
Lalu dengan diliputi senyum sumringah dan diliputi kegembiraan yang luarbiasa Abdul Muthalib membawa cucunya ke Ka’bah. Abdul Muthalib berdoa kepada Allah dan bersyukur kepadanya dan ia menamakannya Muhammad. Karena Nama ini tidak populer dan belum dikenal oleh bangsa Arab.
Orang yang pertama kali menyusuinya adalah sang ibu, Siti Aminah dan Tsuaibah. Tsuaibah adalah b***k, Abu Lahab yang saatu tengah menyusui anaknya yang bernama Masruh.
Memang sudah menjadi kebiasaan orang arab yang hidup di kota adalah mencari para ibu yang menyusui agar bisa menyusui anak-anak.Tujuan mereka adalah menjauhkan anak-anak dari penyakit-penyakit peradaban dan sekaligus memperkuat fisik anak-anak serta agar mereka sejak kecil bisa mempelajari bahasa Arab. Muhammad SAW tidak hanya disusui oleh Tsuaibah, namun oleh Abul Muthalib, sang paman, ia disusui juga oleh seorang wanita dari bani Sa’d bin Bakr yaitu Halimah binti Abi Dzuaib, istri dari Al Haris bin Abdil Uzza.
Banyak kejadian aneh saat menyusui putra Siti Aminah itu. Saat Halimah bersama suami dan anaknya yang masih menyusu pergi dari kampung dalam rombongan bani Sa’d mencari anak-anak susuan di musim panas dan kering kerontang.
Halimah berkata,”Aku keluar dengan mengendarai keledai putihku. Kami membawa onta kami yang sudah tua. Demi Alloh, onta tersebut tidak mengalirkan air s**u setetespun. Semalaman kami tidak bisa tidur karena bayi kami menangis terus menerus karena kelaparan. Air susuku tidak dapat mengenyangkannya dan onta kami pun tidak dapat memberikan air susunya. Kami hanya mengharapkan pertolongan,”pikir Halimah seorang diri.
Halimah lalu keluar dengan mengendarai keledai putih hingga sang keledai kelelahan dan merasa kepayahan. Setelah sampai di Mekkah, Halimah lalu menacari anak-anak sususan. Setiap dari rombongan bani Sa’d itui lalu mencari anak-anak susuan setiap dari wanita-wanita itu tidak ada yang mau menyusui Rasulullah SAW, dikarena ia anak yatim. Sebab mereka mnyusui anak-anak atau bayi yang baru lahir karena mengharapkann kebaikan dari bapak anak-anak yang disusukannya.
Sebagian dari wanita kaum Sa’d itu mengatakan,”Yatim! Apa yang akan diperbuat ibu dan kakeknya?”
Sehingga semua angggota rombongan pun tidak ada yang menginginkannya. Setelah semua hampir siap berangkat pulang, Halimah tiba-tiba berkata pada sang suami yakni Al Haris bin Abdil Uzza, ”Demi Allah, saya tidak suka pulang di tengah sahabat-sahabatku dengan tidak membawa anak susuan.Saya akana membawa anak yatim tersebut dan akan saya ambil.“
Al Haris bin Abdil Uzza llau menjawab, “Boleh saja hal itu kamu lakukan. Semoga Allah memberikan barakah pada dirinya untuk kita.”
Selanjutnya Halimah mengatakan,” Aku pun mendatanginya dan mengambilnya. Tidak ada satupun yang mendorongku untuk membawa kecuali karena tidak ada bayi lagi selain dia (Muhammad SAW) yang saya dapati.”
Lepas semua sudah mendapat bayi susuan, rombongan pulang ke kampung halamanya dengan cepat. Aneh, begitu sampai di rumah, kambing-kambing Al Haris bin Abdil Uzza yang tadinya tidak mengeluarkan s**u, setelah ada bayi Muhammad SAW kambing-kambing utu dapat mengeluarkan s**u. Tanah dan tempat tinggal mereka yang semula tandus dan kering kerontang berubah menjadi padang rumput yang menghijau dan tanaman-tanaman pun berbuah banyak.
Kejadian itu berlangsung sampai 2 tahun lamanya. Setelah berumur dua tahun, Muhammad SAW dibawa ke ibunya di Mekkah sementara Halimah dan Al Haris bin Abdil Uzza. Sebenarnya masih ingin memelihara dan mengasuh Muhammad SAW. Setelah berbincang dengan Siti Aminah, akhirnya Ibunda Muhammad SAW melepaskan kembali sang anak tampan itu untuk kembali diasuh oleh Halimah. Apalagi di Mekkah saat itu banyak terjangkiti penyakit berbahaya.
Demikianlah, Rasulullah SAW sampai berumur 5 tahun diasuh oleh Halimah hidup dan tinggal bersama di tengah-tengah bani Sa’d. Pada umur lima tahun itu pula Muhammad SAW dibelah dadanyna oleh Jibril saat ia bermain-main anak-anak lainnya.
Beliau dibawa Jibril pergi lalu dibaringkan, dibelah dadanya dan dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam. Jibril berkata,” Ini lah bagian setan yang ada di dalam tubuhmu.”
Hati beliau lalu dicuci dengan zam-zam dalam sebuah baskom emas, lalu diletakan kembali ke tempat semula, lalau d**a beliau ditutup kembali. Sementara itu, anak-anak yang bermain bersama beliau lari menemui ibu susunya memberitahukan bahwa Muhammad SAW dibunuh orang. Semua anggota keluarga mendatanginya dan mereka mendapati Muhammad SAW dalam keadaan pucat.
Setelah peristiwa tersebut, Halimah khawatir terhadap Muhammad SAW. Ia lalu mengembalikannya ke pada sang Ibu kandung saat Muhammad SAW berumur enam tahun. (Sumber referensi : Sejarah Hidup Muhammamad; Sirah Nabawiyah Syaikh Shafiyur Rahman Al Mubarakfury), Robbani Press).
Menyambut Sang Insanul Kamil
Ihsannul kamil atau akhlaq paripurna atau budi pekerti mulia sebagaimana dicontohkan dan digambarkan dalam perilaku Rasulullah SAW. Sungguh pada diri Rasulullah SAW terdapat perilaku yang mulia dan terpuji.
Islam diakui sebagai agama yang istimewa karena hal ini oleh Allah sendiri telah dinyatakan sebagai agama paripurna dan membentuk insan-insan yang mulia. Inilah dinnul Islam yang lurus , agung , sempurna, abadi dan universal. Tentu saja agama yang sempurna ini hanya mampu dibawa oleh seorang utusan yang mulia dan sempurna pula. Utusan yang mengemban agama Tuhan yang terakhir ini adalah nabi terakhir, Sayidunna Muhammad SAW.
Kekaguman kepada Rasulullah SAW tidak hanya diakui oleh orang Islam sendiri, namun dunia Barat juga mengakuinya, sebagaimana mereka tulis dalam buku-buku mereka. Adalah sarjana Barat Michael H Hart salah satu ilmuwan barat yang mengakui dan mengagumi Rasulullah SAW, ia tulis dalam bukunya “The 100 a Ranking of The Most Influential Person in History,” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul,”Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah,” dia menempatkan nama Nabi Muhammad SAW pada rangking pertama. Dia menjatuhkan pilihan kepada Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama sebagai tokoh paling berpengaruh tentu mengejutkan para pembacanya dan menjadi tanda Tanya sebagian yang lain.
“Tapi saya berpegang pada keyakinan saya , dia (Nabi Muhammad SAW-red) satu-satunya manusia dalam sejarah yang meraih sukses luar biasa , baik ditilik dari sisi agama ataupun lingkup duniawi,” demikian alasan Michael H Hart sang penulis buku.
Sedemikian tinggi kedudukan agung Rasulullah SAW sehingga orang non muslim seperti Michael H Hart pun sebagai sejarahwan besar kontemporer mengakui dan kita atas umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengikuti dan menjadikannya suri tauladan , karena inilah makna dari beriman kepada Nabi Muhammad SAW termasuk mengamalkan al Qur’an dan al Hadist menjadi bagian pokok dari tanggung jawab untuk mencontoh dan mengikuti ajaran beliau.
Adalah Sunnah-sunnah beliau yang dahulu kita tinggalkan, mulailah kita hidupkan kembali termasuk upaya untuk mengikuti beliau. Kewajiban kita adalah mendahulukan sunnah-sunnah beliau di atas nalar pemikiran. Jangan sampai mempertentangkan dengan Allah SWT sebab tidak mungkin beliau menyimpang dari pada ajaran syariat Allah SWT. Selain itu beliau adalah Nabi terakhir sebagai utusan Allah kepada ummat manusia sepanjang masa.
Jika pada zaman ini ada yang mempertentangkan Sunnah insan kamil ini dengan Allah SWT atau dengan al Qur’an maka sudah barang tentu orang tersebut telah terseret dalam kesesatan aqidah. Sebab tidak mungkin dan mustahil seorang utusan seperti beliau berpertentangkan dengan Allah dan tidak mungkin pula syariat yang dibawanya menyimpang dari tuntunan Illahy.
Setiap kata yang terucap dari lisannya, perbuatan dan perangainya berada dalam bingkai syari’at dan tentunya itu semua datang dari Allah SWT yang telah mengutus beliau sebagai Nabi. Hal ini senada dengan penjelasan Allah dalam Al Qur’an, ”Dan tidakla Dia (Nabi Muhammad SAW) berbicara dengan hawa nafsu (keinginan dirinya semata), ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya).” (QS An-Najm; 3-14).
Maka semua akhlaq Rasulullah adalah yang terbaik, perkataannya adalah paling utama. Dengan mengikuti jejak Sang Insan Kamil ini dapat dipastikan kita akan mendapat kebahagiaan dunia akherat.
Ayat Al Qu’ran paling sarat memuji Nabi Muhammad SAW adalah ayat berbunyi wa innaka la’ala khuluqin ‘azhim, yang artinya sesungguhnya engkau (hai Muhammad ) memiliki akhlak yang sangat agung. Kata khuluq berarti akhlak secara linguistik mempunyai akar kata yang sama dengan khalq yang berarti ciptaan. Bedanya kalau kalau khalq lebih bermakna ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisikal, maka khuluq adalah ciptaan Allah yang bersifat batiniah.
Seorang sahabat pernah mengenang Nabi Muhammad SAW yang mulia dengan kalimat kana rasulullah ahsanan nasi khalqan wa khuluqan, bahwa Rasulullah SAW adalah manusia yang terbaik secara khalq dan khuluq. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW adalah manusia sempurna dalam segala aspek, baik lahiriah maupun batiniah.
Kesempurnaan lahiriah beliau sering kita dengar dari riwayat para sahabat yang melaporkan tentang sifat-sifat beliau. Hindun bin Abi Halah misalnya mendeskripsikan sifat-sifat lahiriah beliau bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang manusia yang sangat anggun, yang wajahnya bercahaya bagaikan bulan purnama di saat sempurnanya. Badannya tinggi sedang.
Postur tubuh Nabi tegap. Rambutnya ikal dan panjang tidak melebihi daun telinganya. Warna kulitnya terang. Dahinya luas. Alisnya memanjang halus, bersambung dan indah. Sepotong urat halus membelah kedua alisnya yang akan timbul saat marahnya. Hidungnya mancung sedikit membengkok, yang bagian atasnya berkilau cahaya. Janggutnya lebat, pipinya halus. Matanya hitam. Mulutnya sedang. Giginya putih tersusun rapi. Dadanya bidang dan berbulu ringan. Lehernya putih, bersih dan kemerah-merahan. Perutnya rata dengan dadanya.
Bila berjalan, jalannya cepat laksana orang yang turun dari atas. Bila menoleh, seluruh tubuhnya menoleh. Pandangannya lebih banyak ke arah bumi ketimbang langit, sering merenung. Beliau mengiringi sahabat-sahabatnya di saat berjalan, dan beliau jugalah yang memulai salam.
Deskripsi para sahabat Nabi tentang sifat-sifat manuisa agung seperti ini sangat banyak. Namun ada yang fokus dari al-Qur’an tentang gambaran sifat Nabi Muhammad SAW. Lalu apa yang menjadi fokus pandangan al-Qur’an terhadap Nabi? Jawabnya adalah khuluq-nya alias akhlaqnya. Apa arti akhlak?
Kata Imam al-Ghazali, akhlak adalah wajah batiniah manusia. Ia bisa indah dan juga bisa buruk. Akhlak yang indah disebut al khuluq al hasan; sementara akhlak yang buruk disebut al khuluq as-sayyi. Akhlak yang baik adalah akhlak yang mampu meletakan secara proporsional fakultas-fakultas yang ada di dalam jiwa manusia. Ia mampu meletakkan dan menggunakan secara adil fakultas-fakultas yang ada dalam dirinya: ‘aqliyah (rasio), ghadabiyah (emosi), syahwaniyyah (syahwat) dan wahmiyah (imajinasi).
Manusia yang berakhlak baik adalah yang tidak melampui batas dalam menggunakan empat fakultas di atas dan tidak mengabaikannya secara total. Ia akan sangat adil dan proposional di dalam menggunakan fakultas yang ada dalam dirinya.
Orang yang menyandang khuluq al-hasan adalah orang yang mampu meletakan secara proposional dalam membagi secara adil mana hak dunia dan hak akhiratnya. Orang yang menyandang sifat ini akan memantulkan suatu bentuk sangat indah lahiriah di dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Akhlak seperti inilah yang ditunjukan Rasulullah SAW kepada umatnya.
Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah cerminan al Qur’an. Bahkan belaiu sendiri adalah Al Qur’an hidup yang hadir di tengah-tengah umat manusia. Membaca dan menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan Al Qur’an. Itulah kenapa Siti Aisyah berkata akhlaq Nabi adalah al-Qur’an. (***)
Dusta Yang Diperbolehkan
“Kedustaan ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara: Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad)
Suatu waktu, beberapa pemuda muslim diutus oleh Rasulullah SAW ke wilayah Mudhar. Di tengah perjalanan mereka kehausan, kelaparan dan kepanasan. Akhirnya, mereka melewati sebuah tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan dan sebuah pohon rindang di sisi luarnya. Ternyata tak jauh dari tempat mereka, tampak sebuah kemah kecil yang di depannya ada sekumpulan kambing. Tanpa berpikir panjang lagi, para utusan Rasulullah SAW itu lalu menemui pemiliknya, orang Badui sambil berkata,”Berilah kami satu ekor kambing untuk dimakan.”
Mengetahui yang meminta adalah para utusan Rasulullah SAW yang tengah kelaparan, orang Badui itu kemudian mengambil satu ekor kambing jantan yang gemuk dan dengan sigap ia segera menyerahkannya pada mereka. Para utusan Rasul itu tentu saja gembira mendapat pemberian kambing gemuk. Mereka lalu menyembelih dan memotong daging kambing. Semua dagingnya kemudian dimasak. Setelah matang, mereka makan masakan daging kambing itu dengan lahapnya sampai habis.
Melihat daging yang dimakan para utusan Rasul telah habis, orang Badui itu kemudian memberi mereka satu ekor lagi kambing gemuk. Mereka kembali menyembelih dan memasaknya. Orang badui itu berkata,”Tidak ada yang tersisa dari kambing-kambingku yang dapat disembelih kecuali yang hamil atau seekor pejantan.”
Utusan-utusan kembali mengambil seekor lagi. Setelah siang hari dan panas menyengat, apalagi saat itu merupakan musim kemarau. Mereka pun tidak mempunyai tempat berlindung. Orang Badui itu menggiring kambing-kambingnya ke bawah perlindungan sebuah pohon rindang di tengah gurun.
Utusan Rasulullah SAW kemudian mendekati orang Badui itu, lalu berkata, ”Kami lebih berhak berlindung di bawah pohon, dari pada kambing-kambing kamu.”
Mereka semakin mendekat dengan orang Badui itu sambil memerintahkan untuk menggiring kambing-kambing yang sedang berteduh, ”Keluarkanlah kambing-kambingmu, agar kami dapat berlindung di tempat ini!”
Orang badui itu berkata, ”Jika kalian mengeluarkan kambing-kambing itu, maka kambing-kambingku yang sedang hamil tidak akan kuat terkena terik panas matahari. Aku takut, anak dalam kandungannya akan keguguran. Sementara aku sudah berima kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan juga mengeluarkan zakat.”
Namun jawaban dari orang Badui itu tidak digubris oleh para utusan Rasulullah SAW. Mereka dengan kasar lalu menggiring semua kambing-kambing yang tengah berlindung di bawah pohon rindang itu. Tak berapa lama kemudian, kambing-kambing itu pun langsung meregang kepanasan oleh terik matahari yang tengah panas-panasnya, berada tepat di atas ubun-ubun kepala. Seperti dugaan orang Badui itu, kambing-kambing yang tengah hamil tak lama berselang mengalami keguguran.
Orang Badui itu dengan muka masam, kemudian berlalu pulang dari para utusan Rasul. Ia dengan langkah tergopoh-gopoh kemudian menemui Rasulullah SAW dan menceritakan semua kejadian yang menimpa kambing-kambingnya. Beliau sangat marah mendengar cerita orang Badui itu, kemudian bersabda,”Tunggulah di sini hingga mereka tiba.”
Setelah para utusan beliau kembali semua, mereka semua dikumpulkan dan dipertemukan dengan orang Badui itu. Satu per satu mereka dipanggil oleh Rasulullah SAW, untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya di padang sahara. Namun para utusan itu semuanya berkata dusta, dan semua yang dikatakan para utusan itu hanya ingin menggembirakan Rasulullah SAW.
Orang Badui yang mendengar dan melihat langsung kesaksian dari para utusan itu langsung berkata sambil menahan isak tangis karena sedih melihat perilaku sahabat Nabi yang berbohong di hadapan beliau, ”Demi Allah, sesungguhnya Allah Jala Jalalluhu wa Rahmatuhu benar-benar tahu bahwa aku berkata jujur dan merekalah yang berkata dusta. Semoga Allah memberitahukan kepada engkau tentang hal ini wahai Nabi Allah! wahai Rasulullah SAW!”
Rasulullah SAW pun terharu mendengar kata-kata dari orang Badui. Beliau melihat dengan mata batinnya yang tajam, kalau orang Badui itu kata-katanya begitu polos dan penuh kejujuran. Hingga, membuat bulir-bulir air mata menetes dari sorot mata beliau yang mulia itu.
Beliau baru menyadari, kalau perkataan dari orang Badui itulah yang benar, dan perkataan penuh kedustaan dari para utusannya yang penuh tipu muslihat. Tentu saja, beliau marah besar.
Wajah beliau yang biasa teduh, kini langsung berubah dengan sorot mata yang tajam. Maka, segeralah beliau kembali memanggil satu per satu para utusan untuk menghadap dan bersumpah.
Suara baginda Rasulullah SAW yang tegas dan berwibawa, membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi gentar dan tergetar hatinya.Ternyata, para utusan itu tak satu pun yang berani mengucap sumpah di hadapan baginda Rasulullah SAW. Akhirnya, para utusan beliau membenarkan semua perkataan orang Badui itu dan mengakui kalau mereka telah berkata dusta.
Sekalipun beliau dari tadi mendengarkan saja kata para utusan dengan seksama dan penuh kearifan, namun Rasulullah SAW tetap tidak bisa menerima serta membenarkan setiap kedustaan.
Beliau kemudian berdiri dan bersabda, ”Apa yang mendorong kalian akur dalam kedustaan sebagaimana kasur yang hangus berturut-turut dalam api? Kedustaan ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara; Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.”
Ridha Allah, Ridha Ibu
”Hai sahabat Muhajir dan Anshar! Siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya, maka ia akan terkena kutukan (laknat) Allah dan tidak diterima daripadanya ibadat fardhu dan sunnatnya,” sabda Rasululah SAW
Di jaman Rasulullah SAW pernah hidup seorang pemuda yang rajin beribadah dan banyak sedekah. Namun, tiba-tiba ia menderita penyakit yang sangat berat. Sang isteri dari pemuda tersebut telah menyuruh orang memanggil Rasulullah SAW dan mengabarkan bahwa suaminya sudah mendekati sakaratul maut.
Mendengar permintaan itu, Rasulullah SAW langsung mengutus Bilal, Ali, Salman dan Ammar pergi ke rumah seorang pemuda yang sakit itu dan memperhatikan bagaimana keadaannya. Sampai di rumah pemuda yang bernama Alqomah itu, mereka langsung menemuinya serta menuntunnya supaya membaca, ”Laa ilaha illallah.”
Tetapi, walau sudah dituntun berulangkali, lidah Alqomah tetap terkunci tidak bisa mengucapkan hal itu. Para sahabat ketika itu merasa bahwa Alqomah pasti akan mati. Mereka lalu menyuruh Bilal supaya memberitahukan hal itu kepada Rasulullah SAW.
Beliau bertanya pada sahabat Bilal,”Apakah ia masih mempunyai ayah dan ibu?”
“Ayahnya telah meninggal, sedang ibunya masih hidup tetapi terlampau tua,” jawab Bilal.
“Ya Bilal, pergilah kepada ibu Alqomah dan sampaikan salamku kepadanya dan katakan, ’Jika kamu dapat berjalan pergi kepada Rasulullah SAW dan jika tidak dapat, maka Rasulullah akan datang ke tempat mu’.”
Bilal pun kemudian menyampaikan pesan dari Rasulullah SAW pada ibu Alqomah. Apa jawab ibu Alqomah?
“Sayalah yang lebih layak pergi kepada Nabi SAW,” jawab ibu Alqomah. Lalu ia mengambil tongkat dan berjalan kaki dengan diikuti sahabat Bilal hingga masuk ke rumah Nabi SAW. Sesudah memberi salam ia langsung duduk di depan Rasulullah SAW.
“Katakanlah yang benar kepadaku, jika engkau dusta kepadaku niscaya akan turun wahyu memberitahu kepadaku; Bagaimanakah keadaan Alqomah?” tanya beliau.
“Alqomah adalah anak yang rajin ibadah sembahyang, puasa dan bersedekah sebanyak-banyaknya sehingga tidak diketahui berapa banyaknya,” jawab ibu Alqamah.
“Lalu bagaimana hubunganmu dengan dia?” Tanya Rasulullah SAW.
“Saya murka kepadanya,” kata Ibu Alqomah.
“Mengapa?”
“Karena ia lebih mengutamakan isterinya lebih dari padaku dan lebih menurut kepada sang isteri serta berani menentangku,” jawab sang ibu, dengan raut muka masam.
Sejenak semuanya terdiam, wajah Rasulullah SAW tertunduk sebentar dan menarik nafas dalam-dalam, tanda beliau telah mengetahui duduk persoalan yang menimpa Alqomah.
Beliau kemudian bersabda, “Murka ibunya, itulah yang mengunci (menutup) lidahnya untuk mengucap; La ilaha illallah.”
Kemudian Nabi SAW menyuruh Bilal supaya mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya untuk membakar Alqomah dengan api.
Ibu Alqomah tentu heran dengan perintah Rasulullah SAW. Ia lalu bertanya, ”Ya Rasulullah, putraku, buah hatiku akan kau bakar dengan api di depanku? Bagaimana aku dapat menerima buah hatiku, engkau perlakukan begitu?”
Rasulullah SAW bersabda, ”Hai ibu Alqomah! Siksa Allah lebih berat dan lebih kekal. Karena itu, jika kau ingin Allah mengampunkan dosa anakmu maka relakanlah ia (kau harus ridha kepadanya).
Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidak akan berguna sembahyang, sedekahnya selama engkau masih murka kepadanya.”
Lalu ibu Alqomah mengangkat kedua tangannya dan berkata,”Ya Rasulullah! Saya menyaksikan kepada Allah di langit dan kepada mu. Ya Rasulullah, serta kepada siapa saja yang hadir di tempat ini, bahwa saya telah ridha Alqomah.”
Mendengar ucapan itu, gembiralah hati Rasulullah SAW. Beliau langsung menyuruh Bilal untuk pergi melihat Alqomah apakah ia sudah mengucap Laa ilaha illallah atau tidak, khawatir kalau-kalau ibu Alqomah mengucapkan hal itu hanya karena malu pada Rasulullah SAW dan bukan dari lubuk hatinya yang terdalam.
Ketika Bilal sampai di depan pintu kamar Alqomah, terdengar suara Alqomah mengucapkan, ‘Laa ilaha illallah’, lalu Bilal masuk dan berkata, ”Hai orang-orang, sesungguhnya murka ibu Alqomah itu menutup lidah untuk mengucapkan syahadat, dan karena ridha ibunya, kini telah melepas lidahnya untuk mengucap, “Laa ilaha illallah”.
Kematian Alqomah pada hari itu langsung tersiar sampai ke kediaman Rasulullah SAW. Beliau bersama para sahabat bertakziyah ke rumah Alqomah. Begitu sampai, beliau langsung menyuruh yang hadir supaya jasad Alqomah segera dimandikan dan dikafankan, serta disembahyangkan oleh Rasulullah SAW.
Sesudah dikubur, Nabi SAW berdiri di atas tepi kubur sambil bersabda,”Hai sahabat Muhajir dan Anshar! Siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya, maka ia akan terkena kutukan (laknat) Allah dan tidak diterima daripadanya ibadah fardhu dan sunnatnya.”
pertolongan yang telah diberikan kepadanya. AST