CANTIK

1066 Words
Adrian tengah berada di sebuah kafe yang terletak beberapa meter dari kantornya. Dia tampak gelisah, dan beberapa kali menatap ke arah pintu masuk seperti sedang menunggu seseorang. Raut wajahnya seketika berubah saat Rio masuk dari arah luar. Adrian melambaikan tangan, memberikan kode pada sahabatnya itu tentang keberadaannya. Rio berjalan dengan langkah lebar ke arah Adrian. Lelaki itu segera mengambil posisi duduk di kursi yang tepat berada tepat di hadapan Adrian. Di antara mereka hanya dihalangi sebuah meja berwarna putih dengan beberapa benda khas ornamen kafe, termasuk juga dua cangkir kopi yang sudah dipesan oleh Adrian. Rio kemudian menyodorkan sebuah flashdisk dengan warna biru muda ke arah sahabatnya. “Semua yang kamu mau ada di dalam sini. Dengan semua bukti yang kita punya, kita bisa dengan mudah membuat Leon mendekam di dalam penjara,” ucap Rio dengan fokus tertuju ke arah lelaki yang langsung mengambil alih flashdisk yang dia serahkan. “Bukan itu yang saya akan lakukan, Rio. Saya ingin membuat hidup Leon mengalami guncangan. Membuat dia mendekam dipenjara tidak cukup. Dia harus merasakan akibat dari perbuatannya. Saya tidak terima, dia sudah hampir merusak Zevannya.” Ekspresi Adrian mendadak dingin saat mengatakan itu. Dia memang sengaja meminta Rio untuk mencari bukti tentang siapa yang memasukkan obat ke dalam minuman Zevannya. Saat mengetahui Leon pelaku dari semua itu, Adrian langsung menyusun rencana. Dia ingin memberikan lelaki itu pelajaran atas apa yang dilakukannya. “Daripada itu, kamu seharusnya berterima kasih padanya, Adrian. Setidaknya, karena Tindakan jahat Leon, kamu dan Zevannya bisa menghabiskan malam panjang bersama. Kalau bukan karena dia, kamu mungkin nggak akan tahu kalau Zevannya ternyata kerja di perusahaan kamu. Iya, bukan?” Rio sengaja meledek Adrian. “Ya memang, tetapi tetap saja saya tidak akan tinggal diam saat ada orang yang ingin mencelakai Zeva. Coba kamu bayangkan, seandainya semalam dia benar-benar tidur dengan Leon, bagaimana kehidupan dia kedepannya? Saya tidak yakin Leon bisa menjadi sosok yang tepat untuk mendampingi Zeva.” Adrian berpendapat. Sebenarnya lelaki itu tidak tahu bagaimana sifat Leon, karena mereka tidak mengenal satu sama lain. Tapi sebagai seseorang yang masih menaruh rasa yang besar terhadap Zevannya, Adrian merasa khawatir kalau Leon akan membuat kehidupan Zevannya tidak lebih baik dari saat bersamanya. Walaupun sebenarnya, pedapat itu berasal dari perasaannya yang masih sangat besar terhadap sang mantan. “Kamu tidak bisa menilai Leon semudah itu, Adrian. Kamu berpendapat seperti itu tentang Leon karena kamu cinta mati sama Zevannya. Menurut saya, sebaiknya kamu memberikan kebebasan untuk Zeva sekarang. Biarkan dia menentukan dengan siapa dia hidup. Memaksa dia bersama kamu bukanlah keputusan yang tepat,” saran Rio. Apa yang dikatakan Rio memang ada benarnya. Adrian terlalu tinggi menaruh harapan terhadap Zevannya. Sementara kesalahpahaman di antara mereka tidak menemukan titik terang sampai detik ini. Adrian sendiri masih menunda waktu untuk bertemu dengan wanita itu, dan menjelaskan semuanya. Komunikasi dalam setiap hubungan merupakan poin yang sangat penting. Pasangan harus berani mengungkapkan segala yang perlu mereka ungkapkan. Memilih diam, dan membiarkan waktu yang menjelaskan semuanya seringkali dianggap sebagai solusi. Padahal itu semua hanya akan membuat keadaan menjadi semakin rumit. Kebanyakan dari pasangan membutuhkan sebuah penjelasan untuk menyingkirkan praduga yang kerap menyelimuti hati, dan pikiran mereka. Mendengar ucapan Rio, Adrian mendesah pelan. Memang itu yang perlu dia lakukan, tetapi tidak mudah baginya untuk merelakan Zevannya bersama lelaki lain. Tangannya masih ingin mendekap hangat wanita itu, dan jauh di dalam hatinya, Adrian sangat berharap bisa memperbaiki semuanya. Terutama tentang kehidupan pernikahan mereka yang terpaksa harus selesai hanya karena kesalahpahaman yang terjadi sepuluh tahun lalu. “Saya akan usahakan, Rio. Walaupun saya sebenarnya belum bisa merelakan dia bersama lelaki lain. Gara-gara kamu mengatakan itu, saya kepikiran tentang siapa seseorang yang sedang menjalin hubungan dengan dia sekarang. Saya sempat mengecek datanya, dan bersyukur ternyata dia belum menikah lagi.” Rio bisa melihat ada banyak harap pada setiap kalimat yang diucapkan sahabatnya. Selama ini dia masih berusaha untuk menahan diri. Dia tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah internal sahabatnya. Tapi setelah mengetahui keberadaan Zevannya, Rio berencana untuk membantu Adrian suatu hari nanti. Walaupun bukan sekarang. “Susah juga ya, kalau bucin. Baru ketemu beberapa jam langsung cek status terkini. Saran saya tetap sama. Kamu harus bertemu dengan Zevannya, dan menjelaskan semuanya. Soal bagaimana hasilnya, jangan terlalu kamu pikirkan.” “Untuk itu, saya akan pikirkan nanti. Sekarang saya masih ingin fokus dengan masalah Leon. Saya harus memberi dia pelajaran.” Sementara itu, Zevannya keluar dari lobi hotel. Dia baru saja bertemu dengan seorang klien. Langkah wanita itu tampak tergesa. Di belakangnya, ada Nasya yang berusaha mengimbangi langkah bosnya. Ponsel yang berdering membuat Zevannya mengalihkan perhatiannya sejenak. Tangannya meraih benda pipih yang diletakkan di dalam saku blazernya. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menabraknya dari arah berlawanan. Ponsel kedua orang yang saling membentur itu sama-sama terjatuh ke lantai. Secara otomatis, mereka sama-sama berjongkok untuk mengambil gadget mereka masing-masing. Seseorang yang menabrak Zevannya ternyata seorang lelaki. Bukannya segera minta maaf, lelaki itu justru tampak tertegun memandangi wanita yang masih memeriksa ponselnya tersebut. Dari caranya menatap Zevannya, terlihat jelas bagaimana si lelaki mengagumi pesona wanita itu. Zevannya memang memiliki wajah yang cantik. Bahkan tanpa polesan riasan sekalipun, wanita itu mampu mengundang rasa penasaran hampir setiap lawan jenis yang melihatnya. “Maafkan saya, Nona. Saya tidak sengaja,” ucap lelaki itu setelah tersadar dari sihir pesona Zevannya. Dia mengulurkan tangan, berniat membantu Zevannya kembali berdiri. Wanita itu mengalihkan atensinya ke arah si lelaki. Dia tidak menerima uluran tangan lelaki itu, dan memilih untuk berdiri dengan bantuan Nasya. “Tidak masalah. Saya juga salah, tidak fokus saat berjalan.” Zevannya berucap sopan. “Ponsel kamu bagaimana? Ada yang rusak? Bagaimana kalau kita sama-sama ke toko ponsel untuk memeriksa ponsel kamu? Atau … biarkan saya membelikan ponsel baru untuk menebus rasa bersalah saya?” Lelaki itu mengajukan penawaran. “Ah, tidak perlu. Ponsel saya tidak memiliki kerusakan apapun. Saya buru-buru. Jadi maaf, saya harus pergi sekarang,” ucap Zevannya sopan sambil Bersiap pergi. “Sebentar. Ini kartu nama saya, tolong hubungi saya kalau ada masalah dengan ponsel kamu.” Lelaki itu menyodorkan kartu namanya yang berwarna hitam dengan aksen huruf gold. Zevannya menatap kartu nama pemberian lelaki itu dengan seksama. Sebelum dia kemudian mengambilnya dengan alasan mempersingkat waktu. Sekilas, dia bisa melihat nama depan lelaki itu, Bastian. “Terima kasih,” ucapnya singkat seraya berlalu. Zevannya tidak tahu, kalau lelaki bernama Bastian it uterus menatap kepergiannya sampai wanita itu masuk ke dalam mobil. “Cantik,” ucap lelaki itu pelan tanpa sadar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD