SALAH PAHAM

1014 Words
Adrian dan Zevannya sampai di gubuk. Hujan yang sempat membesar sudah berubah menjadi gerimis rintik-rintik. Lelaki itu menyandarkan tubuh Zevannya ke dinding gubuk. Dia melepas jaketnya untuk menyelimuti tubuh wanita itu. Dia menggosok-gosokkan kedua tangannya agar lebih hangat. Angin yang bertiup membuat suhu tubuhnya menurun. Apalagi dinding gubuk hanya setengahnya. Adrian mengamati Zevannya. Wanita itu terlihat menggigil. Bibirnya semakin memucat. Adrian mengambil ponselnya dari dalam saku. Berniat menghubungi Rio agar lelaki itu mengirimkan dokter pribadi Adrian ke area perkebunan. Tapi wajah lelaki itu tampak sangat kecewa saat mendapati tidak ada satu pun jaringan di sana. Perlahan Adrian mendekati Zevannya. Dia membawa tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. Dia hanya bisa berharap kalau itu bisa membuat wanita kesayangannya itu jauh lebih baik. Adrian tidak peduli seberapa besar angin yang sekarang menerpa tubuhnya. Terpenting, dia bisa melindungi Zevannya dari hawa dingin. Sementara di villa Nasya tampak mondar-mandir di ruang tamu. Dia sudah mencoba menghubungi kontak Adrian, tetapi tidak bisa tersambung. Gadis itu tidak merasa tenang karena cuaca buruk yang sedang terjadi sekarang. Dia khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan pada Zevannya. Nasya akan merasa lebih baik kalau dia tahu Adrian ada di sisi bosnya itu. "Apa aku susul saja bu bos, ya? Tapi aku kan nggak tau bu bos perginya ke mana. Iya kalau ketemu, kalau nggak, aku malah hilang di tengah hujan. Anginnya juga sampai seperti itu, belum lagi kabut yang membatasi jarak pandang. Astaga, aku benar-benar cemas." Nasya berbicara sendirian. Dia masih saja mondar-mandir di ruang tamu. Coklat hangat yang dibuatnya bahkan sudah tidak mengepulkan asap. "Kalau tante Dahlia sampai tahu soal ini, bisa-bisa aku diomelin habis-habisan. Mana tadi bu bos tidak membawa jaketnya. Dia memang bandel. Awas saja nanti kalau kembali, aku akan mengomeli bu bos habis-habisan. Duh, sekarang bu bos gimana? Dia baik-baik aja, kan?" Di gubuk, Adrian merebahkan Zevannya. Itu bertujuan agar tubuh mereka tidak terlalu terkena terpaan angin yang semakin kencang. Setelahnya, dia kembali memeluk Zevannya erat. Wanita itu masih menggigil. Adrian hanya bisa berharap badai cepat mereda, sehingga dia bisa segera membawa Zevannya kembali ke villa. Cuaca yang tidak juga membaik membuat Adrian lama-lama mengantuk. Lelaki itu tanpa sadar tertidur sambil tetap memeluk mantan istrinya. Begitu juga dengan Zevannya, wanita itu merasa tubuhnya lebih hangat, dan nyaman. Dia pun tertidur dalam dekapan sang mantan suami. Waktu pun berjalan hingga beberapa jam. Cuaca sudah membaik. Matahari sudah mulai naik ke atas kepala. Para pekerja di perkebunan teh pun mulai aktif beraktivitas. Mereka beramai-ramai berangkat ke kebun untuk melaksanakan tugasnya. Memetik pucuk-pucuk teh muda sesuai yang diperintahkan pemilik kebun. Tidak sengaja, para pekerja itu melewati gubuk yang digunakan Adrian dan Zevannya berteduh. Dengan posisi keduanya yang saling memeluk, mereka pun salah paham. Beberapa pekerja itu saling berbisik, berkomentar tentang apa yang mereka lihat. Salah satu dari mereka menggebrak gubuk itu dengan sedikit kasar. "Kalian sedang apa di sini? Pasti kalian habis berbuat m***m, ya?" tuduh lelaki yang tadi menggebrak gubuk itu. "A-ada apa ini, Pak? Kami hanya menumpang berteduh. Tadi kami terjebak hujan, dan teman saya sakit." Adrian tentu saja terkejut dengan kedatangan pekerja, dan tuduhan yang diberikan oleh salah satu dari mereka. "Halah, bohong. Mana ada orang salah mau ngaku. Kalian pasti sengaja memanfaatkan situasi untuk berbuat tidak baik. Kalian tahu tidak, apa yang kalian lakukan itu bisa membuat kami semua menjadi sial!" umpat pekerja yang lainnya dengan emosi yang meluap-luap. "Iya. Kalian bukan warga sini, kan? Pendatang tapi sudah berani mengotori daerah yang kalian datangi. Dasar anak-anak muda tidak beradab!" amuk seorang ibu-ibu sambil melotot. "Tunggu, ini tidak seperti yang kalian bayangkan. Kami tidak berbuat macam-macam, sungguh." Zevannya yang baru saja terbangun juga menyampaikan pembelaan dirinya. "Apa kalian percaya?" kompor salah satu dari mereka, dan yang lain kompak menggeleng. "Sudah, ayo kita bawa mereka berdua ke rumah pak lurah. Kita harus menikahkan mereka segera. Jangan sampai desa kita ini terkena marabahaya karena tingkah mereka. Kalian setuju?" "Setuju!" teriak yang lain serempak. Adrian dan Zevannya saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau kejadian seperti ini akan menimpa keduanya. "Bapak, Ibu, tolong dengarkan kami. Kami tidak melakukan apa yang kalian tuduhkan. Tolong jangan nikahkan kami. Kami bukan sepasang kekasih." Zevannya mencoba untuk meminta pengertian para pekerja. "Kalian tadi melihat sendiri mereka saling memeluk satu sama lain, kan? Sekarang wanita itu bilang mereka bukan sepasang kekasih? Apa kalian percaya?" "Dia jelas-jelas bohong!" "Iya, saya yakin dia cuma beralasan supaya kita tidak membawanya bertemu dengan pak lurah!" "Ayo kita seret mereka!" Para pekerja itu kemudian beramai-ramai menarik Adrian dan Zevannya, lalu membawa mereka turun dari perkebunan.Tujuan mereka tentu saja rumah lurah mereka yang letaknya tidak jauh dari sana. "Bu, Pak, kalian benar-benar salah paham," ucap Adrian meyakinkan mereka. "Kalian jelaskan saja semuanya di depan pak lurah. Kita lihat nanti, apa keputusan beliau." "Sudah pasti mereka harus dinikahkan. Itu sudah menjadi aturan mutlak di desa kita." "Betul! Pokoknya mereka harus mempertanggungjawabkan apa yang mereka sudah lakukan. Apalagi mereka berbuat tidak senonoh di kebun tempat kita mencari nafkah." "Betul! Aku juga setuju. Mereka harus dinikahkan supaya kesialan itu menjauh dari desa kita!" Adrian dan Zevannya tidak bisa berkata apa-apa. Mereka kalah jumlah. Lagipula memang posisi mereka saat ditemukan para pekerja sudah menimbulkan kesalahpahaman. Keduanya hanya bisa berharap, mereka bisa mengadakan negosiasi dengan lurah desa setempat. Adrian sendiri memang menginginkan pernikahan kembali dengan Zevannya, tetapi jelas bukan dengan cara seperti ini. Dia ingin sebuah pernikahan yang wajar, bukan karena penggrebekan, apalagi salah paham. "Ini semua gara-gara kamu, Adrian! Kamu ngapain peluk-peluk aku segala tadi? Kalau kamu tidak melakukan itu, kita tidak akan diarak warga," bisik Zevannya yang berjalan tepat di samping Adrian. "Aku berusaha menyelamatkan kamu, Zevannya. Tolong kamu jangan salah paham. Kenapa setiap hal yang aku lakukan kamu selalu menganggap ku salah?" "Alasan! Kamu memang sengaja memanfaatkan situasi, kan? Pokoknya awas saja nanti kalau sampai kita dinikahkan. Kamu harus segera menceraikan aku setelahnya. Aku tidak mau menikah sama kamu!" "Sst, kita bicarakan nanti. Sekarang lebih baik kita ikuti saja apa maunya warga. Jangan sampai kita jadi bulan-bulanan warga karena ini." Adrian mencoba untuk mengingatkan. Zevannya akhirnya memilih diam. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Apakah dia memang ditakdirkan untuk kembali menjadi istri Adrian?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD