Renata perlahan mulai mundur teratur. Tapi karena Julian menarik lengannya dan memanggil Demian yang sudah menunjukkan raut wajah yang tak bersahabat, mau tak mau Renata bertatap muka lagi dengan pria tinggi tersebut.
Beberapa kandidat juga terlihat berada di hadapan Demian, yang sepertinya tengah memberikan arahan. Melihat hal tersebut, sudah dipastikan bahwa Renata benar-benar dalam masalah besar. Dia memberi kesan buruk pada kepala kokinya dan dia terlambat di hari pertama bimbingan. Sudah dipastikan ini akan berakhir dengan buruk.
“Demian..aku menemukannya tersesat di dapur. Jadi –“
“Aku tidak suka orang yang tidak tepat waktu. Menyingkirlah,” ujar Demian yang bahkan tak menerima penjelasan baik dari Julian maupun dari Renata.
“Chef..chef..chef! Maafkan saya. Ini benar-benar kesalahan saya karena tersesat –“
“ME..NYING..KIR!” gertak Demian tak main-main.
Setelah bersitatap dan melihat jelas siapa Renata, barulah dia menyadari siapa Renata. Gadis itu adalah orang yang sama yang telah menabraknya di lobi. Demian semakin murka dan terus mengabaikan permohonan maaf Renata yang sudah hampir menangis itu.
Julian yang melihat hal tersebut juga tak bisa menolong apapun. Karena semua orang tahu siapa Demian. Pria ini sanga tidak punya moral dan tegas dalam disiplin kerja. Hal pertama yang tentu membuat koki lain geleng-geleng kepala. Tapi semua itu diimbangi dengan masakannya yang tak bsia dianggap remeh.
Maka seperti inilah yang terjadi. Renata mendapatkan kesialan ganda yang harus dia terima di ulang tahunnya.
“Chef..saya mohon. Beri saya kesempatan. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi.”
Renata benar-benar menghilangkan egonya. Dengan sadar diri ia berlutut di hadapan Demian agar diberikan kesempatan. Seumur hidupnya bahkan saat ia terus disakiti oleh Adam, Renata tak pernah berlutut seperti ini meminta pengampunan. Meski ia terus disakiti, Renata tak sekalipun berpikir untuk memohon agar Adam luluh. Dia hanya ingin berusaha menyakinkan suaminya itu bahwa ia layak menjadi istri yang baik. Meski sampai sekarang belum juga mendapatkan kesempatan itu.
Dan sekarang kenapa Renata rela untuk berlutut? Apa dia begitu putus asa?
“Saya mengaku salah chef. Tapi saya mohon diberi kesempatan.”
Semua yang melihat hal tersebut geleng-geleng kepala. Tak sedikit pula yang iba dengan keteguhan Renata untuk bertahan. Tapi Demian sejatinya adalah monster atau jelmaan iblis yang sebenarnya. Pria itu sama sekali tak tersentuh dan memilih untuk kembali memberikan binaan. Beberapa kandidat juga menjadi cemas melihat Renata. Takut juga akan menjadi seperti gadis itu yang kini hanya bisa tertunduk malu karena gagal membujuk kepala chefnya itu.
Julian segera mengangkat Renata agar berdiri. Dia mencoba memberikan ketenangan bagi Renata yang telah gagal bahkan di hari pertamanya. Dengan lesu Renata keluar dari dapur. Menatap sekeliling dengan perasaan sedih padahal sebelumnya ia begitu antusias.
Mereke memilih berjalan ke lorong dapur dan dengan sigap Julian membawakan segelas air untuk Renata agar lebih tenang. Ia mencoba sebisanya untuk menghibur gadis itu.
“Kamu harus tegar yah –“
“Kenapa hidupku sesial ini!” isak Renata yang tak bisa lagi membendung rasa sedihnya.
Julian menjadi bingung sendiri karena tingkah Renata yang tak bisa ketebak.
“Tenanglah. Masih ada kesempatan bekerja dibagian lain. Kamu bisa saja mendapatkan posisi lain –“
“Bagaimana bisa! Papa Steve pasti kecewa padaku!” rengek Renata berbarengan dengan munculnya panggilan telepon dari orang yang baru saja ia sebutkan tadi.
Dengan lesu Renata mengangkat telepon tersebut sambil mengatur dirinya agar bisa terkendali. Meski ia bukan seseorang pengadu, tapi ingin rasanya ia mengadu kesialannya tersebut. Tapi dia tak mau papa Steve yang berkuasa malah terlalu banyak membantunya apalagi lewat kuasanya. Bukankah keinginan Renata adalah agar bisa bekerja dengan baik sesuai kemampuannya?
Itu adalah impiannya. Selain bermimpi bahwa suatu hari nanti cintanya disambut oleh Adam- suaminya.
“Kamu mau ke mana?” tanya Julian bingung saat Renata memilih untuk pergi dari tempat tersebut.
Tanpa banyak kata, Renata memberi salam dan terima kasih lalu pergi meninggalkan Julian yang terpaku. Ia jadi bingung sendiri dengan sikap Renata yang ajaib.
Tapi sebelum Julian benar-benar harus kembali masuk ke dapur. Ia tiba-tiba jadi teringat dengan nama yang Renata sebutkan tadi.
“Papa Steve? Aku seperti pernah mendengarnya –“
Renata tak ingin membebani mertuanya itu. Ia memilih untuk memikirkan cara lain agar tetap bisa diterima menjadi kandidat asisten chef killernya itu. Maka cara yang terpintas di kepalanya adalah menunggu.
Renata malam ini berniat untuk tetap tinggal di hotel sampai malam tiba. Ia tak ingin mempermalukan dirinya lagi di depan banyak orang. Maka sebelum Demian benar-benar pergi meninggalkan dapur, Renata sudah lebih dulu mencegat Demian di depan pintu dapurnya.
Nyaris saja Demian memaki Renata lagi karena terkejut.
Bagaimana tidak. Renata sangat kusut sekali. Ia seperti sudah menunggu berjam-jam di tempat itu. Tapi Demian tetap tutup mata dan mengabaikan Renata yang kembali memohon kepadanya.
“Chef tolong dengarkan saya sekali saja –“
“Apa kamu tidak punya harga diri? Kenapa masih di sini dan mengemis seperti ini!” bentak Demian lagi. Mungkin merasa jenuh dengan cara Renata yang masih terus mengejarnya.
Renata yang mendengar kata-kata itu lalu teringat dengan kata-kata Dewinta. Istri pertama dari Adam saat mereka bertiga bertemu untuk membicarakan tentang pembagian jadwal kunjungan Adam ke apartemennya.
Dewinta adalah wanita yang sangat cantik dan pintar. Dia juga seksi dan sangat pintar menjaga tubuhnya untuk selalu menarik perhatian. Rambutnya panjang dengan wajah ovalnya yang sempurna. Dia benar-benar defenisi wanita karir yang sempurna untuk Adam yang juga perfeksionis. Bahkan setelah memiliki satu orang anak, Dewinta masih tetap terlihat cantik. Tentu saja, Renata jauh dari kata sempurna untuk dibandingkan dengan wanita itu.
Tapi yang paling menyakitkan dari itu adalah Dewinta bermulut tajam. Ia tentu dengan terang-terangan tak sudi untuk dimadu. Karena itu harga diri Renata selalu diinjaknya. Karena wanita itu punya kuasa untuk itu.
“Apa kamu tak punya harga diri? Meminta suamiku untuk menemuimu tiga kali dalam seminggu? Ck!” umpatnya saat itu.
Adam hanya bisa diam saja saat itu. Apalagi Renata yang hanya istri kedua yang jelek dan bodoh. Tentu ia tak mau dihina seperti itu tapi rasanya tak sebegitu menyakitkan karena itu bukan kemauannya. Dan saat chef Demian mengingatkannya kembali tentang harga diri, Renata jadi merenunginya.
Apa benar ia sudah tak punya harga diri lagi?
“Saya hanya ingin minta keadilan. Saya benar-benar tak bersalah. Itu bukan kesengajaan. Saya hanya ingin mencoba peruntungan. Ingin diberikan kesempatan. Bukankah setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua?”
Demian terdiam sesaat. Ia tak menduga jika Renata akan membalas ucapannya dengan kata-kata yang tak terpikirkan olehnya.
Beberapa chef kepala yang juga baru selesai di dapur melihat pemandangan dua orang anak manusia itu. Salah satu chef senior mendekati Demian dan mencoba memberi nasehat kepadanya. Karena Demian juga bukan orang yang suka mendengar ucapan orang lain, tapi memang benar apa yang dikatakan oleh chef senior tersebut. Bahwa tak ada salahnya memberinya kesempatan.
“Bukankah ini nantinya masih kau yang menentukan? Berikan dia kesempatan dulu dan lihat kemampuannya. Setelah itu kau berhak untuk melakukan apapun.”
Sambil menepuk pundak Demian, chef senior itu berlalu meninggalkan kedunya. Tak lupa ia menambahkan bahwa Demian janganlah terlalu kaku.
Demian menghela napas panjang lalu mencoba melewati Renata yang masih menunggu jawaban. Baru beberapa langkah, Demian kembali menoleh. Ia lantas berdiri di hadapan Renata sambil menunjuk gadis itu dengan tegas.
“Besok, jangan terlambat.”
Bagai mendapat kado yang special. Renata berteriak senang mendengar ucapan tersebut. Besok…ia janji besok akan datang lebih cepat dari hari ini.
Renata bersyukur hingga ia tak bisa tidur malam ini.
.
.
bersambung