“Ma – maaf.”
“Eh, Axel.” Gumam Vianka.
Vianka terkejut melihat siapa yang datang ke kamarnya, di ambang pintu Vianka melihat Axel berdiri dengan pakaian kasualnya. Wajah lelaki itu memerah seperti menahan tangis yang sebentar lagi meledak.
‘gawat.’ Batin Vianka buru – buru bangun dan memeluk Axel, berusaha untuk menenangkan lelaki yang sangat mengganggu pikirannya itu.
“Pou ngusir Dino ya?” Cicit Axel di sela pelukannya dengan Vianka, “Pou enggak mau Dino di sini ya, ya udah Dino pergi lagi.”
Vianka menggeleng, mengusap punggung Axel, “Enggak kok, aku kira mama yang dateng, eh taunya kamu yang dateng.”
Axel melepaskan pelukannya, menatap Vianka sangat dalam. “Tadi mama kamu udah manggil kamu, tapi kamu gak mau turun.” Ucap Axel dengan muka yang cemberut.
Vianka tersenyum kikuk, “hehe, tadi mama jailin aku terus. Jadi aku acuhin lagi aja, tadi ngiranya lagi dijailin lagi.”
“Oooo.” Ucap Axel acuh seraya menggeserkan tubuh Vianka yang menghalangi pandangannya, matanya mengedar menelisik seluruh penjuru kamar Vianka.
Tanpa babibu, Axel memeluk Vianka kembali dengan begitu erat. Lelaki itu kembali menangis, namun suara tangisnya teredam oleh leher Vianka.
“Eh, kok nangis lagi?” Kaget Vianka.
Axel tidak menjawab, tubuhnya semakin bergetar akibat menahan tangisannya. Perlahan tangan Vianka mengusap punggun Axel dengan halus.
“Pou gak tahu perjuangan Dino buat nyari Pou, Dino kelimpungan nyariin Pou pas waktu itu.” Ucap Axel sesenggukan, “panggilnya ganti ya, aku manggil Vika aja.” Lanjutnya.
Tanpa Axel ketahui, Vianka tengah tersenyum mendengar penuturan lelaki yang di pelukannya.
“Iya boleh, aku tahu kok gimana perjuangan kamu selama tiga tahun nyari aku, kan ada Zacky yang selalu cerita tentang sahabatnya yang sangat bucin satu itu. Nih ya kalo lagi ceritain kamu tuh, Zacky suka manggil nama kamu Dinosaurus loh. Haha” Tawa Vianka pecah, “Awalnya aku enggak tahu kalo yang suka Zacky ceritain tuh kamu. Apalagi kan Zacky bilang temannya itu tinggi, putih terus ganteng, kan beda banget sama kamu yang dulu.”
Axel melepaskan pelukannya, “Cih, kamu masih sama ya Vik. Terus si Zacky cerita apa aja?”
“Banyak.” Ketus Vianka merasa kehilangan saat pelukannya terlepas.
`DRRT`
Ponsel milik Vianka berdering, menandakan ada panggilan masuk membuat Vianka menjauh dari Axel.
“Kok pake ngejauh segala.” Ketus Axel.
Seusai mengangkat telponnya Vianka kembali menghampiri Axel, Vianka mengacuhkan Axel dia kembali membawa buku yang sempat tadi dia baca dan tiduran di kasur besar miliknya.
Axel menatap Vianka curiga, “Siapa?” Tanya Axel.
Vianka mengernyit heran, “Siapa apanya?”
“Yang nelpon ih.” Jelas Axel.
“Oh.” Sahut Vianka yang sibuk dengan bacaannya.
“Gitu doang?” Tanya Axel kesal, lalu menyamakan posisinya dengan Vianka yang sedang rebahan.
“Zacky.” Ucap Vianka.
“Kenapa sama si Zacky?” Ketus Axel yang masih kesal.
Vianka menatap Axel dari samping, “Ck, yang nelpon gue si Zacky.”
“Oh.” Sahut Axel yang kini tengah sibuk memainkan daun telinga milik Vianka.
“Gitu doang?” Tanya Vianka yang terkena boomerang dirinya sendiri.
“Ish, geli Xel.” Protes Vianka seraya berusaha melepaskan tangan Axel dari telinganya.
“Ga mau.” Geleng Axel, “Ini tuh enak, kenyel tau. Haha” Lanjut Axel dengan tawanya.
“Nanti Vika nangis kalo kelamaan geli gini Xel, lepas ya.” Pinta Vianka.
Axel mengangguk patuh, kedua tangannya ia jauhkan dari telinga Vianka.
“Btw, lo tau dari mana rumah gue Xel?” Tanya Vianka membuka pembicaraan kembali.
“Tetangga.” Singkat Axel.
“Maksudnya?” Tanya Vianka tak mengerti.
“Ya tetangga lah, gue tetangga baru lo di sini. Tadinya mau nganterin kue buatan mama ke sini, gue gak tau kalo pemilik rumah ini tuh om Deni, pas tante Dina buka pintu gue kaget sih.”
“Terus gimana?” Kepo Vianka
“Awalnya tante Dina gak ngenalin gue, tapi untungnya gue punya beberapa kode sama tante Dina.” Jelas Axel.
“Apaan tuh kodenya?” Selidik Vianka semakin terlihat kepo.
“Rahasia.” Cuek Axel.
Vianka kesal mendengar jawaban yang Axel berikan, “Udah kan?” Tanya Vianka.
“Apanya?” Tanya Axel.
“Nganterin kue nya.” Sahut Vianka, membuat Axel mengangguk iya.
“Ya udah sana, gue mau tidur.” Usir Vianka, “Gak usah cengeng, jelek.” Lanjut Vianka sebelum melihat Axel menangis kembali.
Axel yang mendengarnya mengendikkan bahu acuh, “Siapa juga yang cengeng.” Ucapnya sinis, seraya pergi meninggalkan Vianka sendiri di kamar.
Setelah pintu tertutup Vianka menegakkan tubuhnya, “Astaga, apaaan tadi. Aaaaa mama, dia beneran Dino? Ya ampun, si gendut itu kenapa jadi ganteng. Aaaaaa, bener kata lo Zack temen lo yang satu itu ganteng nya kebangetan.” Seru Vianka girang seraya meloncat di atas kasur.
Tanpa Vianka sadari, Axel belum meninggalkan kamar Vianka sepenuhnya. Lelaki itu masih berdiri menghadap pintu kamar milik Vianka, menempelkan telinganya pada pintu, perlahan bibirnya berkedut menahan senyum.
“Apa gue bilang, si gendut ini bakal bikin lo tergila – gila.” Gumam Axel sebelum melenggang pergi mencari calon mertua nya untuk berpamitan.
~
Siang sudah berganti menjadi malam, kini Vianka tengah duduk melingkar bersama keluarganya di ruang tamu. Mereka berencana untuk memainkan sebuah permainan, mereka duduk mengelilingi satu buah tablet berukuran seperti buku yang menampilkan permainan yang sedang populer saat ini.
“Semua yang kalah maen Ludo harus traktir belanjaan Vianka bulan ini ok.” Tegas Vianka.
“Kalo Sam menang, harus jajanin Sam tiap hari di McD.” Ucap Samuel kakak Vianka.
“Pokoknya kalo mama menang harus dapet hadiah yang bermerk.” Ucap Dina, membuat semuanya melirik tajam padanya, "kayak GUCCI, CHANEL sama DIOR oke."
“Pilihan kalian gampang semua, giliran papa.“ Ledek Deni, “ Kalo papa yang menang, persiapkan diri kalian untuk menjadi kakak yang baik ok?” Lanjutnya dengan senyuman licik, “Deal ya.” Pintanya.
Vianka dan Samuel serentak memprotes, “No!”
“Udah cukup Sam ngurus ni anak yang satu pah.” Protes Sam.
“Dih, gue engga minta di urusin sama lo.” Balas Vianka sinis, “Ih papa sama mama udah tua tau, masa mau nambah lagi.”
Dina terkekeh, “Papa masih kuat kok Vik. Ya kan Pa?” Tanya Dina dengan genit.
“Cukup sudah, Vika gak mau liat kalian bermesraan oke. Cepet mulai bang.” Titah Vianka pada Sam.
Hampir setengah jam berlalu, pertarungan hampir berakir. Pion milik Vianka dan Deni tinggal membutuhkan satu langkah lagi untuk menang. Berbeda dengan Pion milik Sam dan Dina yang tengah saling mengejar untuk membunuh satu sama lain.
Dalam hati Vianka tak henti - hentinya merapalkan Do`a, kemenangan sudah di depan matanya.
`TRING`
“Tidaaaaaaaaaaaaaaak” “Yesssss” Teriak Vianka dan Deni barengan.
“Asyik jadi bikin dedek nih ma.” Senang Deni sambil memeluk istrinya, lalu beranjak membawa Dina meninggalkan anak - anaknya.
“Ish, padahal kan selangkah lagi gue bisa belanja sepuasnya.” Gerutu Vianka sangat kesal.
“Lo kok kalah sih dek, harusnya lo yang menang.” Protes Samuel karena kekalahan adiknya.
“Gue kan ga bisa gimana - gimana bang, gue cuma pencet dadu nya doang. Kalo dadu nya nyata baru bisa gue curangin tuh si papa.” Sahut Vianka tak kalah kesal.
“Iya sih lo bener.”
`DRRRT`
Vianka menatap ponselnya sebentar sebelum mengangkat panggilan telpon di ponselnya, “siapa nih telpon malam gini.”
‘Halo Vianka!`
“Iya ini gue, maaf lo siapa ya?” Tanya Vianka.
`Gue Delva temennya Lior sama Rey, eh maksud gue Axel sama Zacky.’
“Iya terus?”
`Lo bisa dateng gak? Zacky sama Axel mabuk, gue bingung mau minta tolong siapa lagi. Adik si Axel lagi gak di Bandung, jadi gue telpon lo aja.’
Vianka menghela nafas kasar, “Kirim alamatnya ke gue.”
“Siapa dek?” Tanya Sam.
“Temen bang.”
“Sejak kapan lo punya temen.”
“Sejak lo kepo ngurusin hidup orang bang, “ Balas Vianka seraya membuka paksa hoodie yang di pakai Sam, “Gue berangkat dulu, pinjem mobil juga ya.” Ucap Vianka seraya mengambil kunci mobil milik Sam yang tergeletak di meja lalu pergi meninggalkan Sam yang masih kebingungan.
“Jangan kasih tau mama bang, “ Teriak Vianka di ambang pintu, “Gue tidur di apartemen kok.” Lanjut Vianka sebelum menghilang di balik pintu.
“Aish bocah itu.” Gumam Samuel.
~
“Maaf dek, anak kecil gak boleh masuk ke sini.”
“Saya bukan anak kecil pak, jadi biarin saya masuk.”
“Ga bisa dek, lebih baik kamu pulang sebelum mama kamu nyariin.”
“Saya bukan anak keci bapak.”
“Biarkan dia masuk, dia bareng gue.”
“Eh?” Kaget Vianka.