NOTE : PART DEWASA! MOHON BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN SESUAI UMUR KALIAN YAH.
.
.
Hari yang menggembirakan sepertinya masih belum ingin berlalu. Setelah ia mendapatkan kesempatan kedua untuk bisa ikuti pelatihan magang esok, Renata kembali dikejutkan dengan pesan singkat Adam yang akan mampir ke apartemennya lagi malam ini.
Entah pukul berapa, tapi Renata girang sekali. Padahl jika ia mengingat ke belakang, perlakuan Adam tidak pernah berubah. Bukan hanya soal komunikasi bahkan juga urusan ranjang.
Dua tahun menjadi istri kedua, ia malah lebih mirip seperti istri simpanan. Sesekali papa Steve pasti menanyakan tentang hubungan mereka yang masih cemderung kaku dan dingin. Tapi Renata selalu mencari cara agar Steve tidak menyalahkan Adam. Karena keduanya tahu, Adam pasti dikendalikam oleh Dewinta yang dominan. Perempuan pintar dan kaya itu adalah wanita pertama bagi Adam. Mana mungkin Renata sanggup menggesernya.
"Kamu bisa saja mengalahkannya," saran Steve di suatu hari.
Renata terdengar tertarik. Tapi ia malu untuk terlihat bersemangat agar bisa mengalahkan Dewinta sekali saja.
"Mau tahu?"
Papa Steve tampak serius. Tapi riak wajahnya malah terkesan tengah bermain tebak-tebakan dengan anaknya sendiri. Begitulah cara Steve membagi kasih sayangnya. Walau Renata adalah anak almarhum rekannya, Renata tak pernah luput dari kasih sayang Steve. Selain rasa bersalah, Steve benar-benar sayangkan gadis itu. Hingga ia tidak ada lagi di dunia ini kelak, Steve pastikan Renata takkan menderita oleh siapapun. Bahkan jika itu datangnya dari Adam dan menantunta Dewinta.
Sampai sekarang mungkin mereka masih mengabaikan Renata. Tapi jika lebih dari itu, Steve pastikan tidak akan pernah tinggal diam.
"A..apa itu pa?" tanya Renata akhirnya yang sebenarnya malu untuk mencaritahu.
Steve tergelak sedikit lalu memberi nasehat yang mencengangkan, "Kamu harus hamil."
Dan yah..Renata seketika ingin terjungkal. Bagaimana bisa itu tidak terpikirkan olehnya. Tapi...perjanjian tetaplah perjanjian. Adam selalu mengenakan pengamannya walau ia tengah mabuk berat sekalipun.
Dia selalu ingat akan kontrak itu. Dan Renata tak diijinkan untuk coba-coba merusak perjanjian. Jika ia mencoba untuk hamil, apa itu malah akan menjadi neraka baginya? Sepertinya akan seperti itu.
Steve mungkin akan suka. Tapi tidak dengan Dewinta ataupun Adam. Ide ini malah hanya akan membuat keretakan di sana - sini. Dan Renata paling benci dengan keributan.
Tapi ide itu, entah kenapa malah terlintas malam ini. Mungkin karena efek bahagia Renata yang ingin tersalurkan, maka ia ingin sedikit membagikannya kepada Adam dengan memberikan pelayanan terbaiknya. Baik itu dari urusan makanan kesukaan Adam, dan bahkan pakaian yang menarik saat tidur.
"Yang mana yah?"
Renata bersiap sendiri di depan cermin. Berputar mencari pakaian tidur tipis menerawang yang ia miliki. Biasanya Adam selalu datang tanpa ia sempat untuk bersiap. Tapi karena hari ini ada informasi darinya, tentu saja Renata tak ingin melewatkannya dengan hari-hari biasa.
Senyum itu merekah lebar. Hingga ia lupa akan waktu yang dijanjikan. Sampai pada waktu yang terlewat, barulah Renata menyadari. Bahwa Adam tak benar-benar datang.
Yah..
Bagaimana Adam akan datang, sepulang dari kantor langkahnya terhenti. Dewinta muncul tepat sebelum ia hendak turun dari ke lobi. Suatu fenomena langka Dewinta datang sendiri. Memeluk suaminya rindu seperti telah lama mereka tak bertemu. Dan di hotel lah mereka berakhir. Seutas benang pun tak lagi bersemayam di tubuh. Dewinta bermain puas dengan sang suami yang sejak tadi merasa gelisah karena melupakan janji.
Dewinta menangkap raut itu. Tapi perempuan itu pura-pura tak acuh demi kesenangannya sendiri. Banyak cara untuknya agar Adam bisa melupakan istri keduanya tersebut. Cukup dengan puaskan Adam di atas ranjang panas, maka tak akan adalagi yang diingatnya.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
Adam tersentak dari lamunan. Lalu ia mencoba mengutip semua pakaiannya kembali. Namun dengan ligat pula Dewinta menghentikan hal tersebut.
"Baik. Semuanya oke --"
"Kamu mau bergegas ke mana?"
Adam sempat ragu untuk menjawab. Tapi ia tak punya alasan untuk menyembunyikannya.
"Ke rumah," jawab Adam singkat.
Dewinta masih tak puas. Ia ingin mendengarkannya secara utuh. Walau ia tahu apa maksud ucapan Adam itu.
"Rumah yang mana?"
Adam menghela napas. Ia lelah jika harus berdebat. Maka pilihannya hanya ada satu. Melupakan janji dengan Renata dan mengarang tentang pulang ke rumah bersama Dewinta.
"Maafkan aku Re," gumam Adam dalam hati.
"Ke rumah kita lah. Aku heran kenapa kita ke hotel --"
Dewinta tertawa kecil. Ia tahu suaminya berbohong demi dirinya. Itu adalah cara termanis yang Dewinta sukai dari suaminya. Berbohong demi membuatnya bahagia. Itu tidak jadi masalah untuknya. Karena mendengar kejujuran malah terasa begitu memberatkan.
Ucapan Adam terhenti ketika istrinya itu mulai melumat bibirnya kembali ke permainan awal. Tak ada kesempatan bagi Adam untuk bergerak karena wanita itu telahpun mendominasi kembali permainan mereka.
Adam baru bisa bicara saat Dewinta sendiri yang mengijinkannya untuk bicara.
"Anggap saja aku ingin bulan madu lagi. Kapan kamu bisa liburan bersamaku? Aku ingin pergi," ucap Dewinta yang masih setia menggerakkan pinggulnya mencari puncak kenikmatan.
Adam menahan diri. Tapi ia seperti tak bisa mengendalikan Dewinta malam ini. Wanita yang sudah ia nikahi lima tahun lamanya itu seperti selalu masih kemarin mereka menikah. Sayangnya hubungan mereka sempat retak dua tahun yang lalu, karena papanya memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Tapi syukurlah itu tak membuat semua berubah. Dewinta masih ia miliki walaupun perhatiannya pada Renata harus benar-benar kosong.
Tidak ada kesempatan hingga kontrak berakhir. Tidak ada anak sampai pernikahan itu selesai.
Itulah yang Dewinta inginkan. Demi perempuan yang Adam cintai, tentu saja akan ia turuti.
"Kamu maunya kapan?"
"Lusa?"
Adam mengangguk. Ia sudah terbuai hingga tak tahu harus menolak dengan cara apa. Dewinta selalu berhasil membuatnya runtuh tak berdaya. Dengan pengetahuannya tentang kelemahan suaminya itu, tentu saja Dewinta akan sangat mudah menaklukkan prianya. Dewinta menaikkan tempo dan dengan mudahnya mereka kembali selesai dalam pelukan hangat penuh peluh di hotel bintang lima itu.
.
.
bersambung