Bab 8

1514 Words
Aku dan Tiara hidup bahagia sebagai pasangan suami istri muda yang cukup mapan dan sukses. walau usia pernikahan kami baru dua tahun, namun telah mampu membangun usaha bengkel dan toko suku cadang kendaraan yang sangat besar. Tentu saja berkat bantuan modal dari orang tua kami berdua. Aku dan Tiara telah membangun usaha bersama sejak masih pacaran. Tepatnya ketika aku masih kuliah tingkat dua dan Tiara baru saja menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Setelah menikah, usaha yang kami kelola bersama itu kian menunjukan perkembangan yang sangat signifikan. Pergaulanku yang luas semasa sekolah dan kuliah, telah menjadikan bengkel dan toko cuku kadang tak pernah sepi pelanggan. Tiara seorang Sarjana Ekonomi dan aku telah Sarjana Teknik, makin serius mengaplikasikan semua ilmu untuk perkembangan usaha, termasuk rekrutmen karyawan. Kami rela membayar harga tinggu untuk gaji karyawan yang benar-benar profesional dan berintegritasi. Dalam rentang waktu dua tahun, kami telah mampu menempati workshop yang besar dan sangat representatif. Kami juga telah memiliki dua unit motor, mobil pribadi serta mulai menempati rumah di kawasan yang cukup bergengsi. Walau masih kredit. Garis kehidupan kami berbalik 180 derajat ketika Bapakku yang menyandang predikat kepala desa terbaik tingkat provinsi 3 tahun berturut-turut, tergelincir dalam kubangan skandal penggelapan Dana Pembangunan Desa. Bapakku yang seorang pengusaha terpaksa berurusan dengan KPK dan pindah kamar ke jeruji besi untuk waktu yang cukup lama. Beliau tergelincir kasus laknat menyuap pejabat pemda untuk mendapatkan proyek yang lebih besar demi memenuhi tuntutan kebutuhan istri mudanya yang bergaya hidup mewah sosialita. Kami semua tersentak. Tidak menduga, bapak memiliki istri simpanan. Dan sampai detik ini kami tidak tahu yang mana wanita simpanannya itu. Kami semua marah dan menyesalkan sekaligus malu dengan kasusnya bapak. Namun apapun adanya, sebagai anak bungsu yang paling banyak mendapat fasilitas, aku pun mengorbankan sebagian hartaku demi menyelamatkannya. Walau bapak selalu melarangnya. Dua kakakku yang lain, sama sekali tidak membantu meringankan bebanku. Mereka tidak mau kehilangan harta bendanya untuk menolong Bapak yang sedang terkena musibah. "Percuma dibantu juga, kenyataannya bapak kena OTT. Hanya 0,99% orang yang bisa selamat dari jerat KPK. Itu ulahnya, kita tidak tahu menahu. Biarkan dia yang menanggung akibatnya." Wirahadi, Kakakku yang paling besar tetap bersikukuh tidak mau membantu Bapak. Semua harta kekayaan Bapak disita negara termasuk rumah. Ibu terpaksa tinggal denganku. Aku benar-benar bersyukur memiliki istri sebaik Tiara. Dia sangat pengertian dan rela menerima serta merawat ibuku dengan senang hati. Dengan sisa modal yang ada, serta pinjaman dari mertua, aku dan Tiara kembali melanjutkan usaha. Guna lebih pengembangan dan memulihkan kembali usaha kami, aku berinisiatif mengajukan pinjaman modal ke salah satu bank pemerintah dengan bantuan teman. Ternyata, bukan pinjaman yang aku dapat. Namun seluruh harta kekayaanku yang tinggal sedikit lagi pun disita pihak bank. Aku jatuh miskin karena tertipu olah temanku yang katanya mau membantu mengurus pinjaman itu. Aku tidak memiliki apa-apa lagi kecuali istri setia. Dan dengan berat hati, kami tinggal di komplek mertua indah. Ibuku pindah ke Medan ikut dengan Kak Wirahadi. Aku tahu, ibu sangat tak nyaman tinggal dengan dia. Kehidupan kakak sulungku itu jauh lebih mapan. Namun istrinya tak pernah menghargai ibu. Mungkin karena dia dari keluarga kaya raya, sehingga terkadang memperlakukan ibu tak ubahnya seperti pembantu. Setelah setengah bulan menumpang di rumahnya mertua yang cukup besar dan megah, aku dan istriku memutuskan untuk tinggal di kontrakan petak yang kebetulan milik mertua. Ayah mertua tidak mengizinkan kami tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Namun kami ingin tetap tinggal terpisah, agar bisa hidup mandiri walau serba darurat dan apa adanya. Aku dan Tiara memulai kembali hidup baru dari titik nol kilo meter. "Hidup sederhana di kontrakan yang sempit, tapi tetap bahagia. Karena kamu tidak akan canggung lagi melakukan kebiasaan anehmu, hihihi." Istriku menjawab malu-malu saat aku menanyakan mengapa dia juga lebih memilih tinggal di kontrakan sempit. "Hmmm, ternyata! Dulu waktu pertama diajak, kamu marah. Katanya gak nyaman, malah nuduh aku gak normal. Eh sekarang ketagihan, hehehe." Aku mencubit dagu istriku dengan mesra. "Salah siapa? yang awalnya maksa dan ngajarin begitu kan kamu. Akhirnya aku jadi terbiasa dan ketagihan juga, hahahaha." Balasan Tiara diiringi derai tawanya yang renyah. "Tapi sekarang kamu masih menikmatinya kan, Sayang?" "Bangeeeet. apalagi di rumah kontrakan begini, sensasinya berbeda banget, hihihi" Tiara menjawab setengah bersisik seraya menjatuhkan tubuhnya dengan manja dalam pelukanku. "Berbeda gimana, Sayang?" tanyaku pura-pura kepo seraya memeluknya mesra. "Ya, kan rumah petak begini rapat dengan tetangga kiri kanan. Kadang saat lagi gituan, ada perasaan yang tak karuan. Perpaduan h***y dan segala rasa gak menentu, susah digambarkannya, hehehe." Istriku menjawab seraya memeluk tubuhku yang setengah tiduran bersandar pada dinding. "Contohnya yang gimana?" Aku terus memancingnya. "Gimana ya, takut ada yang ngintip atau yang ngedenger. Kamu kan kalau gituan suka lupa diri. Gak bisa kontrol suara, berisik asik. Tapi anehnya gairahku makin meningkat, aku pernah ngebayangin ada yang ngintip, hihihi." Tiara mencium dadaku yang telanjang. "Sama gak sensasinya dengan saat di halaman belakang, atau di lapangan terbuka." Aku menyesap sari cinta di leher istriku yang jenjang, kuning langsat dan mulus. "Hmmm, kayaknya lebih deh. Kalau waktu di belakang rumah yang lama atau waktu di lapangan, itu kan sudah pasti aman. Gak bakal ada yang ngelihat atau ngedenger. Tapi di sini? kemungkinannya ada yang ngintip sangat besar, hihihi," balas Tiara seraya melepas baju tidur yang dikenakannya. "Tapi yang paling berkesan, waktu di saung sawah sore-sore itu. Dan kita gak tahu kalau yang punya sawah masih ada. Untung aja dia gak ngintip, hihihi." Tiara menarik celana dalamku hingga melorot. "Tapi terlepas dari semua itu, dimana pun, asal sama kamu aku tetep betah kok, Sayang. Karena kamu suamiku. Dan aku gak bisa jauh dari si Bangla ini, hihihi." "Dasaar istri nakal, hihihi." Usiaku 26 tahun, penampilanku masih seperti brondong kekinian. Banyak yang tak percaya dengan statusku yang beristri. Tiara usianya dua tahun di atasku. Namun dia terlihat lebih muda dari usianya. Dengan komposisi 168/59, bentuk tubuhnya cukup ideal, padat berisi dan seksi. Dia seperti adikku. Saat berdua di ruang publik, banyak yang menduga kami kakak beradik. Sekilas paras wajah kami memiliki banyak kemiripan. Berbanding terbalik dengan kondisi pasangan mertuaku. Ayah mertuaku, Pak Samsudin, berusia 60 tahun. Sedangkan istrinya berusia 35 tahun. Hanya selisih 7 tahun dengan Tiara anak sulungnya. Ibu mertuaku yang biasa disapa Mama Elma, menikah dengan Pak Samsudin, 5 tahun yang lalu. Tepatnya lima bulan setelah istri pertamya meninggal dunia. Ayah mertuaku seorang juragan tanah yang cukup sukses dalam bisnis jual beli tanah dan properti. Beliau memiliki tiga anak dari pernikahan pertamanya. Tiara, Tria dan Tendy. Tria tingkat tiga kuliah di salah satu universitas swasat. Sedangkan Tendy masih duduk di kelas 12 SMA. Mama Elma divonis mandul. Terbukti dengan dua pernikahan terdahulunya pun tidak memiliki anak. Mama Elma memiliki usaha wedding organizer yang cukup terkenal. Lebih menitik beratkan pada pelayanan Tata Rias Pengantin dan Hiburan Dangdut. Sebelum menikah dengan Pak Samsudin, Mama Elma sudah memiliki WO dan group dangdut walau belum sebesar sekarang. Dia sendiri mantan penyanyi dangdut dari panggung ke panggung. Selama hampir sebulan. Waktu, tenaga dan uang pinjaman dari mertuaku habis untuk mencari dan mengejar temanku yang kabur membawa hartaku. Hasilnya nol besar. Hardian seperti hilang ditelan bumi. Polisi pun belum mampu menemukan jejaknya. Selama menjadi pengangguran yang sedikit linglung menggantungkan hidup pada mertua, aku berusaha melakukan pekerjaan apa saja. Sekedar membantu-bantu mertua. Sambil menunggu kabar baik dari pihak kepolisian yang terus mencari dan memburu komplotan para penipu. Agar dapur kami tetap ngebul dan tidak mengandalkan sepenuhnya dari orang tua. Tiara ikut membantu ayahnya berbisnis property dan jual beli tanah. Pada awalnya aku yang berniat ikut bisnis dengan ayah mertuaku. Namun karena mental dan jiwaku belum sepenuhnya pulih akibat kehilangan, mertuaku menyarankan agar aku beristirahat di rumah sambil membantu Mama Elma menjalankan usaha WO-nya. Sudah hampir satu bulan aku menjadi sopir pribadi Mama Elma. Kedekatan kami pun mulai erat dan hangat. Dulu ketika aku masih sibuk usaha, jarang sekali berinteraksi dengan mama mertuaku ini. Selain karena tempat tinggal yang jauh, istriku tidak terlalu suka pada mama tirinya itu. "Mama itu gak pernah bisa berubah. Sifat penggoda dan genit saat di atas panggung masih dibawa bawa dalam kehidupan sehari-hari. Padahal sudah hampir lima tahun menikah dengan ayah." Salah satu alasan Tiara tidak menyukai ibu tirinya. "Mungkin karena tuntutan profesi. Penata rias dan pemilik group dangdut kan dituntut begitu. Ramah dan dekat dengan semua orang, agar orderannya tetep kencang, Say." Aku mencoba meluruskan. "Ramah tidak berarti genit. Kamu juga harus berhati-hati sering jalan berdua dengan mama. Apalagi kamu pernah punya sejarah buruk, tergila-gila oleh artis dangdut panggung. Mama kan masih kaya artis panggung. Awas aja kalau kamu sampai tergoda." Tiara mengultimatum. "Hahaha, gak bakalan, Sayang. Di hatiku tak ada yang bisa menandingi kamu. Tak mungkin aku bisa berpaling dari istriku yang sangat sempurna ini. Aku bahkan tak yakin masih ada wanita paket komplit seperti dirimu." Aku terus meyakinkan istriku. "Halah, kamu cowok sangean, dapat godaan mantan artis dangdut panggung, mana tahan!" Tiara mencibir. "Hussst jangan suka gitu! Ucapan adalah doa. Bagaimana kalau bener-bener kejadian. Mendingan sekarang fokus, berdoa dan tetap saling percaya, oke honey!" Aku memeluk dan menciumi istriku. "Iya itu. Bukan berdoa yang buruk-buruk, tapi aku ngingetin, agar kamu kuat iman dan imin. Ayahku yang udah tua aja, masih bisa tergila-gila sama Mama Elma. Apalagi kamu." Tiara masih kukuh dengan tuduhan halusnya. "Istriku sayang, percayalah aku akan tetap menjaga segenggam setia yang masih aku miliki khusus buatmu. Please believe me, you are the one only my beloved wife. Forever." Sesungguhnya yang sangat aku takutkan, bukan godaan mertuaku yang memang sudah ditakdirkan genit sejak lahir. Tetapi godaan dari para tetangga terdekat. ^^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD