Bab 06

1768 Words
Saat aku kehilangan kenyataan yang sesungguhnya. Saat emosiku semakin menumpuk seperti sammpah. bersama harapan yang sudah hancur di belakang, aku berjalan di bawah butiran darrah yang jatuh dari langit hitam. Semua yang kumiliki sudah hancur, tak ada yang bisa kulihat selain kekacauan. Semua yang bisa kuanggap kenyataan telah hancur di depan mata. Terempas dan bergulir seperti debu musim panas yang selalu masuk ke dalam mata, lalu membuatku menangis karena perih. Ya, perih .... Semuanya terasa sangat menyakitkan saat aku tahu, tak ada apa pun lagi yang bisa kuharapkan. Dan tak pernah ada seorang pun lagi yang masih mencoba untuk berharap. Disetiap sudut yang kulihat hanyalah kegelapan. Hanya kesunyian abadi bersama jeritan yang kadang terdengar pilu. Dan dalam kesunyian yang menyayat ini, aku harus tetap bertahan hidup. Karena keinginan itulah, yang membuatku berpikir kalau aku belum berakhir. . . . Megumi membuka matanya saat cahaya keemasan dari bohlam lampu yang berada tepat di atas kepala membuatnya terusik. Hanya saja, dia merasa kalau seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Tenaganya seperti habis tak tersisa, bahkan untuk membuka mata pun dia tak bisa. Hidung Megumi membaui aroma yang tak biasa, suara senyap bahkan membuat telinganya terganggu, mendengung dan terasa sangat penuh, dan saat dia mencoba sekuat tenaga membuka matanya, gadis ini melihat pemandangan yang tak biasa. Sebuah langit-langit di mana ada sebuah bohlam lampu berwarna keemasan tergantung pada sebuah kabel listrik, sementara dia tengah berada di ruangan pengap tanpa ventilasi. Ruangan itu sangat kecil, hanya ada sebuah ranjang di mana Megumi terbaring, sebuah bangku tepat di samping tempat tidur itu dan sebuah meja yang berada di sudut ruangan dekat pintu yang menjadi akses satu-satunya ruangan tersebut. 'Tempat apa ini?' setidaknya hal itu adalah pertanyaan pertama yang terlintas di kepalanya sebelum dia menanyakan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Megumi mencoba bangun dari ranjang itu, namun saat dia mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, suara gemerisik rantai terdengar sangat nyaring, bahkan terasa sangat sakit saat membentur pengikat besi yang ternyata terhubung pada rantai tadi. Merasa tidak percaya kalau dirinya diikat seperti tahanan, Megumi mencoba melepaskan ikatan rantai pada tangan dan kakinya tersebut. Hanya saja rantai itu terlalu kuat mengekangnya, hingga Megumi merasa lelah dan memilih berhenti. Megumi mencoba memberontak, dia berharap bisa melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya, namun semuanya sia-sia. Bukan hanya itu, ruangan tempat di mana dia dikurung, terasa seperti penjara yang sangat sempit, tanpa ventilasi atau saluran udara apa pun. Tempat yang sangat pengap dan ... mungkin saja tidak bersahabat. "Pantas rasanya telingaku pengang." Gumam Megumi sambil mendesah. Tentu saja, melihat bagaimana dia dirantai dalam keadaan tertidur saja rasanya sudah menegaskan bahwa keberadaannya di sini tidak diinginkan, atau mungkin dia adalah ancaman. Juga cctv yang terpasang di sudut paling atas ruangan tepat berhadapan dengan ranjang di mana Megumi terbaring seperti pasien rumah sakit jiwa yang siap mengamuk kapan saja. Megumi melihat ke arah cctv yang terpasang di sudut ruangan itu. Dia tidak tahu di mana, tapi yang jelas, seseorang sedang memperhatikannya. Mengawasinya dan meyakinkan kalau Megumi tidak akan bisa melarikan diri dengan mudah dari tempat tersebut. Bukan tidak mungkin, kan, kalau di luar sana juga ada yang sedang berjaga? Rasanya masuk akal dengan apa yang sudah dia perbuat digedung itu. Megumi masih ingat bagaimana dia berlari menerjang kerumunan Phantom, dengan pedangnya yang terlihat sangat mengkilap seolah terasah dengan baik dan sama sekali tidak terlihat karat setitik pun pada pedang itu. Setelah Carlos berlari membawa Hans yang terluka, monster dengan lidah sangat panjang penuh liur, juga taring yang terlihat sangat tajam siap mengoyaknya menjadi potongan daging acak yang bahkan annjing pun enggan mengendus. Setelahnya, Megumi mengambil alih peran utama sebagai sasaran empuk. Hanya saja, setelah dikepung oleh lima atau enam Phantom secara bersamaan, Megumi lepas kendali, meski dia berhasil membawa target mereka dan Scott tapi kemudian Megumi pingsan dan lupa dengan apa yang terjadi setelah itu. Sialnya, sekarang dia malah dikurung dalam ruang pengap tanpa ventilasi dan dirantai seperti penjahat. Bahkan pedangnya pun tidak ada padanya. Mungkin dua atau tiga jam setelah Megumi bangun. Dia mulai dehidrasi, karena ruangan pengap tanpa udara itu terasa sangat panas, membuat keringatnya mulai bercucuran bahkan udara pun terasa berat untuk dihirup. Tapi, gadis ini masih bersikap biasa saja. Sambil menatap cctv yang terpasang di sudut ruangan itu, Megumi mencoba untuk tetap tenang dan mendinginkan suhu tubuhnya dan berharap, rasa pengap itu segera menyingkir dan dia bisa kembali tenang. Benar saja. Selama hampir dua jam setelah dia sadar. Tak ada satu pun orang yang masuk ke ruangan itu, sementara Megumi, masih tetap berusaha menenangkan diri agar dia tidak bertindak gegabah hingga membuat posisinya dalam bahaya. Karena bagaimana pun, dia sama sekali tidak tahu berada di tempat macam apa dan orang macam apa yang sudah memperlakukannya seperti pesakitan seperti ini. Setidaknya, dia harus sedikit waspada. Hingga saat jam ketiga berakhir, seorang pria masuk ke dalam ruangan itu membawa segelas air dan sebuah kunci di tangannya. Megumi hanya melirik pria itu tanpa berkomentar apa pun, dia kembali bersikap tenang saat pria berusia sekitar hampir kepala lima itu mendekat ke arah ranjang dan menatap Megumi yang sudah kelelahan. "Sudah lelah?" Tanya pria itu sambil menaruh gelas berisi air yang dia bawa, di meja yang berada tak jauh dari ranjang di mana Megumi yang masih terikat dan terbaring seperti tahanan yang dirantai. Masih tetap berusaha mempertahankan dirinya, ketenangan Megumi seolah sudah menguasainya. Jadi, saat pria itu bertanya padanya, Megumi tetap tenang. "Apa maumu?" Tanya Megumi dengan ketenangannya. Tiga setengah jam aku memperhatikanmu lewat itu." Tunuknya pada cctv yang ada di pojok kanan atas ruangan pengap tersebut. "Aku berharap kau melakukan sesuatu dengan dirimu. Entah itu memberontak, berteriak atau meminta tolong pada orang di lua sana." "Tidak ada siapa pun di sini." "Ah, kau tahu?" Pria itu terkejut. "Benar, kau benar, tidak ada siapa pun di luar sana. Tidak dalam jarak sepuluh kilometer di bawah tanah seperti ini." Megumi hanya melirik pria itu menggunakan ekor matanya. Pria itu benar-benar terlihat sangat congkak, sangat arogan dan menyebalkan. Namun, Megumi tetap berusaha tenang dengan dirinya. "Mau minum?" Pria itu menawari Megumi segelas air yang dia bawa. "Tempat ini berada cukup jauh di bawah tanah, di sebuah bunker yang tahan api, ledakan, juga mungkin nuklir. Dan, karena berada jauh dari tanah, tempat ini sangat pengap, dan asal kau tahu, hanya ruangan ini saja yang dirancang tanpa ventilasi dan hanya sebuah pintu itu saja yang menjadi conecting ke ruangan sebelah yang lebih segar. Kau tahu, ruangan ini dibuat sebagai tempat untuk menahan penyusup." "Kau membuatnya untuk menahanku. Kalau kau tahu, kenapa tidak dibunuh saja?" ucap Megumi seolah meluruskan pernyataan pria itu. "Apa?" "Kau bilang kalau penyusup tidak dibiarkan di tempat ini, kenapa kau tidak langsung membunuhku tapi, malah memperhatikanku seperti kelinci percobaan seperti ini." "Apa aku memperlakukanmu seperti itu?" "Untuk rantai-rantai ini, kurasa iya." Pria itu tersenyum saat Megumi berkata demikian. "Oh, rantai itu. Rantai itu ... hanya untuk mengendalikan 'sesuatu' yang ada dalam dirimu." "Sesuatu? Sesuatu macam apa?" pria itu menggidikkan bahunya. "Mungkin, hal yang mengerikan." "Aku hanya punya sebilah pedang yang kutemukan di jalan. Kuambil sebagai perlindungan diri dan sekarang, kau menuduh aku yang hanya berbekal sebilah pedang, kemudian aku jadi terlihat seperti seorang monster?" Pria itu menggeleng sambil tetap tersenyum. "Kau bukan monster, kurasa ...." "Lalu ... apa yang kau inginkan dariku?" "Tidak ada," jawabnya, "dan kau tidak usah kahwatir, pedangmu aman bersama kami. Tadinya kupikir, kau bisa melakukan sesuatu dengan atau tanpa pedang itu tapi, ternyata kau memang tidak bisa melakukan apa pun." Ujar pria itu sambil melepaskan gembok rantai yang sejak tadi mengunci gerakan Megumi. "Hans dan Carlos mengatakan padaku kalau kau bisa melawan Phantom tanpa peralatan khusus. Kau tahu ... peralatan yang kau lihat waktu itu adalah buatan kami, kami memproduksi benda-benda seperti itu untuk menghancurkan seluruh populasi asing seperti para Phantom. Tapi kau sangat menarik. Kau hanya menggunakan sebilah pedang, kemudian hanya dengan pedang itu kau bisa meledakan satu gedung." Ucapnya sambil terus melepaskan rantai-rantai yang terpasang di tubuh Megumi. "Kau gadis yang sangat menarik." Ucapnya lagi. "Oh, kau tenang saja keadaan Hans sudah membaik, dia bahkan sudah mulai berpatroli hari ini." tambahnya sambil tersenyum bangga. Tak ada pernyataan apa pun keluar dari mulut Megumi, dia memang tahu kalau adapria bernama Hans yang sempat sekarat ketika hari itu tapi, bukan berarti dia peduli, bukan? Di sampin terus saja mengoceh, lelaki ini seperti terus mengintimidasi Megumi dengan tatapan dan semua kalimat menyudutkan yang dia keluarkan. Dia seperti menuntut sebuah jawaban kongkrit yang dia inginkan, tapi apa pun yang dilakukan pria itu, Megumi tidak akan terpancing, gadis ini tidak akan memberikan apa pun yang orang itu inginkan. Meski pun orang itu mengancam untuk membunuhnya sekali pun. Usai melepaskan semua rantai yang mengikat Megumi, pria itu berjalan ke arah meja — mengambil gelas berisi air yang dia bawa lalu dia memberikan gelas itu pada Megumi. Megumi melihat gelas di tangan lelaki itu, meneguk ludahnya sendiri dan mengakui bahwa dirinya sangat kehausan tapi, Megumi tidak langsung meraih gelas itu untuk memenuhi haaratnya. Karena, dia mungkin tahu kalau pria itu bisa saja punya niat yang tidak baik padanya. Tapi, saat pria itu menyodorkan gelas berisi air itu pada Megumi, pria tersenyum sambil berkata. "Jangan khawatir, aku tidak menaruh racun apa pun di gelas ini." Meski awalnya Megumi ragu. Tapi, gadis ini tetap menerima gelas berisi air itu dan meneguknya perlahan. "Minumlah sepuasmu. Air itu adalah air yang diambil dari sumber air bersih yang ada di sini, jadi, kau tidak perlu takut kehausan seperti saat kau di luar sana." Megumi menghentikan minumnya. Dia bahkan menatap pria itu dengan tatapan dingin. "Kenapa? Aku bicara apa adanya, kau bisa minum sepuasnya di sini, kami punya alat penyuling air untuk memastikan persediaan air tetap terjaga selama beberapa tahun ke depan. Jadi kau tidak usah takut untuk minum kapan pun kau mau. Bukankah, itu tidak sesulit seperti ketika kau mencari air bersih di luar sana, kan?" Pria itu benar. Di luar sana sudah tidak ada lagi sumber air bersih. Bukan karena tidak ada lagi sumber mata air, melainkan karena makhluk itu juga sudah mulai bermutasi di dalam air. Mereka mengubah bentuk mereka menjadi monster menjiijikan dengan lendir yang berbau bussuk. Atas alasan itulah, kenapa air di sekitar sini sudah tidak layak dikonsumsi. Meski sebenarnya terkadang, Megumi tidak menemukan air untuk minum selama berhari-hari, dia bahkan harus menampung air hujan atau embun hanya untuk sekedar melepas dahaga, tetap saja itu tidak cukup. Meski bagaimana pun, air adalah sumber kehidupan utama umat manusia. Tanpa air, maka tak akan pernah ada kehidupan. "Kau bisa bangun? Aku ingin menunjukan sesuatu padamu." Ucapnya sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu di mana dia masuk. "Menunjukkan apa?" "Sesuatu yang semua orang cari." Gutz meregangkan tangannya, berharap Megumi bersedia untuk berjalan ke lebih dulu darinya. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD