Kurang lebih setengah jam kemudian, Erik kembali ke rumahku dengan berpakaian yang cukup rapi dan keren. Memakai sepatu kets, berminyak wangi dengan rambut tersisir rapi. Andai setiap saat dia berdandan demikian, mungkin para ciwi-ciwi sudah banyak yang antri. "Mau kemana lu?" tanyaku sedikit heran. Mata dan otakku berkolaborasi menaksir penampilannya dari ujung rambut hingga ujung sepatu. "Segitunya abang menatapku, naksir ya? No no no maaf bang saya bukan homo, hahaha." Erik bicara sombong seraya merapikan kemeja lengan 3/4nya. "Rik, homo sejati aja bakalan jadi normal kalau terpaksa harus ditaksir sama lu. Lu cocoknya jadi suami aspal atau duda cadangan bukan taksiran, hahahaha." "Abang tuh kalau bicara selalu aja bener." Erik nyengir kuda. "Maaf Bang, ceritanya kita tunda du