Bab 04

1794 Words
Mendengar suara helikopter, harusnya Megumi menyigkir, melarikan diri atau bersembunyi tapi, gadis ini malah berjalan ke rak-rak yang ada di swalayan tersebut. Di sana dia menemukan setumpuk roti yang sudah berjamur dalam bungkus. Dia mengambil beberapa dan memakannya sangat lahap, dia tidak sudah tidak peduli apakah jamur di roti itu akan membuatnya sakit perut atau tidak, tapi dia tetap memakannya dan memasukkan beberapa lagi roti yang kelihatannya masih layak ke dalam tas yang dia sembunyikan di dalam coat yang dia pakai. Sambil mengunyah, Megumi kembali berjalan ke arah rak khusus obat. Di sana dia mengambil beberapa obat pereda nyeri, antiseptik dan kain kasa saat telinganya menangkap suara derap langkah kaki yang masuk ke dalam swalayan itu. Meski perlahan, tapi, dia bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Dia ingin pergi dari sana dan berpikir untuk tidak terlibat apa pun dengan orang-orang ini tapi, masih ada beberapa hal yang belum Megumi ambil di tempat itu untuk bekalnya beberapa minggu ke depan, karena itu Megumi tetap memilih apa yang akan dia masukkan ke dalam tasnya. Bahkan saat moncong sebuah revolver tiba-tiba berada tepat di belakang kepalanya pun, Megumi tetap mengunyah roti yang dia ambil, sementara tangannya masih sibuk memilah obat yang sekiranya dia butuhkan. "Hooo~ cantik juga~ " ujar seorang pria sambil bersiul tepat di telinga Megumi. Megumi melirik ke arah suara orang yang menodongkan revolver padanya. Dia seorang pria berkulit gelap, dengan senyum menjijikan yang lebih bisa disebut mesuum. Rambut pria itu gimbal dengan sehelai scraft yang dia ikat di dahinya sepertinya benda itu adalah benda yang selalu dipakai oleh remaja berandal yang sering dia lihat beberapa tahun kebelakang. Sebelum dunia yang sudah tidak berbentuk seperti sekarang. Dan sepertinya juga, pria itu tidak sendirian, karena selain pria berkulit gelap itu, Megumi juga mendengar beberapa langkah lain bergerak mendekat padanya. "Huh, mengejutkan. Masih ada manusia yang bisa hidup di tempat seperti ini?" Gumam Megumi dengan seluas senyum di bibirnya. Karena suara itu terdengar sangat kecil, pria berkulit gelap itu penasaran dan meminta Megumi mengulang kata-katanya namun gagal, Megumi hanya melirik sinis ke arah pria itu. Tapi siiaal, karena kesal dengan sikap yang diberikan Megumi, pria itu menurunkan revolver yang ditodongkan sejak tadi pada kepala gadis itu, menarik tangan gadis berambut gelap panjang yang tertutup hoodie itu dan menyudutkannya ke sisi rak hingga membuat beberapa botol obat yang semula terpajang apik berjatuhan, pecah, hingga isi cairannya keluar menggenang di lantai. "Hei, aku bicara padamu! Kau tuuli?" Tanyanya kemudian menyentuh rahang Megumi dan membuatnya sedikit mendongak agar bisa menatap pria messum menyebalkan itu dengan benar. "Whoaa~ kau benar-benar sangat cantik, wajahmu seperti wanita di tempat prostitusi Asia yang sering kudatangi dulu, apa kau berasal dari sana? Bagaimana kalau kita berrcinta beberapa ronde sampai kita matti lemaas, huh?" Ujarnya sambil terus mendekatkan wajahnya pada Megumi. Napas pria itu terasa sangat bau, bukan bau mulut, tapi bau alkohol yang sangat pekat. Megumi mencoba memalingkan wajahnya tapi pria itu menarik kembali wajah Megumi ke posisi semula, dengan tangan lain meremas pergelangan tangan Megumi sangat kuat. Merasa kalau di berhasil membuat Megumi tidak bisa melarikan diri, pria itu mulai menjulurkan lidahnya sebelum kemudian dia menjilati pipi Megumi penuh naafsu seolah pipi itu adalah permen manis yang nikmat. Menjjijikan .... Lidah pria itu terasa seperti lintah yang merayap naik setiap kali Megumi bersembunyi di gorong-gorong. Karena rasa jiijik itulah, Megumi menjatuhkan sisa roti yang belum habis dia makan. Rahang Megumi mengeras, dengan geraham yang bergemeretak dari dalam dengan suara tertahan. Sementara pria itu masih terus menjilati pipinya penuh naafsu, tangan Megumi yang bebas berusaha menyusup ke bagian belakang coat yang dia pakai. Namun, belum sempat dia menarik benda dari dalam sana, seorang pria Lin terdengar berteriak sambil menarik jatuh si pria berkulit hitam tadi. "Hentikan Carlos!" Carlos— pria berkulit gelap — itu menggeram kesakitan saat bookkongnya menghantam lantai sangat keras setelah seorang pria tinggi besar dengan kepala pelontos mengkilap dan otot-otot tubuh yang terlihat sangat keras menendangnya. "Brengssek kau Hans! Apa maumu?!" Bentak Carlos dengan suara menggeram, sangat lantang dan penuh amarah. "Berhenti mengganggu warga sipil." "Warga sipil apa?! Dia itu hanya orang Asia yang sering kutemui di lapak prosttiitusi murah dengan pakaian aneeh dan sakit jiiwwa!" Tunjuk Carlos sambil marah-marah pada Megumi. Sementara yang bersangkutan, hanya melirik kesal pada pria berkulit gelap dan rambut gimbalnya yang seperti mie buusuk yang lupa dibuang dari rak setelah bertahun-tahun. Mereka terus bertengkar mulut dengan u*****n-u*****n kasar tapi cukup beruntung, mereka tidak baku hantam karena adu mulut mereka. Merasa tidak perlu ada yang harus dia campuri, Megumi menarik kembali tangannya dari punggung dan mengusap pipi di mana masih ada air liur milik pria yang dipanggil Carlos itu di sana.. "Menjiijikan." Gumamnya nyaris tak akan bisa didengar siapa pun saat orang-orang di sana sedang saling meneriaki. Selain itu, mungkin Megumi harus berhati-hati dengan orang-orang tersebut. Karena bukan hanya mereka masih bisa bertahan di tempat yang sudah tidak ada lagi manusia yang bisa bertahan hidup, adalah sesuatu yang cukup luar biasa menurut Megumi. Bukan hanya bisa bertahan hidup, tapi mereka juga punya helikopter dan memegang ssenjata laras panjang, revolver, juga beberapa geranat tangan yang tergantung di sabuk celana mereka. Terutama pria berkepala pelontos yang disebut Hans itu. Terlihat sedikit mencolok dengan sennapan mesin paling canggih yang pernah dimiliki oleh satuan militer. Megumi pernah mendengar kalau orang-orang yang berhasil bertahan hidup berkumpul dan membuat kelompok di tempat yang mereka sebut Sektor 72. Sebuah tempat di mana ada sekumpulan orang yang berasal dari beberapa divisi militer, dan agen rahasia kepemerintahan yang berhasil lolos dari mulut para Phantom, bersatu, membangun komunitas dan terus mencari orang-orang yang masih hidup untuk mereka ajak ke dalam Sektor tersebut agar terus bisa bertahan hidup dan kembali membangun dunia. Hanya saja, kebanyakan dari mereka yang masih hidup dan mencoba menuju ke Sektor 72 sendirian, selalu gagal, dan akhirnya berakhir dalam perut monster menjiijikan yang mereka sebut Phantom. Phantom sendiri adalah monster setinggi hampir dua meter, tidak terlihat dengan mata telannjang, hanya bau menyengat dari tubuh mereka saja lah yang seperti mayat, yang bisa tercium dan menandakan bahwa mereka ada di sana. Dengan tubuh dan bentuk yang tidak terlihat, makhluk itu dengan mudah memangsa manusia dan hampir semua makluk bergerak yang mereka temui. Mereka bisa melihat tapi, bisa mencium dan bisa mendengar. Bahkan, mereka jadi semakin brutal jika mereka mencium bau daraah dan itulah, yang membuat semua orang di dunia ini habis. "Hei, kau!" Panggil Hans pada Megumi yang sudah berjalan, berharap menjauh tapi langkahnya dihentikan paksa. "Ikut dengan kami keluar dari kota ini, di sini tidak aman." Ajak pria tinggi besar itu. Namun, Megumi tidak menjawab apa pun, dia hanya melirik Hans saat pria tinggi besar berotot itu mencoba menahannya yang hendak pergi dari swalayan itu. "Biarkan saja dia! Kita ambil saja makanan di tempat ini! Lihat dia, Phantom juga tidak akan memakan manusia sakit jiiwa seperti dia!" Pekik Carlos seperti tidak mengontrol kosakatanya. Seolah tidak ingin terlibat dalam hal apa pun, Megumi kembali berjalan untuk keluar dari tempat itu. Tapi ternyata, bukan dua orang itu saja yang ada di dalam swalayan tersebut, memilih bahan makanan seperti yang dia lakukan dan membawa ssenjata sama seperti yang dibawa oleh Hans dan Carlos. Pria itu mungkin punya tinggi sekitar seratus delapan puluh tujuh sentimeter, rambutnya tersisir rapi meski sedikit panjang, meski begitu tidak lantas membuat penampilannya terlihat berantakan. Tulang rahang pria itu terlihat sangat tegas dengan raut wajah keras dan sepasang mata beriris hijau cerah yang menatap tajam. Namun, di balik ekspresi yang sangat keras itu, Megumi melihat ada kelembutan tersirat di sana. "Siapa namamu? Bagaimana caranya kau masih bisa tetap hidup di tempat seperti ini?" Tanya pria itu tanpa ekspresi. Mencoba untuk tidak menjawab, Megumi berusaha melewati pria tinggi itu namun gagal, dia memblokir jalan Megumi dengan tubuhnya, sementara tinggi Megumi yang hanya sebatas perut atas pria itu, hanya bisa mendongak dan menatap pria itu seolah tidak peduli meski sebenarnya dia sangat ingin menyingkir dari sana. "Scott! Aku menemukan satu orang lagi di salah satu gedung tak jauh dari sini." Teriak seorang pria lain dari luar sambil berlari membawa sebuah tab di tangannya. Orang itu sama tingginya dengan Scott, tapi dilihat dari wajahnya, pria itu seperti jauh lebih muda dari tiga pria yang sudah lebih dulu Megumi lihat. "Di mana?" Tanya Scott tidak sepanik pemuda itu. "Di sini, dan sepertinya ada banyak Phantom yang mulai berkerumun di sana." Ujarnya sambil menunjukan gambar pada layar selebar sepuluh inchi tersebut pada Scott. Karena penasaran, Megumi berusaha menjejalkan dirinya di tengah dua pria itu untuk melihat apa yang sedang ditunjukan oleh pemuda tersebut pada Scott. "Apa itu?" Tanya Megumi penasaran. Ketika suara lembut Megumi terdengar oleh para pria ini, para pria yang sejak tadi berusaha untuk membiarkan Megumi sendiri pun akhirnya tercengang. Ya, mereka cukup terkejut karena Megumi lebih terlihat tertarik pada monitor mereka daripada diajak ke Sektor 72. Pada layar sepuluh inchi itu terlihat simulasi gedung-gedung tiga dimensi dengan bangun datar tanpa dinding atau dekat berarti, hanya garis-garis lurus membentuk bangunan dan denah. Dan di dalam denah bangunan itu ada satu titik berwarna merah berada di tiga lantai dari roof top, dan banyak titik merah lainnya merayap perlahan naik seolah berusaha meraih titik merah di lantai paling atas. "Sama sepertimu." Ujar Hans sambil menjinjing kerah baju Carlos. Membiarkan pria dengan rambut seperti mie busuk itu meronta minta dilepaskan namun diabaikan begitu saja oleh Hans. "Kami menemukanmu dari radar itu, dan sekarang kalau kau ingin ikut dengan kami maka kau akan tetap hidup." Lanjut Hans. Masih tak ada jawaban, Megumi masih diam meski dia tahu kalau sekarang Scott memandangnya seperti ingin menelan dirinya hidup-hidup. "Kurasa mentalnya benar-benar terganggu, sudahlah, tinggalkan saja dia." Teriak Carlos namun masih diabaikan oleh yang lain. Cukup lama mereka masih diam, tanpa keputusan hingga akhirnya Scott berusaha meraih tubuh Megumi untuk dia angkat agar mereka segera pergi dari sana, namun seketika Megumi melompat ke belakang karena tidak ingin disentuh pria itu. Semua orang di sana terkejut, terlebih wajah marah yang diperlihatkan Megumi sungguh tidak biasa. Tentu saja, kenapa gadis itu harus marah hanya karena disentuh sedikit oleh orang lain? "Dean, ambil makanan yang masih bisa dibawa, semua yang kelihatannya baik untuk dikonsumsi, ambil semuanya dan kita pergi ke gedung itu segera." Ujar Scott kemudian pergi mendahului orang-orang itu. Hans melepaskan kerah baju Carlos, sementara pemuda bernama Dean itu langsung menyimpan monitor tab miliknya ke dalam tas sebelum melakukan apa yang diperintahkan oleh Scott. Mengambil makanan dan air yang masih terlihat bagus entah itu tanggal kadaluarsanya masih aktif atau tidak, tetap dia ambil. Begitu juga Hans dan Carlos, mereka pun melakukan hal yang sama. "Ikutlah dengan kami, setidaknya itu akan memperpanjang sisa hidupmu." Ujar Dean setengah berbisik pada Megumi dengan tangan penuh makanan. "Dean, ayo!" Teriak Hans setelah suara baling-baling helikopter mulai berputar. "Ayo!" Ajak Dean sekali lagi pada Megumi. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD